Jumat, 27 Desember 2019

Teologi Amal Peradaban

Senin, 28 Oktober 2019

Stress Gara-gara

Sempat Unggah Konten Porno, Wamenag Mengaku Akun Diretas

Minggu, 27 Oktober 2019

Selengkapnya : CNN Indonesia



Sabtu, 26 Oktober 2019

Karakteristik Negara Indonesia

Kamis, 17 Oktober 2019

Yusril "ambil" Doktor FIlsafat




Membangkitkan Ekonomi Rakyat


Sebelumnya, RR sudah mengingatkan :


Menanggapi kesediaan RR mejadi menteri, menanggapi :

 

Biar Ekonomi Nggak Gini-Gini Aja, Jokowi Harus Gandeng Rizal Ramli


17 Oktober 2019


Masalah ekonomi bakal menjadi fokus utama Presiden Joko Widodo dalam mengarungi periode kedua pemerintahan. Sebab, ekonomi Indonesia selama di tangannya tidak menunjukkan pertumbuhan yang berarti.

Pengamat politik, Ray Rangkuti menilai tenaga Jokowi akan terkuras untuk memikirkan bagaimana ekonomi bisa menjadi lebih baik dan bisa melanjutkan pembangunan.

“Perhatian Jokowi soal ekonomi yang lebih baik saja, sehingga ada duitnya untuk pembangunan. Sektor lain saya rasa akan dibiarkan,” ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Kamis (17/10).

Menurutnya, harus ada tokoh yang memiliki gebrakan ekonomi masuk dalam kabinet. Tokoh tersebut tidak lagi menggantungkan ekonomi Indonesia pada utang.

Salah satu tokoh yang mampu melakukan gebrakan itu, katanya, adalah Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid, DR Rizal Ramli.

“Orang seperti Bang Rizal Ramli layak dipertimbangkan agar ekonomi kita tidak lagi liberal,” tegasnya.

Dia menguraikan bahwa mantan Menko Kemaritiman itu memiliki kemampuan out of the box dalam menyelesaikan masalah ekonomi Indonesia. Cara berpikir keluar dari teks diperlukan agar ekonomi tidak lagi stagnan tumbuh di angka lima persen.

“Kelebihan beliau, mampu keluar dari text book. Kalau ikuti teks terus yang akan begini-begini saja ekonomi kita,” tegasnya.

“Dia (RR) juga punya riwayat panjang mengelola ekonomi, cukup berhasil kan waktu itu,” tutup direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia itu.

copy dari : rmol

Sabtu, 12 Oktober 2019

Gosip Geopolitik : Balkanisasi Indonesia?

HEBOH!!! Indonesia akan Dipecah Jadi 5 Negara oleh Barat


17 Pebruari 2016

POSMETRO INFO - Ada scenario yang terselubung, mengerikan mari kita simak.. Papua… RI bisa jadi dianggap penghalang. Jika tak ada aral melintang, kemerdekaan Papua akan dikondisikan terwujud paling lama 2019. Bisa lebih cepat Des 2015 atau 2016 tergantung sikon Jakarta.

Hendropriono selaku tokoh Intelijen terkemuka RI, pada prinsipnya menghendaki referendum nasional jika Papua ingin merdeka. Pernyataan Hendroprioyono yang memihak scenario Barat itu berulangkali dimuat media sbg tanggapan thdp solusi tuntutan Papua merdeka yg marak di dunia internasional.

Australia sbg salah satu negara tetangga terdekat, dimana OPM punya akses thdp pemerintahnya, sdh siap mendukung kemerdekaan Papua. Salah satu bentuk kesiapan Australia mewujudkan Papua Merdeka adalah pemberian izin kepada AS utk menambah pasukan AS di Darwin, Australia.

Pasukan militer AS di Darwin semula hanya 250 personil sekarang sdh belasan ribu prajurit yg didominasi US Marine sbg persiapan Papua Merdeka. Pernyataan Menlu AS, pasukan US di Darwin akan ditingkatkan jadi 67 ribu personil pada 2019 yad. Terdiri dari USAF, US Navy dan US Marine.

Masa depan RI adalah Papua yang masih tetap dalam NKRI. Pulau Jawa yang diramalkan akan tenggelam… serta Papua yang dimerdekakan oleh Barat itu lah prediksi ttg NKRI dlm 5 thn mendatang jika rakyat RI lengah. Kemerdekaan Papua bukan kondisi final. Akan diikuti dgn kemerdekaan Aceh yg didukung Turki, RRC dan Eropa (Swedia, Norwegia, dst,).

Turki dan Swedia sdh komit mendukung kemerdekaan Aceh. Komitmen ini terkait jasa Aceh cq. Zaini Abdullah membantu konflik Swedia-Turki. Turki mendukung kemerdekaan Aceh juga terkait romantisme kejayaan negara Islam masa lalu, Turki dan Aceh, yg akan diwujudkan kembali.

RRC sdh disepakati akan mendapat konsesi sbg kontraktor utama eksplorasi Migas di Seumelu yg cadangannya 358 miliar barel, terbesar di dunia. Kemerdekaan Papua akan diikuti oleh kemerdekaan Aceh. Rencana ini sdh disepakati Gub Aceh – PM Australia di Canberra medio 2014 lalu. NKRI bubar..!

Bubarnya NKRI dan munculnya 5-6 negara baru di eks RI sesuai dgn tujuan “Clinton Programm’ 1998 lalu. Selama Partai Demokrat berkuasa, RI diobok2.

Negara ASEAN menerapkan standar ganda. Di satu pihak secara resmi menolak diinsintergasi RI tapi dibelakang setuju. Hal ini biasa dlm dunia diplomatik.
NKRI yg besar- serta kuat akan menjadi ancaman bagi negara-negara ASEAN lain. Mereka ingin RI lemah dan terpecah belah. Namun jgn sampai terjadi gejolak kawasan.

Memecah Indonesia jadi 5-6 negara merdeka tanpa gejolak adalah PR besar RRC, AS, Eropa, Australia, Israel dan Asean. Apakah berhasil ?

Apakah konspirasi global berhasil memecah RI menjadi 5-6 negara baru yg berdaulat tanpa terjerumus dlm gejolak politik dan militer berdarah-darah? Ataukah RI akan terpecah belah meniru nasib negara-negara Balkan dgn gejolak politik militer dan korban jatuh hampir 1 juta jiwa mati sia-sia?

Jangan sampai Balkanisasi terjadi di Indonesia. Kuncinya : sikap Presiden, TNI dan rakyat RI.

Satu-satunya pilar kekuatan RI yang masih solid adalah TNI.  Pilar utama Indonesia yg lain adalah ummat Islam. Tapi Islam NKRI sdh mulai dihancurkan dan dipecah belah, dan diharapkan Barat berantakan. Tak solid lagi. Sementara rakyat di NKRI sdh tak jelas patriotisme dan nasionalismenya. Mati bersama ideologi Pancasila akibat reformasi kebablasan & media setan. Karakter bangsa Indonesia kini berntakan amburadul. Rakyat NKRI banyak yang sesungguhnya menuhankan materialisme, hedonisme dan liberalisme.

Otak rakyat NKRI sdh dicuci habis oleh media setan dan karakter bangsa pancasilais agamis sdh dibunuh bersama dgn pembunuhan Pancasila.

Sadarlah rakyat Indonesia Bangkitlah rakyat indonesia Ibu Pertiwi terancam dimatikan Barat.
Mari kita kobarkan dan kita gaungkan “NKRI HARGA MATI”dan NKRI harus dipertahankan.

Tolong sebarkan. Tks. Sebar luaskan info ini dan jangan hanya di baca

Sumber : WA dari Prof. Dr. SRI EDI SWASONO
link : repelita.com


copy dari : posmetro.info
arsip lain : kaskus

Minggu, 29 September 2019

Gaya Dalam Bingkai Digital



Tokohnya Diusir di PBB, Siapa yang Marah?

Tokoh Separatis Papua Benny Wenda Diusir dari Sidang Majelis Umum PBB


29 Sep 2019

New York - Tokoh separatis Papua Benny Wenda dikabarkan hadir di Markas PBB di New York pekan ini, di mana dirinya berniat menghadiri Sidang Majelis Umum PBB. Namun, kehadirannya justru berujung pada pengusiran --menurut laporan narasumber dan media.

Sebagaimana dilaporkan ABC Indonesia pada Kamis 26 September, pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) bersama rombongannya hadir di Markas PBB New York sejak pertengahan pekan.

Di New York, Benny Wenda dikabarkan sibuk melobi agar komisioner HAM PBB dapat berkunjung ke Papua --lanjut ABC Indonesia.

Ia bahkan dikabarkan 'menebeng' delegasi Vanuatu untuk masuk ke dalam sesi Sidang Umum.

Vanuatu --yang sejak Desember 2014 merupakan tempat berdiri dan markas ULMWP-- merupakan satu-satunya negara anggota PBB yang mengangkat isu Papua di majelis tahun ini.

Namun, terkait hal tersebut, delegasi Indonesia di PBB telah menggunakan hak jawab (rights of reply) yang berisi kecaman dan meluruskan komentar yang dibuat oleh PM Vanuatu Charlot Salwai Tabimasmas.

Soal kehadirannya di New York, Benny Wenda mengatakan, "Pesan saya ke masyarakat internasional, kami sangat membutuhkan pasukan penjaga perdamaian PBB untuk masuk ke Papua," ujarnya dalam wawancara kepada stasiun TV SBS Australia.

Pemerintah Indonesia telah menuduh Benny Wenda berada di balik kerusuhan di Propinsi Papua dan Papua Barat yang meletus sejak Agustus lalu hingga saat ini --termasuk di Wamena pada 23 September yang menewaskan puluhan orang.


Diusir dari Majelis Umum PBB

Tokoh Papua Nick Messet memastikan, PBB tidak mengijinkan Benny Wenda dan rombongannya masuk ke ruang sidang PBB dan bergabung bersama delegasi Vanuatu karena yang bersangkutan bukan warga negara Vanuatu.

"Tidak benar Benny Wenda ikut dalam ruang sidang bersama delegasi Vanuatu karena PBB membuat aturan yang ketat dan hanya mengijinkan perwakilan negara yang masuk dalam ruang sidang di New York," kata Messet, seperti dilansir Antara, Minggu 29 September.

"Peraturan yang diterapkan PBB sangat ketat. Hanya warga negara yang bisa mewakili negaranya dan masuk dalam delegasi di Sidang Umum PBB," lanjut Messet

Nick Messet yang ikut dalam delegasi RI bersama Maikel Manufandu menegaskan, selain Benny Wenda, rekan-rekannya juga tidak diijinkan masuk untuk mengikuti sidang.

Messet mengaku, dirinya sendiri yang menjadi Konsul Kehormatan Republik Nauru di Jakarta tidak bisa mewakili negara tersebut, karena masih berkewarganegaraan Indonesia. Sehingga, dalam Sidang Majelis Umum PBB, dirinya tergabung dalam delegasi Indonesia.


Kata Plt. Jubir Kemlu RI

Pelaksana Tugas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI mengaku tak bisa berkomentar banyak soal isu tersebut.

"Saya tidak di New York, jadi kurang memahami kondisi di sana," ujar Teuku Faizasyah.

Namun ia menjelaskan ketatnya peraturan soal delegasi yang bisa masuk ke dalam ruang sidang majelis.

"Dari sisi aturan, untuk bisa hadir memang mengharuskan akreditasi, misalnya sebagai wakil negara. Kalau dia tidak bisa masuk, artinya dari sisi ketentuan mendasar saja, dia tidak memenuhi syarat," lanjutnya saat dihubungi pada Minggu 29 September 2019.


Meset: Tidak Ada Agenda Bahas Papua di PBB

Nick Meset menambahkan, dalam rangkaian agenda Sidang Majelis Umum PBB di New York pekan ini, "tidak ada agenda yang membicarakan soal Papua dan referendum," ujarnya seperti dikutip dari Antara.

"Apa yang disebarkan oleh kelompok tersebut (ULMWP pimpinan Benny Wenda) tidak benar atau hoaks," lanjutnya.

Karena itu, dirinya berharap agar masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan isu yang diembuskan Benny Wenda dan kelompoknya, harap Meset yang pernah menjabat Menteri Luar Negeri OPM, organisasi yang ingin memisahkan diri dari NKRI.

Menurut Nick Meset kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah di Papua akibat provokasi Benny Wenda .

"Apa yang selalu dikatakan masalah Papua akan dibahas di PBB itu lagu lama karena sebelumnya dirinya bersama rekan-rekannya sudah lakukan bertahun-tahun yang lalu, sebelum Benny Wenda melakukannya," kata Meset seraya mengajak agar masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan apa yang diungkapkan karena itu hanya janji palsu.

Mari bersama-sama ciptakan rasa aman agar pembangunan dapat terus dilakukan hingga masyarakat di Papua benar-benar sejahtera, ajak Nick Meset.

copy dari : liputan6.com





Indonesia Protes Vanuatu karena Menyelundupkan Separatis Papua ke PBB

01 Feb 2019

Seperti dikutip dari Antara (1/2/2019), Menlu Retno menjelaskan bahwa nota protes itu dikirim ke Port Vila karena "pemerintah Vanuatu tidak menghormati kedaulatan Republik Indonesia dengan mendukung gerakan separatis Papua."

Sebelumnya, muncul pemberitaan di beberapa media asing bahwa Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda mengklaim telah menyerahkan petisi dengan 1,8 juta tanda tangan, yang berisi permintaan referendum kemerdekaan kepada Komisioner Tinggi Badan HAM PBB (Kantor KTHAM PBB), Michelle Bachelet pada Jumat 25 Februari 2019.

Dikabarkan bahwa Benny juga mengklaim berbicara dengan Bachelet "terkait situasi di Nduga" --mereferensi kasus penembakan kelompok bersenjata terhadap puluhan pekerja PT Istaka Karya pada Desember 2018-- dan meminta PBB mengirim tim HAM ke Bumi Cendrawasih.

Namun, aktivitas Benny di badan HAM PBB itu dilakukan dengan 'menumpang' delegasi Vanuatu yang dipanggil oleh Dewan HAM PBB untuk membahas Universal Periodic Review (UPR) situasi HAM di negara Pasifik itu.

Mengomentari lebih lanjut soal sikap Vanuatu dan sepak terjang Benny Wenda, Menlu Retno mengatakan bahwa Ketua ULMWP itu memiliki pola riwayat "manipulatif dan fake news".

"Saya tidak bicara karena itu klaim dia. Pola Benny Wenda itu biasanya manipulatif dan fake news, jadi kami tidak bisa mengatakan apapun mengenai 1,8 juta (penandatangan petisi)," tambah Menlu Retno usai mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Kamis 31 Januari 2019.

Menlu Retno juga tidak ingin berspekulasi mengenai petisi yang disebutnya tidak didasarkan pada maksud baik, karena diserahkan kepada KTHAM PBB Michelle Bachelet dalam pertemuan dengan delegasi Vanuatu.

Insiden tersebut bukan hanya mengejutkan Bachelet, tetapi juga menempatkannya pada situasi yang fait accompli (tidak dapat dihindari).

"Dari penjelasan KTHAM PBB, sudah jelas bahwa dia (Bachelet) merasa di-fait accompli dalam pertemuan tersebut, karena yang bersangkutan (Benny) berbicara mengenai Papua di akhir pertemuan," tambah Menlu Retno.


Bukan Pertama Kali

Ini bukan pertama kali Ketua ULMWP Benny Wenda mengklaim telah mengirim petisi seputar Papua ke PBB. Ia pernah melakukan hal serupa pada 2017 silam, mengirim petisi referendum kepada Komite Khusus Dekolonisasi PBB (C-24).

Namun, komite membantah pernah menerima petisi dari ULMWP.

"Saya maupun Sekretariat Komite C-24 tidak pernah menerima secara formal maupun informal petisi atau siapapun mengenai Papua seperti yang diberitakan dalam koran Guardian," kata Ketua Komite Rafael Ramirez dalam keterangan tertulis pada Jumat 29 September 2017, mereferensi surat kabar Inggris, The Guardian, yang merilis pemberitaan pertama tersebut dengan mengutip pernyataan Benny.

Ini juga bukan kali pertama Vanuatu menyuarakan seputar isu Papua di PBB. Salah satunya pada 2016 di Majelis Umum, ketika Vanuatu dan lima negara Pasifik melayangkan tuduhan pada Indonesia atas dugaan 'pelanggaran HAM' di Bumi Cendrawasih.

Kritik paling keras atas sikap Vanuatu datang dari Wakil Presiden RI Jusuf Kalla pada September 2018 di debat Sidang Majelis Umum Ke-73 PBB di Markas Besar PBB New York. Wapres mengatakan bahwa Port Vila telah "melakukan tindakan permusuhan" dan "melanggar prinsip-prinsip PBB" atas sikap mereka terhadap isu Papua di PBB.

copy dari : liputan6.com

Selasa, 24 September 2019

Mengasuh Anak-anak Kami

Merespons pesan-pesan mahasiswa yang berdemo tanggal 23/24 September 2019, menggambarkan semangat melawan gaya rejim di DPR maupun Presiden yang masih asal bergerak.



update 25 sept 2019

Senin, 16 September 2019

Vape, Bebas, Dibatasi ataukah Dilarang ?

 
Kemunculan Vape
  • 2003 by Golden Dragon Group (China)
  • 2004 by Ruyan (eCigarettes)
  • 2012 dikenal di Indonesia
  • 2015 masuk cairan dan peralatan
  • 2018 status legal (cukai)

Vape bukan pengganti rokok konvensional

Negara yg melarang penggunaan vape
Negara yg membatasi penggunaan vape


Selengkapnya lihat video berikut :
https://www.cnbcindonesia.com/news/20190916141547-8-99733/ini-daftar-negara-larang-pemakaian-vape

Jumat, 13 September 2019

Bergaya Bernegara Berhukum, Hanya Gaya

Surpres Revisi UU KPK: Antara Kejanggalan dan Konspirasi


13 September 2019

Penerbitan surat presiden (surpres) terkait revisi UU KPK usulan DPR menuai kritik sejumlah pihak. Prosesnya yang terbilang cepat menguatkan dugaan soal konspirasi antara pemerintah dan DPR untuk melemahkan KPK.

Pada Kamis (5/9), Rapat Paripurna DPR menyetujui revisi UU KPK menjadi usul dewan setelah sebelumnya diam-diam dibahas di Badan legislasi DPR. Padahal, revisi UU itu tak masuk program legislasi nasional (prolegnas) prioritas.

Sepuluh fraksi di DPR sepakat atas revisi itu. Di hari yang sama, DPR mengirimkan RUU itu kepada Presiden Jokowi.

Merespons hal tersebut, Jokowi keesokan harinya meminta DPR tak melemahkan KPK.

"Yang jelas saya kira kita harapkan DPR mempunyai semangat yang sama untuk memperkuat KPK," kata Jokowi di Solo, seperi dikutip dari Antara, Jumat (6/9).

Kader PDIP di DPR, Masinton Pasaribu, kemudian mengaku bahwa pengusul revisi UU KPK itu adalah enam anggota DPR, termasuk dirinya, dari parpol pengusung Jokowi-Ma'ruf Amin. Yakni, PDIP, PKB, Partai NasDem, PPP, dan Partai Golkar.

Enam hari setelah DPR mengusulkan revisi UU KPK, Jokowi menandatangani dan mengirimkan surpres tanda persetujuan pembahasan revisi UU itu di DPR. Mensesneg Pratikno berdalih bahwa pihaknya juga mengirimkan daftar inventarisasi masalah (DIM) yang berbeda dari naskah versi DPR.

Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM Zainal Arifin Mochtar menilai penandatanganan surpres mengenai revisi UU KPK ini penuh dengan kejanggalan.

Menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Presiden memiliki waktu 60 hari untuk berpikir sebelum mengeluarkan surpres.

"Kenapa 60 hari? Kalau Anda buka [UU] 12 [Tahun] 2011 [adalah] supaya presiden berhati-hati dan paham substansi undang-undang. Jadi, kalau dipikir buru-buru sekarang, masa diburu-buru? Ada waktu 60 hari untuk pikir-pikir," kata Zainal dalam diskusi bertajuk 'Pelemahan KPK 4.0' yang berlangsung di Gedung Dwiwarna KPK, Rabu (11/9).

"Apalagi beberapa substansi [RUU KPK] bisa kita perdebatkan, kenapa presiden harus buru-buru tanda tangani surpres?" sambungnya.

Zainal menjelaskan terdapat lima tahapan dalam pembentukan Undang-undang. Tahap itu meliputi pengajuan, pembahasan, persetujuan, pengesahan, dan pengundangan.

Tahap revisi UU KPK kemarin berada di pembahasan. Namun, dalam waktu yang sangat cepat Jokowi menandatangani surpres.

"Anda bayangkan dengan proses yang gemuk seperti ini mau diringkas dalam waktu DPR tinggal berapa hari," tukas dia.

Terpisah, Staf Komunikasi dan Media Amnesty International Indonesia (AII) Haeril Halim menduga ada upaya sistematis yang dirancang oleh eksekutif dan legislatif untuk melemahkan KPK.

Hal itu, kata dia, terlihat dari pembentukan panita seleksi calon pimpinan KPK yang kontroversial dan proses revisi UU KPK yang penuh kejanggalan.

"Seolah-olah pihak eksekutif dan legislatif berbondong-bondong, cepat-cepatan. Ini yang menjadi pertanyaan publik apa yang menjadi motif pemerintah dan DPR untuk mempercepat revisi UU KPK [yang] sebagaimana kita tahu enggak masuk dalam prolegnas?" ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (12/9).

Dia pun mengkritik sikap Jokowi yang tutup mata dan telinga terhadap masukan publik dan KPK yang digaungkan sejak pembentukan panitia seleksi calon pimpinan KPK.

"Presiden dan DPR perlahan-lahan mencabut oksigen dari ekosistem pemberantasan korupsi," simpul Haeril.

Senada, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menyatakan Pemerintah dan DPR telah berkonspirasi melucuti kewenangan KPK.

"Ini preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia, di mana DPR dan Pemerintah berkonspirasi diam-diam untuk melucuti kewenangan suatu lembaga tanpa berkonsultasi," kata Laode saat dikonfirmasi, Kamis (12/9).

Laode melanjutkan, KPK sangat menyesalkan sikap DPR dan Pemerintah yang seakan menyembunyikan sesuatu dalam pembahasan revisi UU KPK. Pihaknya pun tak diikutsertakan dalam pembahasan dan belum mendapat naskah revisi dan DIM dari kedua pihak.

"Sebagai ilustrasi, mungkinkah DPR dan Pemerintah akan melakukan hal seperti ini pada lembaga lain seperti kepolisian atau kejaksaan atau lembaga-lembaga lain?" cetus dia.


(ryn/arh)


copy dari CNN Indonesia

Pengembalian mandat/tanggung jawab KPK kepada Presiden


"Saudara saudara yang terkasih dalam nama Tuhan yang mengasihi kita semua, izinkan saya bersama ini menyampaikan beberapa hal sehubungan dengan pengunduran diri saya sebagai Pimpinan KPK-terhitung mulai Senin 16 September 2019" (by Saut Situmorang)
....
Banyak yang melihat hasil pemilihan pemimpin baru KPK merupkan kabar buruk bagi aktivitis anti korupsi, dan sebaliknya merupakan “Kemenangan Oligarki Politik di Era Jokowi”.
selengkapnya : tempo



Minggu, 08 September 2019

Gaya Tanggung Jawab Kesehatan oleh Pemerintah



Iuran BPJS Kesehatan Naik, Fadli Zon: Defisit Kok Dibebankan ke Rakyat


8 September 2019

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon menyatakan rencana pemerintah menaikkan iuran jaminan kesehatan berlawanan dengan fungsi sosial yang mesti diemban lembaga BPJS Kesehatan.

Menurutnya, kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mestinya tidak harus dibebankan kepada masyarakat dan melawan logika unsur jaminan sosial.

“Merujuk pada perhitungan awal pendirian BPJS, premi yang dibayarkan memang tidak akan pernah mencukupi pembiayaan. Di sinilah letak kesalahan kita meletakkan BPJS seolah perusahaan asuransi murni. Negara mestinya mendudukkan sistem jaminan sosial sebagai instrumen dari produktivitas warganya,” ujarnya dikutip dari keterangan resminya, Minggu (8/9/2019).

Dia menuturkan konstitusi sudah mengamanatkan pemerintah untuk menjalankan amanat undang-undang yang menyatakan setiap orang berhak sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan berhak memperoleh layanan kesehatan.

“Siapa pun yang berkuasa di Indonesia harus menjalankan amanat konstitusi. Berangkat dari premis ini, setiap persoalan yang berkait dengan BPJS Kesehatan tak bisa langsung dilarikan ke logika rezim aktuaria kesehatan. Sebab BPJS bukanlah asuransi murni tapi sistem jaminan sosial. Karena BPJS instrumen jaminan sosial oleh negara, maka negara mestinya mempertimbangkan kemampuan warga dalam membayar iuran,” katanya.

Membebankan premi yang dibayarkan warga, katanya bisa merusak banyak hal, mulai sistem pengupahan, kesejahteraan tenaga kerja, dan lain-lain. Usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebagai cara untuk mengatasi defisit, kata, sesungguhnya sangat ironis. Di satu sisi pemerintah ingin menaikkan iuran, di sisi lain ada defisit, tapi BPJS telah lebih dulu mengurangi manfaat atau tanggungan berupa obat-obatan bagi pasien peserta BPJS Kesehatan.

“Ini adalah bentuk penyelenggaraan jaminan sosial yang buruk. Perlu evaluasi menyangkut kelembagaan, keorganisasian, SDM, dan sejauh mana sistem dalam BPJS itu berjalan transparan dan akuntabel.”

Sumber : Bisnis/JIBI

copy dari  solopos


http://www.lampost.co/berita-hubungan-gelap-dunia-farmasi

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Ditolak DPR

03 September 2019

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak rencana pemerintah untuk menaikkan premi atau iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hingga pemerintah menyelesaikan proses data cleansing peserta.

Berdasarkan simpulan Rapat Kerja Gabungan Komisi IX dan Komisi XI DPR bersama beberapa kementerian dan badan terkait, DPR menyatakan menolak usulan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk segmen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Suprayitno selaku pimpinan rapat tersebut menyatakan bahwa DPR tidak mempermasalahkan kenaikan iuran segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) karena ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Namun, menurutnya, kerap ditemukan ketidaksesuaian segmen dengan kondisi ekonomi peserta, seperti masyarakat kurang mampu yang tidak termasuk ke dalam PBI atau sebaliknya. Oleh karena itu, proses cleansing data dinilai mendesak sebelum pemerintah menaikkan besaran iuran.

“Ini yang penting, data cleansing ini targetnya kapan, berapa lama, karena ini nanti akan kita sinergikan dengan kenaikan iuran. Kalau defisitnya seperti itu, sampai kapan pun BPJS akan mandeg dan enggak berkelanjutan, saya kira ini harus kita selesaikan fokus pada data cleansing,” ujar Suprayitno, Senin (2/9).

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menyatakan pihaknya mengapresiasi DPR dan seluruh kementerian yang memiliki perhatian tinggi terhadap penyelesaian masalah keuangan asuransi sosial tersebut. Dia pun menerima keputusan yang disampaikan DPR.

Terkait dengan penolakan kenaikan iuran, Fahmi menegaskan bahwa pihaknya akan mempercepat proses cleansing data, terlebih setelah DPR mensyaratkan hal tersebut agar iuran dapat dinaikkan.

“Kalau kami prinsipnya, semakin cepat cleasing data akan semakin bagus. Saya ingin September [2019] selesai, deh. Tergantung bagaimana koordinasi [dengan] Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri,” ujar Fahmi pada Senin (2/9/2019).

Proses cleansing data seperti gerbang bagi BPJS Kesehatan untuk menyelesaikan permasalahan fundamental penyebab defisit badan tersebut, yang menurut Fahmi, adalah besaran iuran yang belum sesuai hitungan aktuaria.

Dia menjelaskan, setelah proses tersebut usai maka akan diterbitkan besaran iuran sesuai yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat tentang BPJS Kesehatan sebelumnya, pada Selasa (27/8/2019).

“Jadi kalau kita nanti ke depan ada keseimbangan antara iuran dengan pengeluaran tentu concern kita akan lebih banyak kepada service, memastikan service ini lebih baik,” ujarnya.

Sebelumnya, Sri menyampaikan bahwa Kemenkeu menerima usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk meningkatkan iuran kelas 3 sebesar Rp42.000. Tetapi, untuk kelas 2 dan 3, Kemenkeu menyampaikan usulan lebih besar dari DJSN yakni masing-masing sebesar Rp110.000 dan Rp160.000. “Dan ini [kenaikan iuran] kita mulainya Januari 2020,” ujar Sri.

Sumber : Bisnis/JIBI

copy dari : solopos

Senin, 02 September 2019

Ketika IMF Mengakui Ekonomi Indonesia Ada Masaslah

Pesan Bank Dunia ke Jokowi: Perbaiki CAD

02 September 2019

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama sejumlah menteri Kabinet Kerja hari ini, Senin (2/9/2019) menerima delegasi Bank Dunia untuk Indonesia di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Dalam pertemuan yang digelar secara tertutup itu, Bank Dunia dan pemerintah Indonesia membahas berbagai upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi eskalasi ekonomi global yang makin tak menentu.

"Kondisi ekonomi saat ini sedang melemah, risiko resesi pada ekonomi global meningkat, ada beberapa poin yang perlu diwaspadai," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves.

Rodrigo memandang, fundamental ekonomi makro Indonesia memang saat ini cukup solid terutama dari berbagai upaya pembangunan infrastruktur hingga menarik aliran investasi asing masuk ke Indonesia.

Namun, menurutnya, cara paling ampuh untuk menggenjot ekonomi di tengah ketidakpastian global adalah memperbaiki defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dengan penanaman modal asing.

"Cara itu paling baik untuk menambah modal juga memperbaiki aliran portofolio. Pemerintah perlu memberikan kredibilitas yang dibutuhkan dalam FDI. Aturan mainnya harus jelas, memenuhi aspek kepatuhan terhadap aturan yang berlaku," jelasnya.

Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan berada sedikit di atas angka 5%, atau tak jauh berbeda dengan proyeksi Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu yang lalu.

"Tantangan tahun depan bakal tetap bergantung pada ekonomi global, komoditas ekspor impornya," tegasnya.


(dru)


https://www.cnbcindonesia.com/news/20190902135900-4-96503/pesan-bank-dunia-ke-jokowi-perbaiki-cad

Minggu, 25 Agustus 2019

Bergaya Sejahterakan Masyarakat

GA KIRA2 NAIKNYA..

KLS 1 : Rp.80.000,- JADI Rp.120.000,-
KLS 2 : Rp.51.000,- JADI Rp.  80.000,-
KLS 3 : Rp.25.500,- JADI Rp.  42.000,-


Inilah hadiah terbaik di hari kemerdekaan ke 74 yaitu dgn dinaikkannya iuran BPJS kesehatan karena rakyat dah makmur

🤷‍♂😭😭😭☠

Iuran BPJS Bakal Naik Hingga Rp 40.000, Dirut: Kami Tak Terlibat


16 Agustus 2019


TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyetujui besaran kenaikan iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional yang diusulkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Ya, yang sesuai yang diberikan DJSN itu," kata Fachmi usai menghadiri acara BPJS Kesehatan Award di Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2019. BPJS memang menginginkan adanya penyesuaian iuran kepesertaan karena selama ini tidak ada perubahan nominal iuran sejak beberapa tahun terakhir.

Dalam rancangan usulan kenaikan iuran peserta JKN diperkirakan akan naik mulai dari Rp 16.500 hingga Rp 40.000 dari tiap kelas kepesertaan yang berbeda-beda. Usulan kenaikan iuran kelas 1 tercatat sebagai yang paling signifikan, dari Rp 80.000 menjadi Rp 120.000.

Lalu, iuran kelas 2 diusulkan untuk naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 80.000. Sementara iuran kelas 3 diusulkan untuk naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.

Fachmi menegaskan pihaknya tidak turut campur tangan dalam penyusunan nominal kenaikan iuran seperti yang telah dilakukan DJSN. Dia menyebut BPJS Kesehatan hanya menyodorkan data-data mengenai besaran pengeluaran yang dibutuhkan untuk membiayai tiap peserta dan berbagai informasi lainnya.

"Memang yang mengusulkan DJSN, tapi apakah kita terlibat, tentu tidak. Itu keputusan policy. Kalau dari sisi teknis, misal kebutuhan data informasi utilisasi, berapa biaya selama ini pengeluaran per orang per bulan, kita support data. Itu saja posisi kita," ucap Fachmi.

Fachmi menyebutkan saat ini BPJS Kesehatan hanya menunggu keputusan kenaikan jumlah iuran yang telah disepakati oleh pemerintah dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebelumnya memastikan iuran BPJS Kesehatan akan naik di semua kelas. Langkah ini diambil untuk menyelamatkan BPJS dari defisit yang terus naik.

"Semua kelas (akan naik). Karena antara jumlah urunan dengan beban yang dihadapi oleh BPJS tidak seimbang, sangat jauh," kata Moeldoko saat ditemui di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa, 6 Agustus 2019.

Moeldoko mengatakan Kantor Staf Presiden selama ini kerap menerima persoalan-persoalan mengenai BPJS Kesehatan. Karena itu, ia merasa kenaikan ini adalah hal yang sangat wajar. Tahun ini, BPJS Kesehatan memang diprediksi akan mengalami defisit hingga Rp 29 triliun.

Selain sebagai langkah penyelamatan BPJS Kesehatan, Moeldoko juga menyebut kenaikan ini juga perlu, agar masyarakat sadar bahwa untuk sehat itu perlu biaya yang mahal. "Saya tak ingin ada istilah kesehatan itu murah. Sehat itu mahal. Kalau sehat itu murah, orang nanti menyerahkan ke BPJS. Mati nanti BPJS," ujar Moeldoko.


copy dari tempo.co

Selasa, 20 Agustus 2019

Saudara Kami dari Papua, Mari Bersatu dalam Negera Republik Indonesia

Inilah Tokoh yang Diduga Terlibat Kerusuhan di Manokwari, Elite PDIP : Bawa Isu Papua Merdeka

Selasa, 20 Agustus 2019

Kerusuhan di Manokwari dan Benny
Diduga ada kelompok yang ikut mendesain
Peristiwa kerusuhan di Manokwari dan Sorong
Kelompok ini dipimpin oleh sosok yang kini tinggal di Inggris
Elite PDIP menyebut, kerusuhan di Manokwari penggiringan opini

SURYA.co.id - Diduga ada kelompok yang ikut mendesain kerusuhan di Manokwari dan Sorong. Kelompok ini dipimpin oleh sosok yang kini tinggal di Inggris.

Menurut elite PDIP yang juga anggota DPR RI, Effendi Simbolon, kerusuhan di Manokwari dan Sorong sebagai upaya penggiringan opini untuk mengangkat referendum di Papua Barat ke dunia internasional.

Karena itu, Effendi Simbolon mengingatkan pemerintah berhati-hati menangani kerusuhan di Manokwari dan Sorong, Papua Barat.

Menurutnya, penyelesaian rusuh tersebut tidak ditangani oleh banyak pihak.

"Presiden bisa menunjuk siapa ya, satu pintu betul-betul apapun coming out going dari informasi hanya dari satu pintu. Ini kan berbeda-beda ini si A si B penanganannya berbeda-beda," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2019).

"Kemudian perlakuannya juga, kemudian penyebutannya juga berbeda, ada yang mengatakan ini KKSB (Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata), ada yang mengatakan ini komponen yang separatis macam macam, lebih baik tunggal gitu," imbuh politisi PDIP ini.

Ia melihat, peristiwa yang terjadi di tanah Cendrawasih merupakan penggalangan opini, guna membawa isu referendum Papua Barat merdeka ke dunia internasional.

Benny Wenda (kanan) sekarang hidup di Inggris. ((Twitter/@BennyWenda))

Effendi Simbolon juga menduga peristiwa tersebut berkaitan dengan pergerakan politik yang dilakukan kelompok masyarakat Pembebasan Papua Barat, pimpinan Benny Wenda.

"Saya menduga seperti itu, karena ini di bulan yang sama,ada benang merahnya itu, jadi dia proxy sekali, betul-betul didesain, model isu internasional seperti ini penggalangan opininya dan ini puncaknya di bulan Desember ketika mereka maju di General Assembly (Majelis Umum) di PBB," pungkasnya.

Provokasi video rasis

Gedung DPRD Papua Barat dibakar oleh massa, Senin (19/8/2019).

Polisi menyebut, pembakaran tersebut diduga karena massa terprovokasi akun yang menyebarkan info hoaks di media sosial.

Hoaks tersebut berisi penangkapan mahasiswa Papua di Kota Surabaya dan Kota Malang dianggap diskriminasi.

Demikian diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo dalam konferensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, Senin siang.

"Mereka boleh dikatakan cukup terprovokasi dengan konten yang disebarkan oleh akun di medsos terkait peristiwa di Surabaya," ujar Dedi.

Konten yang dibangun di media sosial dan tersebar di antara warga Papua, lanjut Dedi, dapat membangun opini bahwa peristiwa penangkapan mahasiswa Papua adalah bentuk diskriminasi.

Bahkan, termuat praktik rasisme di sana.

Padahal, Dedi memastikan bahwa penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya itu sudah selesai secara hukum.

Awalnya, polisi menerima laporan mengenai perusakan bendera merah putih di asrama mahasiswa Papua.

Kemudian polisi memeriksa beberapa mahasiswa yang tinggal di asrama.

Karena tidak menemukan unsur pidana, kepolisian pun melepaskan mereka kembali.

Proses itu merupakan proses yang wajar dalam hukum.

"Peristiwa Surabaya sendiri sudah cukup kondusif dan berhasil diredam dengan baik. Tapi karena hal tersebut disebarkan oleh akun yang tidak bertanggungjawab, membakar atau mengagitasi mereka dan dianggap narasi tersebut adalah diskriminasi," ujar Dedi.

Kepolisian pun berharap warga Papua, baik yang ada di Pulau Papua maupun di penjuru Indonesia dapat menahan diri serta tidak terprovokasi, khususnya oleh pesan berantai di media sosial yang membentuk opini tertentu.

"Jangan terprovokasi oleh ulah oknum-oknum tertentu yang memang ingin membuat keruh keadaan," ujar Dedi.

Diberitakan, protes atas penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, masih berlanjut di Manokwari, Papua Barat, Senin pagi.

Aksi massa ini berunjung anarkis.

Pengunjuk rasa dengan membakar kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat di Jalan Siliwangi, Manokwari.

Selain Gedung DPRD, massa juga membakar sejumlah kendaraan roda dua dan roda empat.

Tidak hanya itu, massa juga melakukan pelemparan terhadap Kapolda Papua Barat dan Pangdam XVIII/Kasuari, yang datang untuk menenangkan massa.

Untuk menghentikan aksi anarkis tersebut, polisi terpaksa menembakan gas air mata.

Dedi memastikan, meski sempat terjadi kerusuhan, namun kepolisian dibantu TNI saat ini sudah berhasil mendinginkan massa di Manokwari.

Polri menerjunkan 7 SSK (Satuan Setingkat Kompi), sementara TNI menerjunkan 2 SKK untuk mengendalikan situasi di Manokwari.

"Untuk situasi, secara umum masih dapat dikendalikan oleh aparat kepolisian, baik Polda Papua Barat serta Polres di sekitar Manokwari bersama-sama TNI. Konsentrasi massa saat ini masih ada di satu titik saja, titik lain berhasil dikendalikan," ujar Dedi.

Ketua DPRD tak menyangka

Ketua DPRD Papua Barat Peter Kondjol menyayangkan aksi unjuk rasa di Manokwari yang memprotes dugaan rasisme dan persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur, berakhir rusuh.

Bahkan, kerusuhan di Manokwari itu berujung pada pembakaran gedung DPRD Papua Barat.

Peter mengatakan, pihaknya tidak menyangka aksi tersebut berujung rusuh, padahal Manokwari itu dikenal sebagai kota yang aman, kondusif, dan toleran.

"Kami tidak menyangka atau mengira kondisi ini bisa terjadi. Saya dapat laporan dari Manokwari. Posisi saya saat ini masih di Sorong untuk mengikuti upacara agustusan. Besok saya akan ke Manokwari," kata Peter kepada Kompas TV, Senin (19/8/2019).

Peter mengatakan, aksi ini merupakan imbas dari peristiwa dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa di Malang dan Surabaya, Jawa Timur.

Kemudian informasi tersebut disebar dengan nada provokatif melalui media sosial hingga akhirnya berujung kerusuhan di Manokwari.

Peter mengaku pihaknya mengetahui masalah yang terjadi di Malang dan Surabaya.

Pihaknya juga mendapat informasi bahwa masalah di Surabaya dan Malang diselesaikan dengan baik oleh aparat TNI, Polri, dan pemerintah daerah.

Kemudian sejumlah mahasiswa mengontak dirinya terkait rencana aksi unjuk rasa pada Senin di Manokwari untuk protes masalah di Surabaya dan Malang.

Peter pun mempersilakan mahasiswa untuk berdemo, tapi harus berlangsung dengan damai dan kondusif.

"Silakan demo, tapi harus damai. Itu pesan saya kepada adik-adik mahasiswa," kata Peter.

Namun, kenyataannya unjuk rasa berujung rusuh. Peter mengaku kaget aksi itu sampai pada pembakaran gedung DPRD Papua Barat yang merupakan simbol negara.

"Tapi hari ini berubah, malah terjadi pembakaran. Kami sayangkan kenapa ini bisa terjadi," katanya.

"Kami segera koordinasi dengan aparat keamanan. Kondisi sudah agak membaik, pihak TNI dan Polri berusaha meredam massa," kata Peter.

Peter mengatakan, pihaknya akan membentuk tim untuk membahas masalah ini demi mencari solusi yang tepat.

DPRD, kata Peter, akan berkoordinasi dengan TNI dan Polri serta tokoh masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut.

copy dari : tribunnews.com

Arsip Berita Tahun 2018

5 Fakta di Balik Bentrokan Ormas dan Mahasiswa Papua di Surabaya

Kompas.com - 16 Agustus 2018,


KOMPAS.com — Para mahasiswa di asrama Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya bentrok dengan sejumlah anggota ormas yang hendak memasang bendera di halaman asrama. Penghuni asrama menolak karena tahun-tahun sebelumnya tidak pernah dipaksa untuk memasang bendera Merah Putih di halaman asrama mereka. Satu orang terluka karena sabetan benda tajam dalam pertikaian pada Rabu (15/8/2018).

Ini fakta-fakta terkait peristiwa tersebut.

1. Pengibaran dilakukan oleh ormas gabungan

Pada Rabu (15/8/2018), organisasi masyarakat, seperti Patriot Muda, Benteng NKRI, dan Pemuda Pancasila (PP), mendatangi AMP untuk melakukan pemasangan bendera Merah Putih di halaman asrama di Jalan Kalasan No 10, Surabaya. Kedatangan puluhan anggota ormas tersebut disambut protes sejumlah mahasiswa. Para mahasiswa menolak pengibaran bendera di asrama mereka karena tahun-tahun sebelumnya tidak ada pengibaran bendera di asrama.  Adu mulut pun tak terhindarkan dan akhirnya berujung adu pukul antara kedua kelompok.  "Dengan emosional mereka menolak pemasangan. Sempat adu mulut, lalu terjadi baku hantam," kata Basuki, salah satu anggota ormas, Rabu (15/8/20018)

2. Anggota ormas terkena sabetan senjata tajam

Adu mulut berujung dengan perkelahian antara ormas dan mahasiswa di Asrama Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Surabaya. Satu orang anggota ormas terluka karena sabetan senjata tajam di tangannya. "Ada salah satu anggota ormas yang tangannya terkena sabetan parang oleh salah satu mahasiswa," kata Basuki, salah satu anggota ormas yang terlibat dalam bentrok, Rabu (15/8/2018). Korban yang merupakan salah satu anggota ormas tersebut segera melapor ke pihak berwajib. Pihak kepolisian segera datang ke lokasi dan melakukan penjagaan agar bentrokan dapat segera diredam.

3. Alasan menolak pengibaran bendera

Pascabentrokan di AMP di Jalan Kalasan No 10, Surabaya, pada Rabu (15/8/2018), polisi melakukan penjagaan ketat untuk mengantisipasi bentrokan terulang. Sejumlah anggota ormas juga tampak masih berjaga-jaga di luar asrama. Sebelumnya, seorang anggota ormas yang hendak memasang bendera Merah Putih di AMP terkena sabetan senjata tajam dari salah satu mahasiswa. Para mahasiswa di AMP menolak pengibaran bendera Merah Putih di lingkungan asrama AMP. "Dengan emosional mereka menolak pemasangan. Sempat adu mulut, lalu terjadi baku hantam," kata Basuki, salah satu anggota ormas. Menurut Camat Tambaksari Ridwan Mubarun, alasan mahasiswa AMP menolak pengibaran karena tahun-tahun sebelumnya tidak pernah ada pemasangan bendera di halaman AMP. "Tapi mereka justru marah-marah dan menyebut di Agustus tahun-tahun sebelumnya tidak pernah ada pengibaran bendera," kata Ridwan

4. AMP di Surabaya mendapat sorotan masyarakat sekitar

Kedatangan ormas gabungan tersebut ke AMP bukan tanpa sebab. Menurut Camat Tambaksari Ridwan Mubarun, sudah banyak keluhan warga sekitar atas aktivitas AMP. Warga sering terganggu dengan aktivitas mahasiswa yang menggelar acara secara terutup. Bahkan, mereka pernah menolak operasi yustisi di asrama tersebut. "Juli lalu, petugas gabungan melakukan operasi yustisi di sana tapi ditolak oleh mahasiswa," kata Ridwan Rabu (15/8/2018). Ridwan mengatakan, pihaknya pernah mengedarkan surat Wali Kota Surabaya yang meminta warganya untuk memasang bendera sejak 14-18 Agustus 2018, termasuk di asrama tersebut. "Sampai kemarin kami lihat belum ada bendera yang dikibarkan, akhirnya kami datangi," katanya.

5. Bendera Merah Putih berkibar di asrama AMP Surabaya

Setelah bentrokan, bendera Merah Putih tampak berkibar di halaman asrama AMP. Namun, hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari perwakilan mahasiswa AMP terkait penolakan mereka sebelumnya.  Sementara itu, menurut Ridwan, aksi ormas gabungan yang memasang bendera di asrama itu sebagai upaya untuk mengajak asrama AMP untuk memeriahkan HUT Kemerdekaan Indonesia dengan memasang bendera merah putih. "Mungkin anggota ormas itu mengingatkan, mungkin bisa jadi lupa memasang bendera," kata Ridwan. 



copy dari : kompas.com


Saudara Kami dari Papua, Ayo Kibarkan Sang Merah Putih dan Cintailah Republik Indonesia



Arsip Berita

Dituding Jadi Pemicu Konflik di Papua, ini Penjelasan Ormas di Surabaya,

Selasa, 20 Agustus 2019 14:27


SURYA.co.id | SURABAYA - Polda Jatim mengundang sejumlah perwakilan organisasi masyarakat (ormas), Selasa (20/8/2019).

Pemanggilan ini dilakukan untuk meredam potensi protes agar konflik yang terjadi di Asrama Mahasiswa Papua di Jl Kalasan Surabaya beberapa waktu lalu tidak lagi terjadi.

Ormas yang dipanggil dalah Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia (FKPPI), Pemuda Pancasila, dan Front Pembela Islam (FPI).

Perwakilan salah satu ormas, Tri Susanti mengatakan, kedatangannya beserta perwakilan ormas lainnya bertujuan menjalin komunikasi sekaligus berkoordinasi terkait insiden di Asrama Mahasiswa Papua yang sempat memanas.

"Kapolda Jatim ingin koordinasi dengan pihak ormas karena situasi yang di sana sedang panas," kata Susi di Mapolda Jatim.

Susi menilai, pihak Polda Jatim ingin meredam potensi protes massa dari ormas-ormas di Jatim khususnya di Surabaya, yang sewaktu-waktu bisa kembali bergejolak.

"Jadi mungkin masih dikhawatirkan kalau ormas ini akan melakukan tindakan-tindakan di luar itu," ujarnya.

"ini hanya cooling down," lanjutnya.

Penjelasan

Pertemuan ini juga menjadi momen bagi ormas untuk memberi penjelasan terkait keberadaan ormas di Asrama Mahasiswa Papua, Jumat (16/8/2019) lalu.

Ucapan-ucapan bernada rasialis di waktu itulah yang disebut-sebut menjadi pemicu konflik di Tanah Papua.

Susi mengatakan, kelompoknya berada di asrama mahasiswa Papua tidak untuk memicu konflik.

Dia menganggap, apa yang terjadi saat ini adalah imbas dari distorsi informasi di media sosial.

"Untuk dampak yang di sana (kondisi Papua Barat) kan mungkin ada juga yang memelintir di media sosial. Nah ini karena media sosial yang ramai," pungkasnya.

Di dalam forum yang berlangsung di ruang pertemuan Gedung Dirintelkam Mapolda Jatim itu, Susi mengaku sempat memberikan beberapa usualan agar potensi bentrok tak lagi terjadi dan keharmonisan antar masyarakat yang majemuk di Surabaya tetap terawat.

Temui Gubernur Khofifah

Sementara itu, Staf Khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogoya, dipastikan akan bertandang ke Jatim, Selasa (20/8/2019) sore ini.

Kedatangan Lenis Kogoya tersebut bakal disambut langsung oleh Gubernur Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi.

Tidak hanya akan bertemu dengan Khofifah, namun di Grahadi juga akan dihadirkan sejumlah mahasiwa Papua yang ada di Kota Surabaya.

Kabag Protokol Pemprov Jatim, Pulung Chausar, mengatakan bahwa dari jadwal yang telah disusun Pemprov, pertemuan antara gubernur dengan staf khusus presiden bakal diselenggarakan sore nanti.

"Ada perubahan jadwal, yang mulanya siang, menjadi sore nanti pukul 16.00 WIB, karena ada penundaan pesawat," kata Pulung pada Surya.

Dalam pertemuan tersebut juga akan hadir sebagai pendamping Kapolrestabes Surabaya dan juga sejumlah pejabat OPD di lingkungan Pemprov Jatim.

Sebelumnya, Gubernur Khofifah menyebut kedatangan Lenis sudah dikonfirmasi langsung padanya.

"Besok (hari ini) Pak Lenis Kogoya akan ke sini. Dulu (saat masih menjabat Menteri Sosial) saya sering ke Papua bersama beliau.

Kalau beliau ke sini saya akan cocokkan formatnya supaya sama-sama efektif dalam mendamaikan kondisi Papua maupun Jawa Timur," kata Khofifah.

Sedangkan untuk rencana pertemuan dengan Gubernur Papua Lukas Enemble, dikatakan Khofifah masih belum pasti kapan waktu tepatnya.

Namun dalam koordinasi terakhir melalui sambungan telepon, dikatakan Khofifah, Gubernur Lukas menyatakan akan datang ke Jawa Timur.

"Beliau menyampaikan ada rencana ke Jawa Timur. Tapi Mendagri saya mendengar bahwa Mendagri rencananya akan mengundang kami, gubernur papua dan gubernur papua barat, kami mengikuti saja," kata Khofifah.

Akan tetapi jika Mendagri berkenan pertemuan digelar di Jawa Timur, menurutnya akan lebih menggembirakan.

Karena pertemuan para kepala daerah tersebut juga bisa dilengkapi dengan silaturahmi bersama para mahasiswa Papua yang ada di Jawa Timur secara langsung.

"Kalau Mendagri berkenan pertemuan di Jawa Timur kami akan bersuka cita menerima. Dan bisa sambil silaturami dengan mahasiswa Papua yang ada di Jawa Timur. Karena Malang juga siap menyambut," tegas Khofifah.

Presiden Jokowi ke Papua

Seusai Kerusuhan di Manokwari, Presiden Jokowi secepatnya akan datang ke Papua untuk dialog dengan masyarakat Papua dan Papua Barat.

Kedatangan Presiden Jokowi berkaitan dengan dugaan praktik rasisme dan perkusi terhadap mahasiswa Papua.

Ujungnya, terjadi kerusuhan di tanah Papua Barat, yakni Kerusuhan di Manokwari dan Sorong. Massa juga diduga membakar gedung DPRD Papua Barat, Senin (19/8/2019).

"Mungkin dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita ajak Pak Presiden ke Papua lagi untuk berdialog, berdiskusi dengan masyarakat Papua," ujar Staf Khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogoya seusai bertemu Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/8/2019).

Lenis mengatakan, Presiden Jokowi akan menampung aspirasi dan masukan dari masyarakat Papua dan Papua Barat.

Aspirasi itu tidak hanya yang berkaitan dengan dugaan praktik rasisme dan persekusi mahasiswa Papua di Surabaya dan kerusuhan di Manokwari.

Namun, Kepala negara juga akan mendengarkan aspirasi masyarakat Papua terkait pemerintahan periode 2019-2024.

"Mungkin harapan-harapan apa saja yang masyarakat Papua pikirkan, kami akan minta langsung kepada Presiden. Mudah-mudahan minggu depan atau bulan ini lah. Supaya Presiden ke Papua dan ketemu langsung dengan masyarakat Papua dan Papua Barat," ujar Lenis.

Usut praktik rasisme

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo juga sudah berjanji, akan mengusut tuntas dugaan praktik rasisme terhadap mahasiswa asal Papua itu.

Dedi mengatakan, pintu masuk penyelidikan adalah dari video yang disebarkan dan viral di media sosial.

Video itu menampilkan situasi ketika mahasiswa asal Papua di asrama Surabaya didatangi sekelompok ormas, personel Polri dan TNI terkait dugaan penghinaan bendera merah putih, Jumat (16/8/2019) lalu.

"Nanti akan kami coba dalami lagi. Alat bukti dari video itu dulu. Video itu didalami dulu, setelah itu barulah siapa orang-orang atau oknum-oknum yang terlibat menyampaikan diksi dalam narasi (rasisme) seperti itu," ujar Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin.

Jokowi : mamaafkan lebih baik

Presiden Joko Widodo meminta seluruh warga Papua dan Papua Barat untuk tenang dan tidak meluapkan emosi secara berlebihan.

Menurut Kepala Negara, alangkah lebih baiknya apabila masyarakat Papua dan Papua Barat memaafkan jika merasa tersinggung.

"Saya tahu ada ketersinggungan, oleh sebab itu, sebagai saudara sebangsa dan setanah air, yang paling baik adalah saling memaafkan," kata Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (19/8/2019).

"Emosi itu boleh, memaafkan lebih baik. Sabar itu juga lebih baik," kata Jokowi.

Pemerintah, lanjut Jokowi, akan terus menjaga kehormatan dan kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat.

"Pemerintah akan terus menjaga kehormatan dan kesejahteraan Pace, Mace, Mama-mama, yang ada di Papua dan Papua Barat," ujar Jokowi.

Seperti diketahui kericuhan pecah di Manokwari, Papua Barat, sebagai ujung dari unjuk rasa massa.

Kerusuhan bermula dari aksi protes warga terhadap aksi persekusi dan diskriminasi rasial terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur.

Pengunjuk rasa bahkan membakar kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat di Jalan Siliwangi, Manokwari.

Selain Gedung DPRD Papua Barat, massa juga membakar sejumlah kendaraan roda dua dan roda empat.

Tidak hanya itu, massa juga melakukan pelemparan terhadap Kapolda Papua Barat dan Pangdam XVIII/Kasuari, yang datang untuk menenangkan massa.

Untuk menghentikan aksi anarkistis tersebut, polisi terpaksa menembakan gas air mata.

Meski sempat terjadi kerusuhan, namun kepolisian dibantu TNI masih terus melakukan negosiasi untuk mengendalikan situasi. (*)


copy dari tribunnews.com



Ormas Datangi Asrama Mahasiswa Papua di Jl Kalasan Surabaya

Jumat, 16 Agustus 2019 19:37


SURYA.co.id | SURABAYA - Asrama Mahasiswa Papua di Jl Kalasan, Surabaya, didatangi ormas, Jumat (16/8/2019).

Mereka mendatangi tempat tersebut dengan alasan para penghuninya tak mau mengibarkan bendera Merah Putih.

Mereka datang sejak tadi siang, untuk memasang bendera merah putih tepat di depan pagar.


Salah satu bagian dari massa, Amry, mengatakan bahwa sejak kemarin sudah melakukan mediasi untuk memasang bendera merah putih.

Kata dia, hal itu tidak diacuhkan.

"Disuruh masang tidak mau, dipasang malah dilepas," ujarnya saat ditemui Surya di depan asrama Mahasiswa Papua, Jum'at (16/8/2019).

Saat sore hari, aksi sempat pecah. Kedua kubu sempat saling lempar batu. Saat massa dari luar ingin masuk ke dalam asrama langsung dicegat petugas di depan pagar

Saat ini massa dari berbagai ormas masih bertahan di depan asrama tersebut.


https://surabaya.tribunnews.com/2019/08/16/ormas-datangi-asrama-mahasiswa-papua-di-jl-kalasan-surabaya.


Tahun 2018
  • dengan mengusung isu Papua merdeka, Aliansi Mahasiwa sudah menyuarakan separatisme. "Kami ingatkan agar bubar, kalau tidak mau ya polisi yang membubarkan" (Tempo, 1 Desember 2018)


Opini


Perilaku OPM Meningkatkan Kebencian Publik Terhadap Separatis

6 Desember 2018

Oleh : Anisa Medina, Mahasiswa PTN di Semarang

OPM (Organisasi Papua Merdeka) merupakan organisasi yang didirikan pada tahun 1965 dengan tujuan utama untuk memisahkan diri dariNKRI. Organisasi ini terbentuk akibat perasaan bahwa Papua sama sekali tidak memiliki hubungan sejarah dengan Indonesia. Hingga kini, di wilayah tersebut masih sering terjadi konflik, baik konflik vertikal antara kelompok masyarakt pro Papua merdeka dengan pemerintah Indonesia maupun konflik horizontal antarsesama masyarakat di tanah Papua yang terkait persoalan politik, ekonomi ataupun sosial budaya.

Gerakan OPM mengklaim bahwa Papua adalah wilayah otonom yang seharusnya menjadi sebuah negara berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Selain perihal perasaan tidak adanya hubungan historis dengan NKRI, kasus-kasus pelanggaran HAM oleh TNI/ABRI di Papua, kesenjangan sosial, diskriminasi ekonomi dan politik, serta perampasan alam mereka oleh Freeport menjadi isu pendorong sehingga Free West Papua Campaign ini semakin responsif ingin memisahkan diri dari NKRI.

Sejak awal terbentuknya, OPM telah menempuh jalur dialog diplomatik, diantaranya melakukan upacara pengibaranbendera Bintang Kejora dan melakukan aksi militan sebagai bagian darikonflik Papua. Salah satunya menampilkan bendera Bintang Kejora dan simbol lain dari kelompok tersebut, seperti lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua" dan lambang negara, yang telah diadopsi pada periode 1961 sampai pemerintahan Indonesia dimulai pada Mei 1963 di bawahPerjanjian New York.

OPM juga telah mengeluarkan ultimatum berperang kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia. Bahkan, dalam waktu dekat mereka berencana mendeklarasikan angkat senjata melawan Indonesia. Ultimatum perang itu disampaikan Mayor Jenderal G.Lekkagak Telenggen, usai dilantik sebagai Kepala Staf Operasi Pusat Komando Nasional Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Pergerakan OPM semakin masif, terbukti dengan adanya beberapa demonstrasi yang dilakukan di berbagai daerah. Salah satunya demonstrasi mahasiswa Papua yang mengatasnamakan diri Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) pada 1 Desember 2018 di Surabaya. Sekitar 300 mahasiswa Papua menggelar unjuk rasa di depan Studio Radio Republik Indonesia, Jalan Pemuda, Surabaya. Sambil mengenakan ikat kepala bercorak bendera Bintang Kejora, mahasiswa mendesak pemerintah agar memberi keleluasaan bagi rakyat Papua Barat untuk menentukan nasibnya sendiri. Mahasiswa juga menuntut kemerdekaan Papua. Unjuk rasa nyaris ricuh ketika sekitar 200 massa kontra Papua merdeka datang dan menggelar demonstrasi tandingan. Massa tandingan terdiri dari Pemuda Pancasila, Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri, Himpunan Keluarga Purnawirawan TNI Angkatan Darat dan organisasi pencak silat.

Dampak demostrasi yang dilakukan OPM tersebut, semakin memunculkan kebencian di masyarakat, serta semakin memunculkan opini bahwa separatisme adalah bahaya laten bagi NKRI dan wajib diwaspadai. Masyarakat semakin cemas dengan ancaman separatis yang selama ini dilakukan OPM, yang diperkirakan berdampak melemahkan kedaulatan RI di tanah Papua, ditambah dengan adanya dukungan dari luar negeri atas isu pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap masyarakat Papua. Mereka semakin vokal menyuarakan kebebasan Papua dalam berdaulat dan menentukan nasibnya sendiri. Mengapa ada gerakan seperti itu? Sebagian masyarakat Papua menganggap bahwa mereka tidak diperhatikan oleh pemerintah dan cenderung sumber daya alam yang ada di sana hanya dimanfaatkan tanpa berdampak langsung pada masyarakat asli Papua. Hal itu yang tentu mempengaruhi pemikiran masyarakat sehingga munculnya gerakan gerakan separatisme sebagai aksi kekecewaan.

Jika dilihat secara keseluruhan, selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, tanah Papua menjadi semakin maju. Tentunya tetap dalam kerangka NKRI. Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat agenda prioritas pembangunan infrastruktur nasional di Papua. Jokowi seolah menganakemaskan Papua yang selama ini dianggap seperti “anak tiri” bagi NKRI, dengan membangun infrastruktur yang nantinya dapat dimanfaatkan rakyat Papua. Salah satu infrastruktur yang tengah gencar dibangun adalah jalan.

Jokowi mengatakan pembangunan jalan di Papua mendorong lancarnya distribusi barang yang turut menghemat ongkos logistik dan ujungnya menurunkan harga barang. Jokowi ingin harga barang-barang di Papua bisa semakin murah seiring dengan makin lancarnya arus logistik barang. Infrastruktur jalan yang tersedia semakin baik akhirnya akan menjadi sumber pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia terutama di Papua. Dengan adanya agenda prioritas tersebut diharapkan mereduksi gerakan separatis di Papua dan ke depannya kepercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah RI semakin baik.


copy dari : neraca.co.id