Selasa, 20 Agustus 2019

Saudara Kami dari Papua, Ayo Kibarkan Sang Merah Putih dan Cintailah Republik Indonesia



Arsip Berita

Dituding Jadi Pemicu Konflik di Papua, ini Penjelasan Ormas di Surabaya,

Selasa, 20 Agustus 2019 14:27


SURYA.co.id | SURABAYA - Polda Jatim mengundang sejumlah perwakilan organisasi masyarakat (ormas), Selasa (20/8/2019).

Pemanggilan ini dilakukan untuk meredam potensi protes agar konflik yang terjadi di Asrama Mahasiswa Papua di Jl Kalasan Surabaya beberapa waktu lalu tidak lagi terjadi.

Ormas yang dipanggil dalah Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia (FKPPI), Pemuda Pancasila, dan Front Pembela Islam (FPI).

Perwakilan salah satu ormas, Tri Susanti mengatakan, kedatangannya beserta perwakilan ormas lainnya bertujuan menjalin komunikasi sekaligus berkoordinasi terkait insiden di Asrama Mahasiswa Papua yang sempat memanas.

"Kapolda Jatim ingin koordinasi dengan pihak ormas karena situasi yang di sana sedang panas," kata Susi di Mapolda Jatim.

Susi menilai, pihak Polda Jatim ingin meredam potensi protes massa dari ormas-ormas di Jatim khususnya di Surabaya, yang sewaktu-waktu bisa kembali bergejolak.

"Jadi mungkin masih dikhawatirkan kalau ormas ini akan melakukan tindakan-tindakan di luar itu," ujarnya.

"ini hanya cooling down," lanjutnya.

Penjelasan

Pertemuan ini juga menjadi momen bagi ormas untuk memberi penjelasan terkait keberadaan ormas di Asrama Mahasiswa Papua, Jumat (16/8/2019) lalu.

Ucapan-ucapan bernada rasialis di waktu itulah yang disebut-sebut menjadi pemicu konflik di Tanah Papua.

Susi mengatakan, kelompoknya berada di asrama mahasiswa Papua tidak untuk memicu konflik.

Dia menganggap, apa yang terjadi saat ini adalah imbas dari distorsi informasi di media sosial.

"Untuk dampak yang di sana (kondisi Papua Barat) kan mungkin ada juga yang memelintir di media sosial. Nah ini karena media sosial yang ramai," pungkasnya.

Di dalam forum yang berlangsung di ruang pertemuan Gedung Dirintelkam Mapolda Jatim itu, Susi mengaku sempat memberikan beberapa usualan agar potensi bentrok tak lagi terjadi dan keharmonisan antar masyarakat yang majemuk di Surabaya tetap terawat.

Temui Gubernur Khofifah

Sementara itu, Staf Khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogoya, dipastikan akan bertandang ke Jatim, Selasa (20/8/2019) sore ini.

Kedatangan Lenis Kogoya tersebut bakal disambut langsung oleh Gubernur Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi.

Tidak hanya akan bertemu dengan Khofifah, namun di Grahadi juga akan dihadirkan sejumlah mahasiwa Papua yang ada di Kota Surabaya.

Kabag Protokol Pemprov Jatim, Pulung Chausar, mengatakan bahwa dari jadwal yang telah disusun Pemprov, pertemuan antara gubernur dengan staf khusus presiden bakal diselenggarakan sore nanti.

"Ada perubahan jadwal, yang mulanya siang, menjadi sore nanti pukul 16.00 WIB, karena ada penundaan pesawat," kata Pulung pada Surya.

Dalam pertemuan tersebut juga akan hadir sebagai pendamping Kapolrestabes Surabaya dan juga sejumlah pejabat OPD di lingkungan Pemprov Jatim.

Sebelumnya, Gubernur Khofifah menyebut kedatangan Lenis sudah dikonfirmasi langsung padanya.

"Besok (hari ini) Pak Lenis Kogoya akan ke sini. Dulu (saat masih menjabat Menteri Sosial) saya sering ke Papua bersama beliau.

Kalau beliau ke sini saya akan cocokkan formatnya supaya sama-sama efektif dalam mendamaikan kondisi Papua maupun Jawa Timur," kata Khofifah.

Sedangkan untuk rencana pertemuan dengan Gubernur Papua Lukas Enemble, dikatakan Khofifah masih belum pasti kapan waktu tepatnya.

Namun dalam koordinasi terakhir melalui sambungan telepon, dikatakan Khofifah, Gubernur Lukas menyatakan akan datang ke Jawa Timur.

"Beliau menyampaikan ada rencana ke Jawa Timur. Tapi Mendagri saya mendengar bahwa Mendagri rencananya akan mengundang kami, gubernur papua dan gubernur papua barat, kami mengikuti saja," kata Khofifah.

Akan tetapi jika Mendagri berkenan pertemuan digelar di Jawa Timur, menurutnya akan lebih menggembirakan.

Karena pertemuan para kepala daerah tersebut juga bisa dilengkapi dengan silaturahmi bersama para mahasiswa Papua yang ada di Jawa Timur secara langsung.

"Kalau Mendagri berkenan pertemuan di Jawa Timur kami akan bersuka cita menerima. Dan bisa sambil silaturami dengan mahasiswa Papua yang ada di Jawa Timur. Karena Malang juga siap menyambut," tegas Khofifah.

Presiden Jokowi ke Papua

Seusai Kerusuhan di Manokwari, Presiden Jokowi secepatnya akan datang ke Papua untuk dialog dengan masyarakat Papua dan Papua Barat.

Kedatangan Presiden Jokowi berkaitan dengan dugaan praktik rasisme dan perkusi terhadap mahasiswa Papua.

Ujungnya, terjadi kerusuhan di tanah Papua Barat, yakni Kerusuhan di Manokwari dan Sorong. Massa juga diduga membakar gedung DPRD Papua Barat, Senin (19/8/2019).

"Mungkin dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita ajak Pak Presiden ke Papua lagi untuk berdialog, berdiskusi dengan masyarakat Papua," ujar Staf Khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogoya seusai bertemu Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/8/2019).

Lenis mengatakan, Presiden Jokowi akan menampung aspirasi dan masukan dari masyarakat Papua dan Papua Barat.

Aspirasi itu tidak hanya yang berkaitan dengan dugaan praktik rasisme dan persekusi mahasiswa Papua di Surabaya dan kerusuhan di Manokwari.

Namun, Kepala negara juga akan mendengarkan aspirasi masyarakat Papua terkait pemerintahan periode 2019-2024.

"Mungkin harapan-harapan apa saja yang masyarakat Papua pikirkan, kami akan minta langsung kepada Presiden. Mudah-mudahan minggu depan atau bulan ini lah. Supaya Presiden ke Papua dan ketemu langsung dengan masyarakat Papua dan Papua Barat," ujar Lenis.

Usut praktik rasisme

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo juga sudah berjanji, akan mengusut tuntas dugaan praktik rasisme terhadap mahasiswa asal Papua itu.

Dedi mengatakan, pintu masuk penyelidikan adalah dari video yang disebarkan dan viral di media sosial.

Video itu menampilkan situasi ketika mahasiswa asal Papua di asrama Surabaya didatangi sekelompok ormas, personel Polri dan TNI terkait dugaan penghinaan bendera merah putih, Jumat (16/8/2019) lalu.

"Nanti akan kami coba dalami lagi. Alat bukti dari video itu dulu. Video itu didalami dulu, setelah itu barulah siapa orang-orang atau oknum-oknum yang terlibat menyampaikan diksi dalam narasi (rasisme) seperti itu," ujar Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin.

Jokowi : mamaafkan lebih baik

Presiden Joko Widodo meminta seluruh warga Papua dan Papua Barat untuk tenang dan tidak meluapkan emosi secara berlebihan.

Menurut Kepala Negara, alangkah lebih baiknya apabila masyarakat Papua dan Papua Barat memaafkan jika merasa tersinggung.

"Saya tahu ada ketersinggungan, oleh sebab itu, sebagai saudara sebangsa dan setanah air, yang paling baik adalah saling memaafkan," kata Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (19/8/2019).

"Emosi itu boleh, memaafkan lebih baik. Sabar itu juga lebih baik," kata Jokowi.

Pemerintah, lanjut Jokowi, akan terus menjaga kehormatan dan kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat.

"Pemerintah akan terus menjaga kehormatan dan kesejahteraan Pace, Mace, Mama-mama, yang ada di Papua dan Papua Barat," ujar Jokowi.

Seperti diketahui kericuhan pecah di Manokwari, Papua Barat, sebagai ujung dari unjuk rasa massa.

Kerusuhan bermula dari aksi protes warga terhadap aksi persekusi dan diskriminasi rasial terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur.

Pengunjuk rasa bahkan membakar kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat di Jalan Siliwangi, Manokwari.

Selain Gedung DPRD Papua Barat, massa juga membakar sejumlah kendaraan roda dua dan roda empat.

Tidak hanya itu, massa juga melakukan pelemparan terhadap Kapolda Papua Barat dan Pangdam XVIII/Kasuari, yang datang untuk menenangkan massa.

Untuk menghentikan aksi anarkistis tersebut, polisi terpaksa menembakan gas air mata.

Meski sempat terjadi kerusuhan, namun kepolisian dibantu TNI masih terus melakukan negosiasi untuk mengendalikan situasi. (*)


copy dari tribunnews.com



Ormas Datangi Asrama Mahasiswa Papua di Jl Kalasan Surabaya

Jumat, 16 Agustus 2019 19:37


SURYA.co.id | SURABAYA - Asrama Mahasiswa Papua di Jl Kalasan, Surabaya, didatangi ormas, Jumat (16/8/2019).

Mereka mendatangi tempat tersebut dengan alasan para penghuninya tak mau mengibarkan bendera Merah Putih.

Mereka datang sejak tadi siang, untuk memasang bendera merah putih tepat di depan pagar.


Salah satu bagian dari massa, Amry, mengatakan bahwa sejak kemarin sudah melakukan mediasi untuk memasang bendera merah putih.

Kata dia, hal itu tidak diacuhkan.

"Disuruh masang tidak mau, dipasang malah dilepas," ujarnya saat ditemui Surya di depan asrama Mahasiswa Papua, Jum'at (16/8/2019).

Saat sore hari, aksi sempat pecah. Kedua kubu sempat saling lempar batu. Saat massa dari luar ingin masuk ke dalam asrama langsung dicegat petugas di depan pagar

Saat ini massa dari berbagai ormas masih bertahan di depan asrama tersebut.


https://surabaya.tribunnews.com/2019/08/16/ormas-datangi-asrama-mahasiswa-papua-di-jl-kalasan-surabaya.


Tahun 2018
  • dengan mengusung isu Papua merdeka, Aliansi Mahasiwa sudah menyuarakan separatisme. "Kami ingatkan agar bubar, kalau tidak mau ya polisi yang membubarkan" (Tempo, 1 Desember 2018)


Opini


Perilaku OPM Meningkatkan Kebencian Publik Terhadap Separatis

6 Desember 2018

Oleh : Anisa Medina, Mahasiswa PTN di Semarang

OPM (Organisasi Papua Merdeka) merupakan organisasi yang didirikan pada tahun 1965 dengan tujuan utama untuk memisahkan diri dariNKRI. Organisasi ini terbentuk akibat perasaan bahwa Papua sama sekali tidak memiliki hubungan sejarah dengan Indonesia. Hingga kini, di wilayah tersebut masih sering terjadi konflik, baik konflik vertikal antara kelompok masyarakt pro Papua merdeka dengan pemerintah Indonesia maupun konflik horizontal antarsesama masyarakat di tanah Papua yang terkait persoalan politik, ekonomi ataupun sosial budaya.

Gerakan OPM mengklaim bahwa Papua adalah wilayah otonom yang seharusnya menjadi sebuah negara berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Selain perihal perasaan tidak adanya hubungan historis dengan NKRI, kasus-kasus pelanggaran HAM oleh TNI/ABRI di Papua, kesenjangan sosial, diskriminasi ekonomi dan politik, serta perampasan alam mereka oleh Freeport menjadi isu pendorong sehingga Free West Papua Campaign ini semakin responsif ingin memisahkan diri dari NKRI.

Sejak awal terbentuknya, OPM telah menempuh jalur dialog diplomatik, diantaranya melakukan upacara pengibaranbendera Bintang Kejora dan melakukan aksi militan sebagai bagian darikonflik Papua. Salah satunya menampilkan bendera Bintang Kejora dan simbol lain dari kelompok tersebut, seperti lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua" dan lambang negara, yang telah diadopsi pada periode 1961 sampai pemerintahan Indonesia dimulai pada Mei 1963 di bawahPerjanjian New York.

OPM juga telah mengeluarkan ultimatum berperang kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia. Bahkan, dalam waktu dekat mereka berencana mendeklarasikan angkat senjata melawan Indonesia. Ultimatum perang itu disampaikan Mayor Jenderal G.Lekkagak Telenggen, usai dilantik sebagai Kepala Staf Operasi Pusat Komando Nasional Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Pergerakan OPM semakin masif, terbukti dengan adanya beberapa demonstrasi yang dilakukan di berbagai daerah. Salah satunya demonstrasi mahasiswa Papua yang mengatasnamakan diri Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) pada 1 Desember 2018 di Surabaya. Sekitar 300 mahasiswa Papua menggelar unjuk rasa di depan Studio Radio Republik Indonesia, Jalan Pemuda, Surabaya. Sambil mengenakan ikat kepala bercorak bendera Bintang Kejora, mahasiswa mendesak pemerintah agar memberi keleluasaan bagi rakyat Papua Barat untuk menentukan nasibnya sendiri. Mahasiswa juga menuntut kemerdekaan Papua. Unjuk rasa nyaris ricuh ketika sekitar 200 massa kontra Papua merdeka datang dan menggelar demonstrasi tandingan. Massa tandingan terdiri dari Pemuda Pancasila, Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri, Himpunan Keluarga Purnawirawan TNI Angkatan Darat dan organisasi pencak silat.

Dampak demostrasi yang dilakukan OPM tersebut, semakin memunculkan kebencian di masyarakat, serta semakin memunculkan opini bahwa separatisme adalah bahaya laten bagi NKRI dan wajib diwaspadai. Masyarakat semakin cemas dengan ancaman separatis yang selama ini dilakukan OPM, yang diperkirakan berdampak melemahkan kedaulatan RI di tanah Papua, ditambah dengan adanya dukungan dari luar negeri atas isu pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap masyarakat Papua. Mereka semakin vokal menyuarakan kebebasan Papua dalam berdaulat dan menentukan nasibnya sendiri. Mengapa ada gerakan seperti itu? Sebagian masyarakat Papua menganggap bahwa mereka tidak diperhatikan oleh pemerintah dan cenderung sumber daya alam yang ada di sana hanya dimanfaatkan tanpa berdampak langsung pada masyarakat asli Papua. Hal itu yang tentu mempengaruhi pemikiran masyarakat sehingga munculnya gerakan gerakan separatisme sebagai aksi kekecewaan.

Jika dilihat secara keseluruhan, selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, tanah Papua menjadi semakin maju. Tentunya tetap dalam kerangka NKRI. Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat agenda prioritas pembangunan infrastruktur nasional di Papua. Jokowi seolah menganakemaskan Papua yang selama ini dianggap seperti “anak tiri” bagi NKRI, dengan membangun infrastruktur yang nantinya dapat dimanfaatkan rakyat Papua. Salah satu infrastruktur yang tengah gencar dibangun adalah jalan.

Jokowi mengatakan pembangunan jalan di Papua mendorong lancarnya distribusi barang yang turut menghemat ongkos logistik dan ujungnya menurunkan harga barang. Jokowi ingin harga barang-barang di Papua bisa semakin murah seiring dengan makin lancarnya arus logistik barang. Infrastruktur jalan yang tersedia semakin baik akhirnya akan menjadi sumber pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia terutama di Papua. Dengan adanya agenda prioritas tersebut diharapkan mereduksi gerakan separatis di Papua dan ke depannya kepercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah RI semakin baik.


copy dari : neraca.co.id