Minggu, 08 September 2019

Gaya Tanggung Jawab Kesehatan oleh Pemerintah



Iuran BPJS Kesehatan Naik, Fadli Zon: Defisit Kok Dibebankan ke Rakyat


8 September 2019

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon menyatakan rencana pemerintah menaikkan iuran jaminan kesehatan berlawanan dengan fungsi sosial yang mesti diemban lembaga BPJS Kesehatan.

Menurutnya, kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mestinya tidak harus dibebankan kepada masyarakat dan melawan logika unsur jaminan sosial.

“Merujuk pada perhitungan awal pendirian BPJS, premi yang dibayarkan memang tidak akan pernah mencukupi pembiayaan. Di sinilah letak kesalahan kita meletakkan BPJS seolah perusahaan asuransi murni. Negara mestinya mendudukkan sistem jaminan sosial sebagai instrumen dari produktivitas warganya,” ujarnya dikutip dari keterangan resminya, Minggu (8/9/2019).

Dia menuturkan konstitusi sudah mengamanatkan pemerintah untuk menjalankan amanat undang-undang yang menyatakan setiap orang berhak sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan berhak memperoleh layanan kesehatan.

“Siapa pun yang berkuasa di Indonesia harus menjalankan amanat konstitusi. Berangkat dari premis ini, setiap persoalan yang berkait dengan BPJS Kesehatan tak bisa langsung dilarikan ke logika rezim aktuaria kesehatan. Sebab BPJS bukanlah asuransi murni tapi sistem jaminan sosial. Karena BPJS instrumen jaminan sosial oleh negara, maka negara mestinya mempertimbangkan kemampuan warga dalam membayar iuran,” katanya.

Membebankan premi yang dibayarkan warga, katanya bisa merusak banyak hal, mulai sistem pengupahan, kesejahteraan tenaga kerja, dan lain-lain. Usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebagai cara untuk mengatasi defisit, kata, sesungguhnya sangat ironis. Di satu sisi pemerintah ingin menaikkan iuran, di sisi lain ada defisit, tapi BPJS telah lebih dulu mengurangi manfaat atau tanggungan berupa obat-obatan bagi pasien peserta BPJS Kesehatan.

“Ini adalah bentuk penyelenggaraan jaminan sosial yang buruk. Perlu evaluasi menyangkut kelembagaan, keorganisasian, SDM, dan sejauh mana sistem dalam BPJS itu berjalan transparan dan akuntabel.”

Sumber : Bisnis/JIBI

copy dari  solopos


http://www.lampost.co/berita-hubungan-gelap-dunia-farmasi

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Ditolak DPR

03 September 2019

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak rencana pemerintah untuk menaikkan premi atau iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hingga pemerintah menyelesaikan proses data cleansing peserta.

Berdasarkan simpulan Rapat Kerja Gabungan Komisi IX dan Komisi XI DPR bersama beberapa kementerian dan badan terkait, DPR menyatakan menolak usulan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk segmen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Suprayitno selaku pimpinan rapat tersebut menyatakan bahwa DPR tidak mempermasalahkan kenaikan iuran segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) karena ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Namun, menurutnya, kerap ditemukan ketidaksesuaian segmen dengan kondisi ekonomi peserta, seperti masyarakat kurang mampu yang tidak termasuk ke dalam PBI atau sebaliknya. Oleh karena itu, proses cleansing data dinilai mendesak sebelum pemerintah menaikkan besaran iuran.

“Ini yang penting, data cleansing ini targetnya kapan, berapa lama, karena ini nanti akan kita sinergikan dengan kenaikan iuran. Kalau defisitnya seperti itu, sampai kapan pun BPJS akan mandeg dan enggak berkelanjutan, saya kira ini harus kita selesaikan fokus pada data cleansing,” ujar Suprayitno, Senin (2/9).

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menyatakan pihaknya mengapresiasi DPR dan seluruh kementerian yang memiliki perhatian tinggi terhadap penyelesaian masalah keuangan asuransi sosial tersebut. Dia pun menerima keputusan yang disampaikan DPR.

Terkait dengan penolakan kenaikan iuran, Fahmi menegaskan bahwa pihaknya akan mempercepat proses cleansing data, terlebih setelah DPR mensyaratkan hal tersebut agar iuran dapat dinaikkan.

“Kalau kami prinsipnya, semakin cepat cleasing data akan semakin bagus. Saya ingin September [2019] selesai, deh. Tergantung bagaimana koordinasi [dengan] Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri,” ujar Fahmi pada Senin (2/9/2019).

Proses cleansing data seperti gerbang bagi BPJS Kesehatan untuk menyelesaikan permasalahan fundamental penyebab defisit badan tersebut, yang menurut Fahmi, adalah besaran iuran yang belum sesuai hitungan aktuaria.

Dia menjelaskan, setelah proses tersebut usai maka akan diterbitkan besaran iuran sesuai yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat tentang BPJS Kesehatan sebelumnya, pada Selasa (27/8/2019).

“Jadi kalau kita nanti ke depan ada keseimbangan antara iuran dengan pengeluaran tentu concern kita akan lebih banyak kepada service, memastikan service ini lebih baik,” ujarnya.

Sebelumnya, Sri menyampaikan bahwa Kemenkeu menerima usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk meningkatkan iuran kelas 3 sebesar Rp42.000. Tetapi, untuk kelas 2 dan 3, Kemenkeu menyampaikan usulan lebih besar dari DJSN yakni masing-masing sebesar Rp110.000 dan Rp160.000. “Dan ini [kenaikan iuran] kita mulainya Januari 2020,” ujar Sri.

Sumber : Bisnis/JIBI

copy dari : solopos