Selasa, 20 Agustus 2019

Saudara Kami dari Papua, Mari Bersatu dalam Negera Republik Indonesia

Inilah Tokoh yang Diduga Terlibat Kerusuhan di Manokwari, Elite PDIP : Bawa Isu Papua Merdeka

Selasa, 20 Agustus 2019

Kerusuhan di Manokwari dan Benny
Diduga ada kelompok yang ikut mendesain
Peristiwa kerusuhan di Manokwari dan Sorong
Kelompok ini dipimpin oleh sosok yang kini tinggal di Inggris
Elite PDIP menyebut, kerusuhan di Manokwari penggiringan opini

SURYA.co.id - Diduga ada kelompok yang ikut mendesain kerusuhan di Manokwari dan Sorong. Kelompok ini dipimpin oleh sosok yang kini tinggal di Inggris.

Menurut elite PDIP yang juga anggota DPR RI, Effendi Simbolon, kerusuhan di Manokwari dan Sorong sebagai upaya penggiringan opini untuk mengangkat referendum di Papua Barat ke dunia internasional.

Karena itu, Effendi Simbolon mengingatkan pemerintah berhati-hati menangani kerusuhan di Manokwari dan Sorong, Papua Barat.

Menurutnya, penyelesaian rusuh tersebut tidak ditangani oleh banyak pihak.

"Presiden bisa menunjuk siapa ya, satu pintu betul-betul apapun coming out going dari informasi hanya dari satu pintu. Ini kan berbeda-beda ini si A si B penanganannya berbeda-beda," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2019).

"Kemudian perlakuannya juga, kemudian penyebutannya juga berbeda, ada yang mengatakan ini KKSB (Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata), ada yang mengatakan ini komponen yang separatis macam macam, lebih baik tunggal gitu," imbuh politisi PDIP ini.

Ia melihat, peristiwa yang terjadi di tanah Cendrawasih merupakan penggalangan opini, guna membawa isu referendum Papua Barat merdeka ke dunia internasional.

Benny Wenda (kanan) sekarang hidup di Inggris. ((Twitter/@BennyWenda))

Effendi Simbolon juga menduga peristiwa tersebut berkaitan dengan pergerakan politik yang dilakukan kelompok masyarakat Pembebasan Papua Barat, pimpinan Benny Wenda.

"Saya menduga seperti itu, karena ini di bulan yang sama,ada benang merahnya itu, jadi dia proxy sekali, betul-betul didesain, model isu internasional seperti ini penggalangan opininya dan ini puncaknya di bulan Desember ketika mereka maju di General Assembly (Majelis Umum) di PBB," pungkasnya.

Provokasi video rasis

Gedung DPRD Papua Barat dibakar oleh massa, Senin (19/8/2019).

Polisi menyebut, pembakaran tersebut diduga karena massa terprovokasi akun yang menyebarkan info hoaks di media sosial.

Hoaks tersebut berisi penangkapan mahasiswa Papua di Kota Surabaya dan Kota Malang dianggap diskriminasi.

Demikian diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo dalam konferensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, Senin siang.

"Mereka boleh dikatakan cukup terprovokasi dengan konten yang disebarkan oleh akun di medsos terkait peristiwa di Surabaya," ujar Dedi.

Konten yang dibangun di media sosial dan tersebar di antara warga Papua, lanjut Dedi, dapat membangun opini bahwa peristiwa penangkapan mahasiswa Papua adalah bentuk diskriminasi.

Bahkan, termuat praktik rasisme di sana.

Padahal, Dedi memastikan bahwa penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya itu sudah selesai secara hukum.

Awalnya, polisi menerima laporan mengenai perusakan bendera merah putih di asrama mahasiswa Papua.

Kemudian polisi memeriksa beberapa mahasiswa yang tinggal di asrama.

Karena tidak menemukan unsur pidana, kepolisian pun melepaskan mereka kembali.

Proses itu merupakan proses yang wajar dalam hukum.

"Peristiwa Surabaya sendiri sudah cukup kondusif dan berhasil diredam dengan baik. Tapi karena hal tersebut disebarkan oleh akun yang tidak bertanggungjawab, membakar atau mengagitasi mereka dan dianggap narasi tersebut adalah diskriminasi," ujar Dedi.

Kepolisian pun berharap warga Papua, baik yang ada di Pulau Papua maupun di penjuru Indonesia dapat menahan diri serta tidak terprovokasi, khususnya oleh pesan berantai di media sosial yang membentuk opini tertentu.

"Jangan terprovokasi oleh ulah oknum-oknum tertentu yang memang ingin membuat keruh keadaan," ujar Dedi.

Diberitakan, protes atas penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, masih berlanjut di Manokwari, Papua Barat, Senin pagi.

Aksi massa ini berunjung anarkis.

Pengunjuk rasa dengan membakar kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat di Jalan Siliwangi, Manokwari.

Selain Gedung DPRD, massa juga membakar sejumlah kendaraan roda dua dan roda empat.

Tidak hanya itu, massa juga melakukan pelemparan terhadap Kapolda Papua Barat dan Pangdam XVIII/Kasuari, yang datang untuk menenangkan massa.

Untuk menghentikan aksi anarkis tersebut, polisi terpaksa menembakan gas air mata.

Dedi memastikan, meski sempat terjadi kerusuhan, namun kepolisian dibantu TNI saat ini sudah berhasil mendinginkan massa di Manokwari.

Polri menerjunkan 7 SSK (Satuan Setingkat Kompi), sementara TNI menerjunkan 2 SKK untuk mengendalikan situasi di Manokwari.

"Untuk situasi, secara umum masih dapat dikendalikan oleh aparat kepolisian, baik Polda Papua Barat serta Polres di sekitar Manokwari bersama-sama TNI. Konsentrasi massa saat ini masih ada di satu titik saja, titik lain berhasil dikendalikan," ujar Dedi.

Ketua DPRD tak menyangka

Ketua DPRD Papua Barat Peter Kondjol menyayangkan aksi unjuk rasa di Manokwari yang memprotes dugaan rasisme dan persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur, berakhir rusuh.

Bahkan, kerusuhan di Manokwari itu berujung pada pembakaran gedung DPRD Papua Barat.

Peter mengatakan, pihaknya tidak menyangka aksi tersebut berujung rusuh, padahal Manokwari itu dikenal sebagai kota yang aman, kondusif, dan toleran.

"Kami tidak menyangka atau mengira kondisi ini bisa terjadi. Saya dapat laporan dari Manokwari. Posisi saya saat ini masih di Sorong untuk mengikuti upacara agustusan. Besok saya akan ke Manokwari," kata Peter kepada Kompas TV, Senin (19/8/2019).

Peter mengatakan, aksi ini merupakan imbas dari peristiwa dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa di Malang dan Surabaya, Jawa Timur.

Kemudian informasi tersebut disebar dengan nada provokatif melalui media sosial hingga akhirnya berujung kerusuhan di Manokwari.

Peter mengaku pihaknya mengetahui masalah yang terjadi di Malang dan Surabaya.

Pihaknya juga mendapat informasi bahwa masalah di Surabaya dan Malang diselesaikan dengan baik oleh aparat TNI, Polri, dan pemerintah daerah.

Kemudian sejumlah mahasiswa mengontak dirinya terkait rencana aksi unjuk rasa pada Senin di Manokwari untuk protes masalah di Surabaya dan Malang.

Peter pun mempersilakan mahasiswa untuk berdemo, tapi harus berlangsung dengan damai dan kondusif.

"Silakan demo, tapi harus damai. Itu pesan saya kepada adik-adik mahasiswa," kata Peter.

Namun, kenyataannya unjuk rasa berujung rusuh. Peter mengaku kaget aksi itu sampai pada pembakaran gedung DPRD Papua Barat yang merupakan simbol negara.

"Tapi hari ini berubah, malah terjadi pembakaran. Kami sayangkan kenapa ini bisa terjadi," katanya.

"Kami segera koordinasi dengan aparat keamanan. Kondisi sudah agak membaik, pihak TNI dan Polri berusaha meredam massa," kata Peter.

Peter mengatakan, pihaknya akan membentuk tim untuk membahas masalah ini demi mencari solusi yang tepat.

DPRD, kata Peter, akan berkoordinasi dengan TNI dan Polri serta tokoh masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut.

copy dari : tribunnews.com

Arsip Berita Tahun 2018

5 Fakta di Balik Bentrokan Ormas dan Mahasiswa Papua di Surabaya

Kompas.com - 16 Agustus 2018,


KOMPAS.com — Para mahasiswa di asrama Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya bentrok dengan sejumlah anggota ormas yang hendak memasang bendera di halaman asrama. Penghuni asrama menolak karena tahun-tahun sebelumnya tidak pernah dipaksa untuk memasang bendera Merah Putih di halaman asrama mereka. Satu orang terluka karena sabetan benda tajam dalam pertikaian pada Rabu (15/8/2018).

Ini fakta-fakta terkait peristiwa tersebut.

1. Pengibaran dilakukan oleh ormas gabungan

Pada Rabu (15/8/2018), organisasi masyarakat, seperti Patriot Muda, Benteng NKRI, dan Pemuda Pancasila (PP), mendatangi AMP untuk melakukan pemasangan bendera Merah Putih di halaman asrama di Jalan Kalasan No 10, Surabaya. Kedatangan puluhan anggota ormas tersebut disambut protes sejumlah mahasiswa. Para mahasiswa menolak pengibaran bendera di asrama mereka karena tahun-tahun sebelumnya tidak ada pengibaran bendera di asrama.  Adu mulut pun tak terhindarkan dan akhirnya berujung adu pukul antara kedua kelompok.  "Dengan emosional mereka menolak pemasangan. Sempat adu mulut, lalu terjadi baku hantam," kata Basuki, salah satu anggota ormas, Rabu (15/8/20018)

2. Anggota ormas terkena sabetan senjata tajam

Adu mulut berujung dengan perkelahian antara ormas dan mahasiswa di Asrama Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Surabaya. Satu orang anggota ormas terluka karena sabetan senjata tajam di tangannya. "Ada salah satu anggota ormas yang tangannya terkena sabetan parang oleh salah satu mahasiswa," kata Basuki, salah satu anggota ormas yang terlibat dalam bentrok, Rabu (15/8/2018). Korban yang merupakan salah satu anggota ormas tersebut segera melapor ke pihak berwajib. Pihak kepolisian segera datang ke lokasi dan melakukan penjagaan agar bentrokan dapat segera diredam.

3. Alasan menolak pengibaran bendera

Pascabentrokan di AMP di Jalan Kalasan No 10, Surabaya, pada Rabu (15/8/2018), polisi melakukan penjagaan ketat untuk mengantisipasi bentrokan terulang. Sejumlah anggota ormas juga tampak masih berjaga-jaga di luar asrama. Sebelumnya, seorang anggota ormas yang hendak memasang bendera Merah Putih di AMP terkena sabetan senjata tajam dari salah satu mahasiswa. Para mahasiswa di AMP menolak pengibaran bendera Merah Putih di lingkungan asrama AMP. "Dengan emosional mereka menolak pemasangan. Sempat adu mulut, lalu terjadi baku hantam," kata Basuki, salah satu anggota ormas. Menurut Camat Tambaksari Ridwan Mubarun, alasan mahasiswa AMP menolak pengibaran karena tahun-tahun sebelumnya tidak pernah ada pemasangan bendera di halaman AMP. "Tapi mereka justru marah-marah dan menyebut di Agustus tahun-tahun sebelumnya tidak pernah ada pengibaran bendera," kata Ridwan

4. AMP di Surabaya mendapat sorotan masyarakat sekitar

Kedatangan ormas gabungan tersebut ke AMP bukan tanpa sebab. Menurut Camat Tambaksari Ridwan Mubarun, sudah banyak keluhan warga sekitar atas aktivitas AMP. Warga sering terganggu dengan aktivitas mahasiswa yang menggelar acara secara terutup. Bahkan, mereka pernah menolak operasi yustisi di asrama tersebut. "Juli lalu, petugas gabungan melakukan operasi yustisi di sana tapi ditolak oleh mahasiswa," kata Ridwan Rabu (15/8/2018). Ridwan mengatakan, pihaknya pernah mengedarkan surat Wali Kota Surabaya yang meminta warganya untuk memasang bendera sejak 14-18 Agustus 2018, termasuk di asrama tersebut. "Sampai kemarin kami lihat belum ada bendera yang dikibarkan, akhirnya kami datangi," katanya.

5. Bendera Merah Putih berkibar di asrama AMP Surabaya

Setelah bentrokan, bendera Merah Putih tampak berkibar di halaman asrama AMP. Namun, hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari perwakilan mahasiswa AMP terkait penolakan mereka sebelumnya.  Sementara itu, menurut Ridwan, aksi ormas gabungan yang memasang bendera di asrama itu sebagai upaya untuk mengajak asrama AMP untuk memeriahkan HUT Kemerdekaan Indonesia dengan memasang bendera merah putih. "Mungkin anggota ormas itu mengingatkan, mungkin bisa jadi lupa memasang bendera," kata Ridwan. 



copy dari : kompas.com