Minggu, 25 Agustus 2019

Bergaya Sejahterakan Masyarakat

GA KIRA2 NAIKNYA..

KLS 1 : Rp.80.000,- JADI Rp.120.000,-
KLS 2 : Rp.51.000,- JADI Rp.  80.000,-
KLS 3 : Rp.25.500,- JADI Rp.  42.000,-


Inilah hadiah terbaik di hari kemerdekaan ke 74 yaitu dgn dinaikkannya iuran BPJS kesehatan karena rakyat dah makmur

🤷‍♂😭😭😭☠

Iuran BPJS Bakal Naik Hingga Rp 40.000, Dirut: Kami Tak Terlibat


16 Agustus 2019


TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyetujui besaran kenaikan iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional yang diusulkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Ya, yang sesuai yang diberikan DJSN itu," kata Fachmi usai menghadiri acara BPJS Kesehatan Award di Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2019. BPJS memang menginginkan adanya penyesuaian iuran kepesertaan karena selama ini tidak ada perubahan nominal iuran sejak beberapa tahun terakhir.

Dalam rancangan usulan kenaikan iuran peserta JKN diperkirakan akan naik mulai dari Rp 16.500 hingga Rp 40.000 dari tiap kelas kepesertaan yang berbeda-beda. Usulan kenaikan iuran kelas 1 tercatat sebagai yang paling signifikan, dari Rp 80.000 menjadi Rp 120.000.

Lalu, iuran kelas 2 diusulkan untuk naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 80.000. Sementara iuran kelas 3 diusulkan untuk naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.

Fachmi menegaskan pihaknya tidak turut campur tangan dalam penyusunan nominal kenaikan iuran seperti yang telah dilakukan DJSN. Dia menyebut BPJS Kesehatan hanya menyodorkan data-data mengenai besaran pengeluaran yang dibutuhkan untuk membiayai tiap peserta dan berbagai informasi lainnya.

"Memang yang mengusulkan DJSN, tapi apakah kita terlibat, tentu tidak. Itu keputusan policy. Kalau dari sisi teknis, misal kebutuhan data informasi utilisasi, berapa biaya selama ini pengeluaran per orang per bulan, kita support data. Itu saja posisi kita," ucap Fachmi.

Fachmi menyebutkan saat ini BPJS Kesehatan hanya menunggu keputusan kenaikan jumlah iuran yang telah disepakati oleh pemerintah dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebelumnya memastikan iuran BPJS Kesehatan akan naik di semua kelas. Langkah ini diambil untuk menyelamatkan BPJS dari defisit yang terus naik.

"Semua kelas (akan naik). Karena antara jumlah urunan dengan beban yang dihadapi oleh BPJS tidak seimbang, sangat jauh," kata Moeldoko saat ditemui di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa, 6 Agustus 2019.

Moeldoko mengatakan Kantor Staf Presiden selama ini kerap menerima persoalan-persoalan mengenai BPJS Kesehatan. Karena itu, ia merasa kenaikan ini adalah hal yang sangat wajar. Tahun ini, BPJS Kesehatan memang diprediksi akan mengalami defisit hingga Rp 29 triliun.

Selain sebagai langkah penyelamatan BPJS Kesehatan, Moeldoko juga menyebut kenaikan ini juga perlu, agar masyarakat sadar bahwa untuk sehat itu perlu biaya yang mahal. "Saya tak ingin ada istilah kesehatan itu murah. Sehat itu mahal. Kalau sehat itu murah, orang nanti menyerahkan ke BPJS. Mati nanti BPJS," ujar Moeldoko.


copy dari tempo.co

Selasa, 20 Agustus 2019

Saudara Kami dari Papua, Mari Bersatu dalam Negera Republik Indonesia

Inilah Tokoh yang Diduga Terlibat Kerusuhan di Manokwari, Elite PDIP : Bawa Isu Papua Merdeka

Selasa, 20 Agustus 2019

Kerusuhan di Manokwari dan Benny
Diduga ada kelompok yang ikut mendesain
Peristiwa kerusuhan di Manokwari dan Sorong
Kelompok ini dipimpin oleh sosok yang kini tinggal di Inggris
Elite PDIP menyebut, kerusuhan di Manokwari penggiringan opini

SURYA.co.id - Diduga ada kelompok yang ikut mendesain kerusuhan di Manokwari dan Sorong. Kelompok ini dipimpin oleh sosok yang kini tinggal di Inggris.

Menurut elite PDIP yang juga anggota DPR RI, Effendi Simbolon, kerusuhan di Manokwari dan Sorong sebagai upaya penggiringan opini untuk mengangkat referendum di Papua Barat ke dunia internasional.

Karena itu, Effendi Simbolon mengingatkan pemerintah berhati-hati menangani kerusuhan di Manokwari dan Sorong, Papua Barat.

Menurutnya, penyelesaian rusuh tersebut tidak ditangani oleh banyak pihak.

"Presiden bisa menunjuk siapa ya, satu pintu betul-betul apapun coming out going dari informasi hanya dari satu pintu. Ini kan berbeda-beda ini si A si B penanganannya berbeda-beda," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2019).

"Kemudian perlakuannya juga, kemudian penyebutannya juga berbeda, ada yang mengatakan ini KKSB (Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata), ada yang mengatakan ini komponen yang separatis macam macam, lebih baik tunggal gitu," imbuh politisi PDIP ini.

Ia melihat, peristiwa yang terjadi di tanah Cendrawasih merupakan penggalangan opini, guna membawa isu referendum Papua Barat merdeka ke dunia internasional.

Benny Wenda (kanan) sekarang hidup di Inggris. ((Twitter/@BennyWenda))

Effendi Simbolon juga menduga peristiwa tersebut berkaitan dengan pergerakan politik yang dilakukan kelompok masyarakat Pembebasan Papua Barat, pimpinan Benny Wenda.

"Saya menduga seperti itu, karena ini di bulan yang sama,ada benang merahnya itu, jadi dia proxy sekali, betul-betul didesain, model isu internasional seperti ini penggalangan opininya dan ini puncaknya di bulan Desember ketika mereka maju di General Assembly (Majelis Umum) di PBB," pungkasnya.

Provokasi video rasis

Gedung DPRD Papua Barat dibakar oleh massa, Senin (19/8/2019).

Polisi menyebut, pembakaran tersebut diduga karena massa terprovokasi akun yang menyebarkan info hoaks di media sosial.

Hoaks tersebut berisi penangkapan mahasiswa Papua di Kota Surabaya dan Kota Malang dianggap diskriminasi.

Demikian diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo dalam konferensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, Senin siang.

"Mereka boleh dikatakan cukup terprovokasi dengan konten yang disebarkan oleh akun di medsos terkait peristiwa di Surabaya," ujar Dedi.

Konten yang dibangun di media sosial dan tersebar di antara warga Papua, lanjut Dedi, dapat membangun opini bahwa peristiwa penangkapan mahasiswa Papua adalah bentuk diskriminasi.

Bahkan, termuat praktik rasisme di sana.

Padahal, Dedi memastikan bahwa penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya itu sudah selesai secara hukum.

Awalnya, polisi menerima laporan mengenai perusakan bendera merah putih di asrama mahasiswa Papua.

Kemudian polisi memeriksa beberapa mahasiswa yang tinggal di asrama.

Karena tidak menemukan unsur pidana, kepolisian pun melepaskan mereka kembali.

Proses itu merupakan proses yang wajar dalam hukum.

"Peristiwa Surabaya sendiri sudah cukup kondusif dan berhasil diredam dengan baik. Tapi karena hal tersebut disebarkan oleh akun yang tidak bertanggungjawab, membakar atau mengagitasi mereka dan dianggap narasi tersebut adalah diskriminasi," ujar Dedi.

Kepolisian pun berharap warga Papua, baik yang ada di Pulau Papua maupun di penjuru Indonesia dapat menahan diri serta tidak terprovokasi, khususnya oleh pesan berantai di media sosial yang membentuk opini tertentu.

"Jangan terprovokasi oleh ulah oknum-oknum tertentu yang memang ingin membuat keruh keadaan," ujar Dedi.

Diberitakan, protes atas penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, masih berlanjut di Manokwari, Papua Barat, Senin pagi.

Aksi massa ini berunjung anarkis.

Pengunjuk rasa dengan membakar kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat di Jalan Siliwangi, Manokwari.

Selain Gedung DPRD, massa juga membakar sejumlah kendaraan roda dua dan roda empat.

Tidak hanya itu, massa juga melakukan pelemparan terhadap Kapolda Papua Barat dan Pangdam XVIII/Kasuari, yang datang untuk menenangkan massa.

Untuk menghentikan aksi anarkis tersebut, polisi terpaksa menembakan gas air mata.

Dedi memastikan, meski sempat terjadi kerusuhan, namun kepolisian dibantu TNI saat ini sudah berhasil mendinginkan massa di Manokwari.

Polri menerjunkan 7 SSK (Satuan Setingkat Kompi), sementara TNI menerjunkan 2 SKK untuk mengendalikan situasi di Manokwari.

"Untuk situasi, secara umum masih dapat dikendalikan oleh aparat kepolisian, baik Polda Papua Barat serta Polres di sekitar Manokwari bersama-sama TNI. Konsentrasi massa saat ini masih ada di satu titik saja, titik lain berhasil dikendalikan," ujar Dedi.

Ketua DPRD tak menyangka

Ketua DPRD Papua Barat Peter Kondjol menyayangkan aksi unjuk rasa di Manokwari yang memprotes dugaan rasisme dan persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur, berakhir rusuh.

Bahkan, kerusuhan di Manokwari itu berujung pada pembakaran gedung DPRD Papua Barat.

Peter mengatakan, pihaknya tidak menyangka aksi tersebut berujung rusuh, padahal Manokwari itu dikenal sebagai kota yang aman, kondusif, dan toleran.

"Kami tidak menyangka atau mengira kondisi ini bisa terjadi. Saya dapat laporan dari Manokwari. Posisi saya saat ini masih di Sorong untuk mengikuti upacara agustusan. Besok saya akan ke Manokwari," kata Peter kepada Kompas TV, Senin (19/8/2019).

Peter mengatakan, aksi ini merupakan imbas dari peristiwa dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa di Malang dan Surabaya, Jawa Timur.

Kemudian informasi tersebut disebar dengan nada provokatif melalui media sosial hingga akhirnya berujung kerusuhan di Manokwari.

Peter mengaku pihaknya mengetahui masalah yang terjadi di Malang dan Surabaya.

Pihaknya juga mendapat informasi bahwa masalah di Surabaya dan Malang diselesaikan dengan baik oleh aparat TNI, Polri, dan pemerintah daerah.

Kemudian sejumlah mahasiswa mengontak dirinya terkait rencana aksi unjuk rasa pada Senin di Manokwari untuk protes masalah di Surabaya dan Malang.

Peter pun mempersilakan mahasiswa untuk berdemo, tapi harus berlangsung dengan damai dan kondusif.

"Silakan demo, tapi harus damai. Itu pesan saya kepada adik-adik mahasiswa," kata Peter.

Namun, kenyataannya unjuk rasa berujung rusuh. Peter mengaku kaget aksi itu sampai pada pembakaran gedung DPRD Papua Barat yang merupakan simbol negara.

"Tapi hari ini berubah, malah terjadi pembakaran. Kami sayangkan kenapa ini bisa terjadi," katanya.

"Kami segera koordinasi dengan aparat keamanan. Kondisi sudah agak membaik, pihak TNI dan Polri berusaha meredam massa," kata Peter.

Peter mengatakan, pihaknya akan membentuk tim untuk membahas masalah ini demi mencari solusi yang tepat.

DPRD, kata Peter, akan berkoordinasi dengan TNI dan Polri serta tokoh masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut.

copy dari : tribunnews.com

Arsip Berita Tahun 2018

5 Fakta di Balik Bentrokan Ormas dan Mahasiswa Papua di Surabaya

Kompas.com - 16 Agustus 2018,


KOMPAS.com — Para mahasiswa di asrama Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya bentrok dengan sejumlah anggota ormas yang hendak memasang bendera di halaman asrama. Penghuni asrama menolak karena tahun-tahun sebelumnya tidak pernah dipaksa untuk memasang bendera Merah Putih di halaman asrama mereka. Satu orang terluka karena sabetan benda tajam dalam pertikaian pada Rabu (15/8/2018).

Ini fakta-fakta terkait peristiwa tersebut.

1. Pengibaran dilakukan oleh ormas gabungan

Pada Rabu (15/8/2018), organisasi masyarakat, seperti Patriot Muda, Benteng NKRI, dan Pemuda Pancasila (PP), mendatangi AMP untuk melakukan pemasangan bendera Merah Putih di halaman asrama di Jalan Kalasan No 10, Surabaya. Kedatangan puluhan anggota ormas tersebut disambut protes sejumlah mahasiswa. Para mahasiswa menolak pengibaran bendera di asrama mereka karena tahun-tahun sebelumnya tidak ada pengibaran bendera di asrama.  Adu mulut pun tak terhindarkan dan akhirnya berujung adu pukul antara kedua kelompok.  "Dengan emosional mereka menolak pemasangan. Sempat adu mulut, lalu terjadi baku hantam," kata Basuki, salah satu anggota ormas, Rabu (15/8/20018)

2. Anggota ormas terkena sabetan senjata tajam

Adu mulut berujung dengan perkelahian antara ormas dan mahasiswa di Asrama Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Surabaya. Satu orang anggota ormas terluka karena sabetan senjata tajam di tangannya. "Ada salah satu anggota ormas yang tangannya terkena sabetan parang oleh salah satu mahasiswa," kata Basuki, salah satu anggota ormas yang terlibat dalam bentrok, Rabu (15/8/2018). Korban yang merupakan salah satu anggota ormas tersebut segera melapor ke pihak berwajib. Pihak kepolisian segera datang ke lokasi dan melakukan penjagaan agar bentrokan dapat segera diredam.

3. Alasan menolak pengibaran bendera

Pascabentrokan di AMP di Jalan Kalasan No 10, Surabaya, pada Rabu (15/8/2018), polisi melakukan penjagaan ketat untuk mengantisipasi bentrokan terulang. Sejumlah anggota ormas juga tampak masih berjaga-jaga di luar asrama. Sebelumnya, seorang anggota ormas yang hendak memasang bendera Merah Putih di AMP terkena sabetan senjata tajam dari salah satu mahasiswa. Para mahasiswa di AMP menolak pengibaran bendera Merah Putih di lingkungan asrama AMP. "Dengan emosional mereka menolak pemasangan. Sempat adu mulut, lalu terjadi baku hantam," kata Basuki, salah satu anggota ormas. Menurut Camat Tambaksari Ridwan Mubarun, alasan mahasiswa AMP menolak pengibaran karena tahun-tahun sebelumnya tidak pernah ada pemasangan bendera di halaman AMP. "Tapi mereka justru marah-marah dan menyebut di Agustus tahun-tahun sebelumnya tidak pernah ada pengibaran bendera," kata Ridwan

4. AMP di Surabaya mendapat sorotan masyarakat sekitar

Kedatangan ormas gabungan tersebut ke AMP bukan tanpa sebab. Menurut Camat Tambaksari Ridwan Mubarun, sudah banyak keluhan warga sekitar atas aktivitas AMP. Warga sering terganggu dengan aktivitas mahasiswa yang menggelar acara secara terutup. Bahkan, mereka pernah menolak operasi yustisi di asrama tersebut. "Juli lalu, petugas gabungan melakukan operasi yustisi di sana tapi ditolak oleh mahasiswa," kata Ridwan Rabu (15/8/2018). Ridwan mengatakan, pihaknya pernah mengedarkan surat Wali Kota Surabaya yang meminta warganya untuk memasang bendera sejak 14-18 Agustus 2018, termasuk di asrama tersebut. "Sampai kemarin kami lihat belum ada bendera yang dikibarkan, akhirnya kami datangi," katanya.

5. Bendera Merah Putih berkibar di asrama AMP Surabaya

Setelah bentrokan, bendera Merah Putih tampak berkibar di halaman asrama AMP. Namun, hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari perwakilan mahasiswa AMP terkait penolakan mereka sebelumnya.  Sementara itu, menurut Ridwan, aksi ormas gabungan yang memasang bendera di asrama itu sebagai upaya untuk mengajak asrama AMP untuk memeriahkan HUT Kemerdekaan Indonesia dengan memasang bendera merah putih. "Mungkin anggota ormas itu mengingatkan, mungkin bisa jadi lupa memasang bendera," kata Ridwan. 



copy dari : kompas.com


Saudara Kami dari Papua, Ayo Kibarkan Sang Merah Putih dan Cintailah Republik Indonesia



Arsip Berita

Dituding Jadi Pemicu Konflik di Papua, ini Penjelasan Ormas di Surabaya,

Selasa, 20 Agustus 2019 14:27


SURYA.co.id | SURABAYA - Polda Jatim mengundang sejumlah perwakilan organisasi masyarakat (ormas), Selasa (20/8/2019).

Pemanggilan ini dilakukan untuk meredam potensi protes agar konflik yang terjadi di Asrama Mahasiswa Papua di Jl Kalasan Surabaya beberapa waktu lalu tidak lagi terjadi.

Ormas yang dipanggil dalah Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia (FKPPI), Pemuda Pancasila, dan Front Pembela Islam (FPI).

Perwakilan salah satu ormas, Tri Susanti mengatakan, kedatangannya beserta perwakilan ormas lainnya bertujuan menjalin komunikasi sekaligus berkoordinasi terkait insiden di Asrama Mahasiswa Papua yang sempat memanas.

"Kapolda Jatim ingin koordinasi dengan pihak ormas karena situasi yang di sana sedang panas," kata Susi di Mapolda Jatim.

Susi menilai, pihak Polda Jatim ingin meredam potensi protes massa dari ormas-ormas di Jatim khususnya di Surabaya, yang sewaktu-waktu bisa kembali bergejolak.

"Jadi mungkin masih dikhawatirkan kalau ormas ini akan melakukan tindakan-tindakan di luar itu," ujarnya.

"ini hanya cooling down," lanjutnya.

Penjelasan

Pertemuan ini juga menjadi momen bagi ormas untuk memberi penjelasan terkait keberadaan ormas di Asrama Mahasiswa Papua, Jumat (16/8/2019) lalu.

Ucapan-ucapan bernada rasialis di waktu itulah yang disebut-sebut menjadi pemicu konflik di Tanah Papua.

Susi mengatakan, kelompoknya berada di asrama mahasiswa Papua tidak untuk memicu konflik.

Dia menganggap, apa yang terjadi saat ini adalah imbas dari distorsi informasi di media sosial.

"Untuk dampak yang di sana (kondisi Papua Barat) kan mungkin ada juga yang memelintir di media sosial. Nah ini karena media sosial yang ramai," pungkasnya.

Di dalam forum yang berlangsung di ruang pertemuan Gedung Dirintelkam Mapolda Jatim itu, Susi mengaku sempat memberikan beberapa usualan agar potensi bentrok tak lagi terjadi dan keharmonisan antar masyarakat yang majemuk di Surabaya tetap terawat.

Temui Gubernur Khofifah

Sementara itu, Staf Khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogoya, dipastikan akan bertandang ke Jatim, Selasa (20/8/2019) sore ini.

Kedatangan Lenis Kogoya tersebut bakal disambut langsung oleh Gubernur Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi.

Tidak hanya akan bertemu dengan Khofifah, namun di Grahadi juga akan dihadirkan sejumlah mahasiwa Papua yang ada di Kota Surabaya.

Kabag Protokol Pemprov Jatim, Pulung Chausar, mengatakan bahwa dari jadwal yang telah disusun Pemprov, pertemuan antara gubernur dengan staf khusus presiden bakal diselenggarakan sore nanti.

"Ada perubahan jadwal, yang mulanya siang, menjadi sore nanti pukul 16.00 WIB, karena ada penundaan pesawat," kata Pulung pada Surya.

Dalam pertemuan tersebut juga akan hadir sebagai pendamping Kapolrestabes Surabaya dan juga sejumlah pejabat OPD di lingkungan Pemprov Jatim.

Sebelumnya, Gubernur Khofifah menyebut kedatangan Lenis sudah dikonfirmasi langsung padanya.

"Besok (hari ini) Pak Lenis Kogoya akan ke sini. Dulu (saat masih menjabat Menteri Sosial) saya sering ke Papua bersama beliau.

Kalau beliau ke sini saya akan cocokkan formatnya supaya sama-sama efektif dalam mendamaikan kondisi Papua maupun Jawa Timur," kata Khofifah.

Sedangkan untuk rencana pertemuan dengan Gubernur Papua Lukas Enemble, dikatakan Khofifah masih belum pasti kapan waktu tepatnya.

Namun dalam koordinasi terakhir melalui sambungan telepon, dikatakan Khofifah, Gubernur Lukas menyatakan akan datang ke Jawa Timur.

"Beliau menyampaikan ada rencana ke Jawa Timur. Tapi Mendagri saya mendengar bahwa Mendagri rencananya akan mengundang kami, gubernur papua dan gubernur papua barat, kami mengikuti saja," kata Khofifah.

Akan tetapi jika Mendagri berkenan pertemuan digelar di Jawa Timur, menurutnya akan lebih menggembirakan.

Karena pertemuan para kepala daerah tersebut juga bisa dilengkapi dengan silaturahmi bersama para mahasiswa Papua yang ada di Jawa Timur secara langsung.

"Kalau Mendagri berkenan pertemuan di Jawa Timur kami akan bersuka cita menerima. Dan bisa sambil silaturami dengan mahasiswa Papua yang ada di Jawa Timur. Karena Malang juga siap menyambut," tegas Khofifah.

Presiden Jokowi ke Papua

Seusai Kerusuhan di Manokwari, Presiden Jokowi secepatnya akan datang ke Papua untuk dialog dengan masyarakat Papua dan Papua Barat.

Kedatangan Presiden Jokowi berkaitan dengan dugaan praktik rasisme dan perkusi terhadap mahasiswa Papua.

Ujungnya, terjadi kerusuhan di tanah Papua Barat, yakni Kerusuhan di Manokwari dan Sorong. Massa juga diduga membakar gedung DPRD Papua Barat, Senin (19/8/2019).

"Mungkin dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita ajak Pak Presiden ke Papua lagi untuk berdialog, berdiskusi dengan masyarakat Papua," ujar Staf Khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogoya seusai bertemu Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/8/2019).

Lenis mengatakan, Presiden Jokowi akan menampung aspirasi dan masukan dari masyarakat Papua dan Papua Barat.

Aspirasi itu tidak hanya yang berkaitan dengan dugaan praktik rasisme dan persekusi mahasiswa Papua di Surabaya dan kerusuhan di Manokwari.

Namun, Kepala negara juga akan mendengarkan aspirasi masyarakat Papua terkait pemerintahan periode 2019-2024.

"Mungkin harapan-harapan apa saja yang masyarakat Papua pikirkan, kami akan minta langsung kepada Presiden. Mudah-mudahan minggu depan atau bulan ini lah. Supaya Presiden ke Papua dan ketemu langsung dengan masyarakat Papua dan Papua Barat," ujar Lenis.

Usut praktik rasisme

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo juga sudah berjanji, akan mengusut tuntas dugaan praktik rasisme terhadap mahasiswa asal Papua itu.

Dedi mengatakan, pintu masuk penyelidikan adalah dari video yang disebarkan dan viral di media sosial.

Video itu menampilkan situasi ketika mahasiswa asal Papua di asrama Surabaya didatangi sekelompok ormas, personel Polri dan TNI terkait dugaan penghinaan bendera merah putih, Jumat (16/8/2019) lalu.

"Nanti akan kami coba dalami lagi. Alat bukti dari video itu dulu. Video itu didalami dulu, setelah itu barulah siapa orang-orang atau oknum-oknum yang terlibat menyampaikan diksi dalam narasi (rasisme) seperti itu," ujar Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin.

Jokowi : mamaafkan lebih baik

Presiden Joko Widodo meminta seluruh warga Papua dan Papua Barat untuk tenang dan tidak meluapkan emosi secara berlebihan.

Menurut Kepala Negara, alangkah lebih baiknya apabila masyarakat Papua dan Papua Barat memaafkan jika merasa tersinggung.

"Saya tahu ada ketersinggungan, oleh sebab itu, sebagai saudara sebangsa dan setanah air, yang paling baik adalah saling memaafkan," kata Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (19/8/2019).

"Emosi itu boleh, memaafkan lebih baik. Sabar itu juga lebih baik," kata Jokowi.

Pemerintah, lanjut Jokowi, akan terus menjaga kehormatan dan kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat.

"Pemerintah akan terus menjaga kehormatan dan kesejahteraan Pace, Mace, Mama-mama, yang ada di Papua dan Papua Barat," ujar Jokowi.

Seperti diketahui kericuhan pecah di Manokwari, Papua Barat, sebagai ujung dari unjuk rasa massa.

Kerusuhan bermula dari aksi protes warga terhadap aksi persekusi dan diskriminasi rasial terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur.

Pengunjuk rasa bahkan membakar kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat di Jalan Siliwangi, Manokwari.

Selain Gedung DPRD Papua Barat, massa juga membakar sejumlah kendaraan roda dua dan roda empat.

Tidak hanya itu, massa juga melakukan pelemparan terhadap Kapolda Papua Barat dan Pangdam XVIII/Kasuari, yang datang untuk menenangkan massa.

Untuk menghentikan aksi anarkistis tersebut, polisi terpaksa menembakan gas air mata.

Meski sempat terjadi kerusuhan, namun kepolisian dibantu TNI masih terus melakukan negosiasi untuk mengendalikan situasi. (*)


copy dari tribunnews.com



Ormas Datangi Asrama Mahasiswa Papua di Jl Kalasan Surabaya

Jumat, 16 Agustus 2019 19:37


SURYA.co.id | SURABAYA - Asrama Mahasiswa Papua di Jl Kalasan, Surabaya, didatangi ormas, Jumat (16/8/2019).

Mereka mendatangi tempat tersebut dengan alasan para penghuninya tak mau mengibarkan bendera Merah Putih.

Mereka datang sejak tadi siang, untuk memasang bendera merah putih tepat di depan pagar.


Salah satu bagian dari massa, Amry, mengatakan bahwa sejak kemarin sudah melakukan mediasi untuk memasang bendera merah putih.

Kata dia, hal itu tidak diacuhkan.

"Disuruh masang tidak mau, dipasang malah dilepas," ujarnya saat ditemui Surya di depan asrama Mahasiswa Papua, Jum'at (16/8/2019).

Saat sore hari, aksi sempat pecah. Kedua kubu sempat saling lempar batu. Saat massa dari luar ingin masuk ke dalam asrama langsung dicegat petugas di depan pagar

Saat ini massa dari berbagai ormas masih bertahan di depan asrama tersebut.


https://surabaya.tribunnews.com/2019/08/16/ormas-datangi-asrama-mahasiswa-papua-di-jl-kalasan-surabaya.


Tahun 2018
  • dengan mengusung isu Papua merdeka, Aliansi Mahasiwa sudah menyuarakan separatisme. "Kami ingatkan agar bubar, kalau tidak mau ya polisi yang membubarkan" (Tempo, 1 Desember 2018)


Opini


Perilaku OPM Meningkatkan Kebencian Publik Terhadap Separatis

6 Desember 2018

Oleh : Anisa Medina, Mahasiswa PTN di Semarang

OPM (Organisasi Papua Merdeka) merupakan organisasi yang didirikan pada tahun 1965 dengan tujuan utama untuk memisahkan diri dariNKRI. Organisasi ini terbentuk akibat perasaan bahwa Papua sama sekali tidak memiliki hubungan sejarah dengan Indonesia. Hingga kini, di wilayah tersebut masih sering terjadi konflik, baik konflik vertikal antara kelompok masyarakt pro Papua merdeka dengan pemerintah Indonesia maupun konflik horizontal antarsesama masyarakat di tanah Papua yang terkait persoalan politik, ekonomi ataupun sosial budaya.

Gerakan OPM mengklaim bahwa Papua adalah wilayah otonom yang seharusnya menjadi sebuah negara berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Selain perihal perasaan tidak adanya hubungan historis dengan NKRI, kasus-kasus pelanggaran HAM oleh TNI/ABRI di Papua, kesenjangan sosial, diskriminasi ekonomi dan politik, serta perampasan alam mereka oleh Freeport menjadi isu pendorong sehingga Free West Papua Campaign ini semakin responsif ingin memisahkan diri dari NKRI.

Sejak awal terbentuknya, OPM telah menempuh jalur dialog diplomatik, diantaranya melakukan upacara pengibaranbendera Bintang Kejora dan melakukan aksi militan sebagai bagian darikonflik Papua. Salah satunya menampilkan bendera Bintang Kejora dan simbol lain dari kelompok tersebut, seperti lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua" dan lambang negara, yang telah diadopsi pada periode 1961 sampai pemerintahan Indonesia dimulai pada Mei 1963 di bawahPerjanjian New York.

OPM juga telah mengeluarkan ultimatum berperang kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia. Bahkan, dalam waktu dekat mereka berencana mendeklarasikan angkat senjata melawan Indonesia. Ultimatum perang itu disampaikan Mayor Jenderal G.Lekkagak Telenggen, usai dilantik sebagai Kepala Staf Operasi Pusat Komando Nasional Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Pergerakan OPM semakin masif, terbukti dengan adanya beberapa demonstrasi yang dilakukan di berbagai daerah. Salah satunya demonstrasi mahasiswa Papua yang mengatasnamakan diri Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) pada 1 Desember 2018 di Surabaya. Sekitar 300 mahasiswa Papua menggelar unjuk rasa di depan Studio Radio Republik Indonesia, Jalan Pemuda, Surabaya. Sambil mengenakan ikat kepala bercorak bendera Bintang Kejora, mahasiswa mendesak pemerintah agar memberi keleluasaan bagi rakyat Papua Barat untuk menentukan nasibnya sendiri. Mahasiswa juga menuntut kemerdekaan Papua. Unjuk rasa nyaris ricuh ketika sekitar 200 massa kontra Papua merdeka datang dan menggelar demonstrasi tandingan. Massa tandingan terdiri dari Pemuda Pancasila, Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri, Himpunan Keluarga Purnawirawan TNI Angkatan Darat dan organisasi pencak silat.

Dampak demostrasi yang dilakukan OPM tersebut, semakin memunculkan kebencian di masyarakat, serta semakin memunculkan opini bahwa separatisme adalah bahaya laten bagi NKRI dan wajib diwaspadai. Masyarakat semakin cemas dengan ancaman separatis yang selama ini dilakukan OPM, yang diperkirakan berdampak melemahkan kedaulatan RI di tanah Papua, ditambah dengan adanya dukungan dari luar negeri atas isu pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap masyarakat Papua. Mereka semakin vokal menyuarakan kebebasan Papua dalam berdaulat dan menentukan nasibnya sendiri. Mengapa ada gerakan seperti itu? Sebagian masyarakat Papua menganggap bahwa mereka tidak diperhatikan oleh pemerintah dan cenderung sumber daya alam yang ada di sana hanya dimanfaatkan tanpa berdampak langsung pada masyarakat asli Papua. Hal itu yang tentu mempengaruhi pemikiran masyarakat sehingga munculnya gerakan gerakan separatisme sebagai aksi kekecewaan.

Jika dilihat secara keseluruhan, selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, tanah Papua menjadi semakin maju. Tentunya tetap dalam kerangka NKRI. Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat agenda prioritas pembangunan infrastruktur nasional di Papua. Jokowi seolah menganakemaskan Papua yang selama ini dianggap seperti “anak tiri” bagi NKRI, dengan membangun infrastruktur yang nantinya dapat dimanfaatkan rakyat Papua. Salah satu infrastruktur yang tengah gencar dibangun adalah jalan.

Jokowi mengatakan pembangunan jalan di Papua mendorong lancarnya distribusi barang yang turut menghemat ongkos logistik dan ujungnya menurunkan harga barang. Jokowi ingin harga barang-barang di Papua bisa semakin murah seiring dengan makin lancarnya arus logistik barang. Infrastruktur jalan yang tersedia semakin baik akhirnya akan menjadi sumber pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia terutama di Papua. Dengan adanya agenda prioritas tersebut diharapkan mereduksi gerakan separatis di Papua dan ke depannya kepercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah RI semakin baik.


copy dari : neraca.co.id

Senin, 19 Agustus 2019

Mahfud Diberitakan Gatra Secara Bias?





Mahfud MD: Ulama Arab Saudi Lari ke Indonesia Bawa Jutaan USD Sebar Paham Radikal

16 Aug 2019

Jakarta, Gatra.com- Ketua Umum Gerakan Suluh Kebangsaan, Moh Mahfud MD mengungkapkan, ada fenomena baru dalam pergerakan paham radikal di Indonesia. Menurutnya, Indonesia menjadi sasaran kalangan radikal dari negara lain.

Ia menyebut, ada ulama radikal dari Arab Saudi datang ke Indonesia dengan membawa uang jutaan dolar AS untuk menyebarkan paham radikal.

"Sekarang di Saudi Arabia, terjadi penangkapan terhadap ulama yang radikal. Yang belum tertangkap, akan lari ke Indonesia dengan membawa jutaan dolar untuk mendukung gerakan radikal," kata Mahfud MD kepada wartawan di sela agenda Focuss Grup Discussion (FGD) Gerakan Suluh Kebangsaan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Jumat (16/8).

Para ulama radikal tersebut, tambah Mahfud, telah dan hendak mendirikan pesantren di beberapa kota di Indonesia. Tujuannya sebagai sarana penyebaran paham radikal.

"Di beberapa tempat, ada lembaga pendidikan yang tidak dikenal. Dengan murid yang banyak tapi tertutup, di Jogja ada, di Magelang ada, tiba-tiba besar," ujar Mahfud.

Mahfud berujar, indikasi paham radikal ditunjukkan dari larangan hormat kepada bendera, melarang upacara, serta menghancurkan simbol negara berupa burung Garuda Pancasila.

Merespon hal tersebut, Gerakan Suluh Kebangsaan akan mengumpulkan para tokoh bangsa seperti Prof Komarudin Hidayat, KH Yahya Staquf, Prof Alwi Shihab, Hilmar Farid, KH Sholahuddin Wahid, Haedar Nashir, Sudhamek AWS, Romo Benny Susetyo, dan sebagainya, untuk berdiskusi secara tertutup.

Diskusi tertutup tersebut dipandu oleh Deputi dari Badan Intelijen Negara (BIN) serta kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius.

 copy dari : gatra.com 20 Agustus 2019 pagi

Minggu, 18 Agustus 2019

Kamis, 08 Agustus 2019

Mengapa Rekomendasi Kemenag Tidak Kunjung Terbit ?

Dua Sisi - TV One | 1 Agustus 2019

Penyelesaian pendaftaran FPI tidak kunjung selesai, dibahas dalam talkshow TV One. Sesi mengurai isi Anggaran Dasar FPI dalam rangka memahami progress penyelesaian perpenjangan SKT (Surat Keterangan Terdaftar). Rupanya tertahan karena FPI belum mendapatkan rekomendasi dari Kemenag (berita, 9 Agustus 2019)


Kemendagri: Status FPI Tetap Ormas Meski tanpa SKT


Jumat 09 Aug 2019

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri Soedarmo mengatakan, status Front Pembela Islam (FPI) tetap ormas (organisasi masyarakat) meski syarat administrasi untuk surat keterangan terdaftar (SKT) tidak dipenuhi. Bedanya, ormas tanpa SKT, tidak mendapatkan pelayanan dari pemerintah.

Menurut Soedarmo, status FPI sudah berbadan hukum berdasarkan SKT akan tetap menggantung jika mereka tidak kunjung menyerahkan syarat administrasi. "Iya (demikian). Tapi statusnya tetap ormas.  Hanya saja mereka tidak bisa mendapat pelayanan dari pemerintah," ujar Soedarmo saat dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis (8/8).

Pelayanan yang dimaksud seperti bantuan pembinaaan dan dana pembinaan. Kondisi semacam ini, kata Sudarmo, berlaku juga untuk ormas lain.

"Semua ormas ya, bukan hanya FPI. Tanpa SKT atau badan hukum lain ormas lain ya tetap ormas, tapi mereka tidak mendapat pelayanan dari pemerintah," ungkapnya.

Sebelumnya, Ketua Bantuan Hukum FPI Sugito Atmo Prawiro menegaskan kegiatan ormas tersebut tetap jalan meski SKT tidak juga diterbitkan pemerintah. FPI menjadikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 82/PUU-XI/2013 sebagai pijakan bahwa ormas tidak wajib mendaftarkan diri kepada kementerian terkait.

"Iya kami tetap jalan terus, dalam kegiatan masyarakat kami jalan terus, amar ma'ruf nahi munkar. Sebab keormasan itu tidak wajib didaftarkan ke Kementerian," ujar Sugito ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (8/8).

Menurutnya pendaftaran kepada Kemendagri itu sifatnya sukarela. Dia pun memahami jika batas waktu pemrosesan SKT tidak terbatas sebagaimana diatur dalam UU Ormas Nomor 16 Tahun 2017.

"Memang benar tidak ada batas waktu. Akan tetapi walaupun menggantung, berdasarkan putusan MK Nomor 82/PUU-XI/2013 itu kan soal ormas tidak menjadi syarat wajib untuk didaftarkan, " tegasnya.

Lebih lanjut, Sugito, mengungkapkan FPI sudah punya itikad baik untuk taat administrasi, taat hukum dengan mendaftarkan perpanjangan SKT-nya. Jika pada akhirnya SKT itu tidak dikeluarkan, maka pihaknya tetap berjalan terus sebagai organisasi.

"Kita tetap dalam naungan NKRI,  jadi enggak ada masalah. Jadi kita hanya tinggal rekomendasi Kemenag saja yang belum. Itu saja," tuturnya.

copy dari : republika.co.id

Minggu, 04 Agustus 2019

Listrik Mati, Sistem Kuwalahan Merespon Gangguan ataukah Kompetensi Kepemimpinan ?


Cegah Listrik Padam Massal Lagi, PLN Harus Gimana? (CNN Indonesia, 5 Agustis 2019)

Bagian barat Pulau Jawa mengalami mati listrik pada kemarin, Minggu (4/8/2019). Tepatnya itu terjadi di Jabodetabek, sebagian Jawa Barat dan Jawa Tengah. Butuh waktu bagi PLN memulihkan kondisi tersebut.

PLN harus mendistribusikan pasokan listrik dari timur ke barat Pulau Jawa. Hal itu tentunya memakan waktu. Untuk mengantisipasi kejadian serupa, Perusahaan Listrik Negara itu perlu mempercepat pembangunan pembangkit listrik di barat Jawa.

"Jadi selalu beban (penggunaan listrik) itu ada di barat. Karena perkembangan beban selalu ada di barat, nah hari ini PLN sedang menyelesaikan pembangkit-pembangkitnya yang di barat supaya stabil," kata Direktur Pengadaan Strategis 2 Djoko Raharjo Abumanan di Kantor PLN Pusat Pengatur Beban (P2B) Gandul, Depok, Jawa Barat, Minggu (4/8/2019).

Sebagaimana diketahui, pemadaman terjadi akibat gangguan pada sisi transmisi Ungaran dan Pemalang 500 kV, yang mengakibatkan transfer energi dari timur ke barat mengalami kegagalan dan diikuti trip seluruh pembangkit di sisi tengah dan barat Jawa.

"Karena salurannya tidak bisa mengalir. Jadi di barat ini tegangan langsung turun, turun ini lah mengakibatkan sistem di barat kolaps," sebutnya.

Nah untuk langkah memitigasi kejadian tersebut, pembangunan pembangkit yang diprogramkan lewat mega proyek 35.000 Megawatt (MW) digenjot di sisi barat. Tujuannya agar pasokan listrik di barat dan timur seimbang.

"Ada di Indramayu, di Cirebon, di Suryalaya, kemudian tambahan di Cilacap di sisi barat, kemudian di Batang Pemalang untuk menghilangi risk terjadi unbalanced load flow yang terjadi," tambahnya.





Pembangkit Listrik Proyek 35.000 MW Baru Beroperasi 10 Persen (CNN Indonesia, 2 Juli 2019), menurut Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana,
  • sudah 10% selesai
    "10 persen proyek yang telah COD tersebut sebagian terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Gas/ Mesin Gas (PLTG/MG), Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) dan Energi Baru Terbarukan (EBT) skala kecil karena memang masa konstruksi pembangkit jenis tersebut relatif singkat (sekitar 12 - 24 bulan),"
     
  • masuk masa konstruksi 57%
    20.119 MW (57 persen) telah memasuki tahap konstruksi. Proyek-proyek itu terdiri dari proyek yang memerlukan persiapan dan proses konstruksi yang memakan waktu seperti proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), dan Pembangkit Listrik Tenaga Air.
     
  • masuk tahap perjanjan 27% (PPA)
    sekitar 9.515 MW (27 persen) sudah memasuki tahap kontrak perjanjian jual beli tenaga listrik (PPA). Dalam hal ini, proyek dalam proses pemenuhan persyaratan pendanaan (financial closing) di mana untuk memenuhinya harus menyelesaikan pembebasan lahan dan izin lingkungan.
     
  • masuk pengadaan 4% dan perencanaan 2%
    sebanyak 1.453 MW (4 persen) memasuki tahap pengadaan dan sisa 734 MW (2 persen) baru pada tahap perencanaan. Pemerintah menargetkan proses pengadaan rampung pada tahun ini.
     
  • Rasio Elektrifikasi hingga Juni 2019 = 98,81 yang ditopang oleh Listrik PLN sebesar 94,97; Non PLN sebesar 3,37% dan sisanya berkat Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE).




Seberapa Kokoh atau Ringkih Sistem Listrik Terinterkoneksi Itu? (Kumparan, 5 Agustus 2019)

Sabtu, 03 Agustus 2019

Membaca Biaya Pemindahan Ibu Kota Negara Jokowi

Ada yang Tidak Percaya Adanya Bantuan