Senin, 31 Desember 2018

Memaknai Kemanusiaan

Minggu, 30 Desember 2018

Mengenal Tokoh : Ni Luh Kartini

Awalnya Dibilang Aneh, Ni Luh Kartini Sukses Dirikan Yayasan BOA Karena Cacing


Pendiri Yayasan Bali Organic Association (BOA)



Sabtu, 21 Mei 2016


TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tahun 1970, Ni Luh Kartini kecil diberikan tugas oleh orangtuanya mengembala bebek ke sawah.

Tugas itu biasanya ia lakukan sepulang sekolah.

Sebanyak 100 ekor bebek ia giring menuju sawah untuk mencari cacing sebagai pakan bebek.

Kartini lahir di Desa Bulian, Kecamatan Kututambahan, Kabupaten Buleleng tanggal 21 April 1962.

Anak sulung yang lahir dari keluarga petani ini sudah akrab dengan pertanian sedari kecil.

Ni Luh Kartini


Ketertarikan Kartini mengenai cacing berawal sejak tahun 1970.

Saat itu, pertanian moderen mulai masuk desa.

Petani di sekitar rumahnya tak lagi menggunakan pupuk organik (abu sisa pembakaran kayu) dan benih padi lokal.

Waktu itu, pemerintah memberikan subsidi, pupuk urea, pestisida dan bibit padi ke petani.

“Namun, keadaan pertanian menjadi berubah. Saya heran saat mengembalakan bebek, kok cacing di sawah mati?” tanyanya.

Selain itu, air di sekitar sawah  tercemar pestisida menyebabkan sekitar 20 ekor bebeknya mati dan Kartini kecil pingsan.

Kartini tak mengerti dengan kejadian itu, ia bertanya ke orangtua, guru, hingga ke sarjana muda masuk desa, namun tak ada yang bisa menjawab pertanyaannya.

Alumnus SMA Negeri 1 Singaraja ini akhirnya mendapat saran dari sarjana muda masuk desa.

Ia disarankan kuliah di pertanian guna mencari tahu jawaban akan kegelisahannya itu.

Ia mengikuti saran tersebut hingga benar akhirnya mendapat gelar insinyur.

“Semenjak saat itu saya mengucapkan kaul ke Tuhan, ratu betara bang je tityang gelar insinyur tityang kal ngidupang cacing (ya Tuhan berikan hamba gelar insinyur biar bisa menghidupkan cacing),” ujarnya

Akhirnya Kartini membawa rasa penasarannya ke jenjang kuliah di Fakultas Pertanian Unud.

Ia menghadapi dan melalui kendala demi kendala.

Saat itu banyak dosen yang tidak mengerti akan penelitian tentang cacing yang dilakukan Kartini.

Namun, lulusan magister dan doktor Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran ini tak patah arang.

Keinginan Kartini masih kukuh untuk mengembalikan pertanian modern ke pertanian konvensional (organik).

Caranya dengan membuat pupuk bekas cacing atau dikenal dengan pupuk kascing.

“Saat itu promotor saya tidak setuju dengan penelitian cacing karena ia tak mengerti. Tapi saya yakinkan ke beliau kalau penelitian cacing ini tak mungkin saya tinggalkan karena sudah kaul,” ungkap Kartini ibu tiga anak itu.

Tak sampai di sana, setelah Kartini lulus doktor dan kembali ke Unud menjadi dosen.

Para professor menganggapnya aneh.

“Ngapain lulus doktor kok bawa penelitian aneh tentang cacing?,” ungkap Kartini mengulang pernyataan tersebut.

Dirikan BOA


Jatuh bangun dialami Kartini di tahun 1998.

Saat itu dia mulai mengembangan pertanian organik.

Ia mendapatkan modal dari sebuah perusahaan untuk memasarkan pupuk kascingnya.

Namun, Kartini sadar saat pertanian konvensional begitu marak, di sana perjuangan besar Kartini untuk melawan arah.

“Saya sempat merugi karena tak banyak petani ingin bertani organik karena lebih mahal dan lebih sulit,” tuturnya sendu. Saat itu, peran sang ayah sangat membantunya. Ayah Kartini rela menjual sawah untuk menutupi kerugian Kartini.

Tahun demi tahun berlalu, hingga muncul wacana Indonesia Go Organic 2010.

Ini membawa angin segar bagi Kartini.

Tahun 2007, ia mulai mendirikan Yayasan Bali Organic Association (BOA).

Hingga kini, Kartini sudah membimbing ribuan petani organik yang tersebar di seluruh Bali.

Kartini mengaku akan terus mengembangkan pertanian organik sampai titik darah penghabisan.

“Kami sekarang bekerja sebagai penghubung antara petani dan pengusaha. Karena dengan ini, petani bisa lebih mudah menjual hasil panennya,” imbuh Ketua Yayasan BOA ini.

Kartini mengatakan negara telah gencar-gencarnya membahas ketahanan pangan.

Ketika membahas ketahanan pangan, maka harus berbicara kedaulatan pangan dan keamanan pangan.

“Kalau tak berdaulat gimana bisa tahan, kalau tak tahan bagaimana bisa aman? Maka yang berdaulat ya pertanian organik,” serunya yakin. (*)


copy dari : bali.tribunnews.com


Yayasan BOA

BOA diresmikan dalam bentuk Organisasi Yayasan pada tanggal 21 Juli 2005 dengan Akte Notaris No.125


BOA adalah suatu organisasi yang Non-Profit yang telah di gagas sejak tahun 1990 yang terdiri dari kumpulan orang-orang yang sangat peduli dengan alam Bali, lingkungan Bali, adat dan budaya Bali. Hal ini didorong oleh pemikiran menyelamatkan alam dan budaya Bali melalui sistem pertanian organik, karena hanya dengan sistem pertanian keanekaragaman hayati di tanah, di sungai, di laut, di danau, di gunung dan di udara, dapat di selamatkan untuk mendukung kehidupan budaya Bali.

BOA dideklarasikan tahun 2000 dan telah mendeklarasikan gerakan moral pulau Bali menuju Organik pada tahun 2003 di wantilan Pura Jati, desa Batur-Bangli, yang di hadiri oleh petani dan nelayan (KTNA) seluruh Bali, LSM yang ada di Bali, Organisasi Independen, Pemerintah Daerah, Direktorat jaminan mutu Depeartemen Pertanian RI, Lembaga Adat dan Mitra Mega mendung Bogor diperkirakan jumlah yang hadir sekitar 500 orang.

BOA mengadakan pendekatan koordinasi dengan pemuka adat dan agama, organisasi pemuda (Sekehe Teruna, Bendesa Adat, Pemangku, Pedanda) , Kerabat Puri, Lembaga Pemerintah, Lembaga Swasta maupun LSM yang memiliki misi dan visi yang sama.

Tahun 2006 BOA melaksanakan pertemuan dengan semua steakholder yang ada di Bali (masyarakat, pemangku, pedanda, elemen pemerintah, bendesa adat, vetean, LSM, warga puri dan undangan lainnya) dengan jumlah undangan 1001 orang untuk membicarakan tentang Penyelamatan Alam Bali. Hal ini sangat terkait dengan penyelamatan sumber daya alam pertanian untuk mendukung pertanian secara berkelanjutan.

Sejak didirikan BOA telah melakukan sosialisasi pentingya kita kembali kepada pertanian yang berwawasan lingkungan dan juga terkait dengan bahaya bahan-bahan sintetis, seperti pupuk buatan dan pestisida kimia terhadap kesehatan lingkungan.

Mensosialisasikan teknologi yang mmanfaatkan sumberdaya lokal seperti pembuatan pupuk organik kasing, pembuatan peestisida nabati, pemanfaatn bibit lokal.

Untuk pelestarian alam BOA juga melakukan penanaman pohon untuk koneservasi yang bekerjasama dengan pengempon pura karena letak pura di gunung.


VISI

Menjadi lembaga otonom terdepan dalam pendampingan dan advokasi produsen organik, distributor organik dan konsumen organik, penguatan sistem pemasaran hasil pertanian orgaanik pemerhati lingkungan, pengembangan sumber daya alam pertanian yang ramah lingkingan dan pengembangan pertanian dan kehutanan yang berkelanjutan.

MISI

  • Mendorong petani untuk bertani organik dengan menggunakan sumber daya lokal serta meningkatkan nilai ekonomis sumber daya alam, seperti tanah dan air dengan sistem pertanian organik terpadu
  • Melakukan aktivitas secara otonom dan terkemuka dalam memberikan produk-produk pertanian organik yang dihasilkan oleh petani kepada distributor dan konsumen
  • Mewujudkan BOA sebagai lembaga otonom terkemuka dalam memberikan  masukan kepada para penyusun kebijakan di Bali
  • Mewujudkan BOA sebagai agen pembangunan masyarakat yang mengerti tentang aspek-aspek lingkungan dan penyelamatan sumber daya alam
  • Menjalin dan mewujudkan kerjasama  sebagai mitra terpercaya  bagi pemerintah daerah, fihak swasta dan masyarakat, dalam membangun pertanian dan kehutanan berkelanjutan
  • Melakukan aktifitas secara tonom dan terkemuka dalam kapasitas peningkatan SDM yang peduli dengan lingkungan, pertanian dan kehutanan berkelanjutan
  • Menjalin akses dan kerjasama dengan fihak-fihak lain yang memiliki fisi yang sama
  • Melakukan aktifitas untuk meningkatkan kesadaran masyrakat Bali, tetang pentingnya pertanian organik untuk menyelamatkan SDAF  dan kesehatan dari semua kalangan masyarakat (siswa SD, siswa SMP, siswa SMA, Mahasiswa, PNS, ibu rumahtangga, pemuka agama seperti Pemangku, Bendesa Adat dll)
  • Melakukan aktifitas untuk menciptakan hubungan baik antara produsen, distributor dan konsumen organik di Bali.
  • Membuat jaringan pemasaran hasil pertanian oganik di Bali dengan membuat pasar kaget, pameran dll.
  • Melakukan aktifitas untuk mendorong Bali menuju Bali pulau organik.

Kontak


Bali Organic Association
Jalan Cargo Pasar II, Bali Luwih No.6, Denpasar-BALI
+62 0361 418177      (Phone/Fax)
+62 0361 8046005   (Direct)
+62 0817568729      (Mobile)

eNetwork
yayasan_boa@yahoo.com
baliorganicassociation@gmail.com
baliorganicassociation.wordpress.com
@bali_organic
fb_BOA
Mailling List


copy dari : https://baliorganicassociation.wordpress.com

Kamis, 27 Desember 2018

Rizal Ramli : Justru Jokowi Deal Cepat dengan Freeport Biar Dapat Dukungan AS!




Kamis, 27 Desember 2018


indonesiakita.co – Ekonom senior Indonesia menanggapi pernyataan Rhenald Kasali soal divestasi saham 51 persen oleh PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Rizal menegaskan, bahwa Freeport berhak ajukan perpanjangan kontrak sebagai opsi, namun hal ini tentunya tergantung pemerintah mau menerimanya atau tidak.

“Kok diplintir jadi wajib perpanjang?, RI punya alasan reasonable utk tidak perpanjang, wanprestasi PTFI dlm divestasi, smelter, rusak lingkungan, sogok,” tulis Rizal pada akun Twitternya @RamliRizal, hari ini.

Rizal menegaskan, karena adanya kelemahan yang dimiliki oleh Freeport dan ketakutan masuk penjara krn UU Korupsi Amerika Serikat (AS). “Ini atas tekanan saya pada masa itu, dimana CEO Freeport tahun 2001 bersedia bayar ganti rugi ke RI $5M, naikkan royalties, proses limbah, divestasi dan smelter. Itu contoh Indonesia bisa tekan Freeport, bukan malah bayar $3,8M,” tambahnya.

Mantan Menko Ekuin era presiden Gusdur ini juga mempertanyakan kapasitas Rhenald untuk membahas masalah Freeport. “ Wah teman saya @Rhenald_Kasali, ahli marketing lagi nyamar jadi ahli geostrategis. Justru Jkw deal cepat dgn Freeport supaya dapat dukungan Amerika jelang Pilpres,” tutupnya. (Fel)



copy dari  indoneisakita

Rabu, 19 Desember 2018

Uyghur dan Jokowi sebagai Presiden di Masa Kampanye Pilpres 2019






Alasan Utang dan Investasi, Pemerintah Indonesia Tidak Akan mencampuri Kejahatan Kemanusiaan Uyghur


Selasa, 18 Desember 2018

KEPUTUSAN Pemerintahan Joko Widodo terhadap kejahatan kemanusiaan UYghur, suku minoritas muslim China sangat disesalkan seluruh pihak.

Terlebih, alasan pemerintah tidak membantu karena investasi dan utang terhadap China.

Pernyataan penyesalan tersebut disampaikan World Uyghur Congress (Kongres Uighur Sedunia) sebuah organisasi kelompok Uighur internasional dalam pengasingan yang ditujukan untuk mewakili kepentingan kolektif suku Uighur baik di dalam maupun di luar Kawasan Otonomi Xinjiang, Republik Rakyat Tiongkok.

Lewat akun twitter resminya @UyghurCongress; pada Selasa (18/12/2018), World Uyghur Congress memposting sebuah artikel The Jakarta Post tentang sikap pemerintah yang disampaikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Jussuf Kalla.

Dalam artikel tersebut, Jusuf Kalla mengaku dilema.

Pasalnya, di tengah desakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang meminta agar pemerintah dapat membantu pembebasan warga Uighur, pihaknya tidak dapat melakukan bantuan dengan alasan tidak dapat mencampuri kebijakan bangsa lain.

“Tentu saja kami menolak atau (ingin) mencegah pelanggaran hak asasi manusia. Namun, kami tidak ingin campur tangan dalam urusan domestik negara lain,” Jusuf Kalla dikutip dari The Jakarta Post pada Senin (17/12/2018).


Menjawab pernyataan pemerintah, World Congress Uyghur menyayangkan keputusan tersebut. Sebab, Indonesia yang diketahui merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia seharusnya dapat membantu sesama umat muslim lainnya.

"Meskipun ada tekanan, Wakil Presiden #Indonesia Jusuf Kalla @Pak_JK mengatakan Indonesia tidak akan ikut campur dalam perlakuan # China #Uyghurs. Tanggapan ini sangat mengecewakan. Indonesia harus berbicara menentang kejahatan terhadap kemanusiaan ini," tulis admin World Congress Uyghur.

"Investasi, uang, dan pengaruh Cina tidak boleh ditempatkan di atas manusia. Kami mendesak #Indonesia untuk menemukan suaranya dan berbicara untuk orang-orang #Uyghur," tambahnya.

Status penyesalan World Congress Uyghur tersebut pun dibagikan ulang oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Fahri Hamzah.

Fahri pun turut menyayangkan keputusan tersebut.

"Sedih mendengar ini pak...," tulis Fahri Hamzah.

"Ini PR penting yang lain dalam politik luar negeri Indonesia....negeri ini kukuh menjaga saudaranya yg kecil jumlah ya..tapi negara lain masih ada yg menganiaya minoritas mereka...tapi kita tak berani bicara karena banyak berhutang pada mereka...," tambahnya.

Sementara, dikutip dari islampos.com, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Din Syamsuddin mengecam keras penindasan atas Muslim Uygur di Provinsi Xinjiang, Cina, Ahad (16/12/2018)

“Penindasan seperti itu merupakan pelanggaran nyata atas Hak Asasi Manusia, dan hukum Internasional Convenant on Social and Political Rights menegaskan adanya kebebasan beragama bagi segenap manusia. Maka Muslim Uyghur yang merupakan mayoritas penduduk di Provinsi Xinjiang memiliki kebebasan menjalankan ajaran agamanya,” ujar Din Syamsuddin.

Din Syamsuddin yang juga President of Asian Conference on Religions for Peace (ACRP) meminta agar penindasan itu dihentikan.

Dia juga mendesak Organisasi Kerja sama Islam (OKI) untuk menyelamatkan nasib umat Islam Uyghur dan bersikap tegas terhadap rezim Cina untuk memberikan hak-hak sipil mereka.

copy dari warta kota tribun

Kamis, 06 Desember 2018

Demokrasi Kriminal Perlu Diganti Demokrasi Amanah



RR : Parpol Perlu Dibiayai Negara untuk Cegah Korupsi

Sabtu, 18 Juni 2016

Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli menganjurkan pembiayaan partai politik oleh Negara untuk mencegah terjadinya praktik korupsi yang sudah membudaya di Indonesia. Menurut dia, upaya tersebut merupakan bagian dari reformasi sistem politik untuk membangun budaya antikorupsi.

“Harus ada reformasi dalam sistem politik kita. Terutama sistem pembiayaannya. Jadi kalau kita ingin perbaiki politik di Indonesia. Kita harus biayai parpol,” ujar Rizal dalam acara Konvensi Antikorupsi yang diselenggarakan Pemuda Muhammadiyah di Jl Menteng Raya, Jakarta Pusat, Jumat (17/6).

Menurut dia, Negara bisa menganggarkan uang sebanyak Rp 15 triliun yang dibagi secara adil kepada semua partai sesuai dengan perolehan suara. Penggunaan uang tersebut, kata dia cukup biaya operasional partai, biaya konsolidasi dan biaya pencalonan kadernya yang ingin menjadi ikut dalam pemilu.

“Namun perlu adanya pengawasan yang ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Laporannya harus jelas dan diaudit, jika ada menyalahgunakan maka dikenakan hukuman. Dengan mekanisme ini, maka parpol tetap akan menjaga integeritas untuk memperjuangkan kepentingan rakyat,” tandas dia.

Rizal juga menceritakan terkait pola korupsi di Indonesia, mulai dari zaman Orde Baru sampai Orde Reformasi. Pada saat Orde Baru, kata dia korupsinya terkonsentrasi pada kekuasaan termasuk kroni-kroni dan keluarganya. Sementara, pada era reformasi di mana bangsa Indonesia menerapkan desentrasliasi kekuasaan, korupsinya juga ikut terdesentralisasi.

“Pada era sekarang, timbul banyak 'raja kecil' yang malah membuat korupsi semakin banyak. Statistiknya bikin malu kita. Bupati ratusan yang kena. Menteri, makin lama juga makin banyak. Begitu juga anggota dewan. Jadi korupsi berjamaah juga harus dilawan dengan berjamaah," pungkas dia.

Selain Rizal Ramli, Konvensi Antikorupsi dihadiri oleh sejumlah tokoh di antaranya Ketua KPK Agus Rahardjo, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil, Bupati Bojonegoro Suyoto, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo, dan Calon Gubernur DKI Jakarta.

copy dari : beritasatu.com





 



 RR: Demokrasi Kita Demokrasi Kriminal


Senin, 2 April 2018

Ngobrol Politik Menuju Indonesia Emas

Medan, (Analisa). Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman era Kabinet Kerja Jokowi-JK, Rizal Ramli (RR) yang digadang-gadang sebagai calon presiden alternatif mengatakan, saat ini sistem demokrasi yang dianut di Indonesia adalah sistem demokrasi kriminal. Politik uang menjadikan demokrasi kita sarat kepentingan kelompok dan golongan.

“Sekarang, kalau mau jadi anggota DPR harus siapkan uang minimal Rp20 miliar, kalau mau jadi bupati minimal Rp50 miliar, kalau mau jadi gubernur Rp100 miliar dan kalau mau presiden Rp1.000 miliar,” ujar RR dalam acara Ngobrol Politik “Menuju Indonesia Emas”, Sabtu (31/3) di salah satu kafe di Medan.

Hadir sebagai pembicara dalam kegiatan itu di antaranya, Ketua PWI Sumatera Utara, H Hermansjah SE, Ketua KNPI Sumatera Utara, Sugiat Santoso dan Pengamat Politik USU, Faisal Mahrawa.

Ia menjelaskan, karena sistem demokrasinya adalah kriminal maka akhirnya banyak pejabat yang melakukan tindak kriminal. Hari ini, menurutnya, ada 300 dari 350 bupati masuk penjara, setengah dari gubernur yang ada di Indonesia masuk penjara, ratusan anggota DPR, DPRD masuk penjara.

“Itu artinya bukan lagi kasus orang per orang tetapi sudah sistemnya. Sistemnya harus dibenerin,” ujar mantan menteri yang dijuluki “Rajawali Ngepret” ini.

Pada 2019, kata RR, adalah momentum tepat bagi bangsa ini untuk keluar dari sistem demokrasi kriminal tersebut. Pilpres 2019 harus membuka kesempatan untuk menjadi demokrasi yang amanah.

“Pada 2019 nanti, kita harus ubah demokrasi kriminal menjadi demokrasi yang amanah,” ujar Rizal yang sudah mendeklarasikan diri sebagai calon presiden di Pilpres 2019.

Demokrasi amanah itu, lanjutnya, akan meninggalkan model penjajahan partai politik ala negara kapitalis, Amerika Serikat. Sehingga parpol tidak lagi dipaksa mencari uang dengan cara-cara tidak benar, seperti mengorupsi dana dari anggaran belanja negara dan daerah.

“Total colongan beramai-ramai itu Rp75 triliun. Hanya 10 persen yang disumbangkan ke partai politik, 90 persennya dibagi-bagi. Itu sebab anggota DPR-DPRD memiliki kemakmuran yang jauh lebih tinggi dari rakyat jelata,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Ketua PWI Sumut Hermansjah menegaskan, dalam politik praktis, pers selalu bersikap netral dan independen. Harus diakui bahwa pers di Sumatera Utara memang tidak seberdinamika seperti di pusat, namun kehadiran pers di Sumatera Utara tidak bisa dipandang sebelah mata.

“Kita mengapresiasi hadirnya tokoh seperti Rizal Ramli yang kemudian tenar dengan “ngepret”-nya. Meskipun pernah di lingkar kekuasaan, namun beliau tidak gentar untuk selalu melontarkan kritikannya. Saya kira itu bagus untuk memperkuat iklim demokrasi kita selama disampaikan secara baik dan sifatnya membangun,” ujarnya.

Koordinator Liputan (Korlip) Harian Analisa ini menegaskan, bahwa pers memiliki peran dalam mengawal sistem demokrasi yang sehat. Pers juga harus membangkitkan sikap optimisme agar publik tidak kehilangan harapan.

Acara yang diwarnai dengan guyuran hujan lebat itu turut dihadiri puluhan mahasiswa dan anak-anak muda dari berbagai organisasi seperti IMM, Ikatan Mahasiswa Pantai Barat, Getar, Turun Tangan, perwakilan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sumatera Utara, perwakilan Partai Golkar Sumatera Utara, Syamsir Pohan, pengamat politik Sohibul Anshor Siregar dan lain sebagainya. (br)

copy dari : harian.analisadaily.com