Rabu, 19 Desember 2018

Uyghur dan Jokowi sebagai Presiden di Masa Kampanye Pilpres 2019






Alasan Utang dan Investasi, Pemerintah Indonesia Tidak Akan mencampuri Kejahatan Kemanusiaan Uyghur


Selasa, 18 Desember 2018

KEPUTUSAN Pemerintahan Joko Widodo terhadap kejahatan kemanusiaan UYghur, suku minoritas muslim China sangat disesalkan seluruh pihak.

Terlebih, alasan pemerintah tidak membantu karena investasi dan utang terhadap China.

Pernyataan penyesalan tersebut disampaikan World Uyghur Congress (Kongres Uighur Sedunia) sebuah organisasi kelompok Uighur internasional dalam pengasingan yang ditujukan untuk mewakili kepentingan kolektif suku Uighur baik di dalam maupun di luar Kawasan Otonomi Xinjiang, Republik Rakyat Tiongkok.

Lewat akun twitter resminya @UyghurCongress; pada Selasa (18/12/2018), World Uyghur Congress memposting sebuah artikel The Jakarta Post tentang sikap pemerintah yang disampaikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Jussuf Kalla.

Dalam artikel tersebut, Jusuf Kalla mengaku dilema.

Pasalnya, di tengah desakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang meminta agar pemerintah dapat membantu pembebasan warga Uighur, pihaknya tidak dapat melakukan bantuan dengan alasan tidak dapat mencampuri kebijakan bangsa lain.

“Tentu saja kami menolak atau (ingin) mencegah pelanggaran hak asasi manusia. Namun, kami tidak ingin campur tangan dalam urusan domestik negara lain,” Jusuf Kalla dikutip dari The Jakarta Post pada Senin (17/12/2018).


Menjawab pernyataan pemerintah, World Congress Uyghur menyayangkan keputusan tersebut. Sebab, Indonesia yang diketahui merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia seharusnya dapat membantu sesama umat muslim lainnya.

"Meskipun ada tekanan, Wakil Presiden #Indonesia Jusuf Kalla @Pak_JK mengatakan Indonesia tidak akan ikut campur dalam perlakuan # China #Uyghurs. Tanggapan ini sangat mengecewakan. Indonesia harus berbicara menentang kejahatan terhadap kemanusiaan ini," tulis admin World Congress Uyghur.

"Investasi, uang, dan pengaruh Cina tidak boleh ditempatkan di atas manusia. Kami mendesak #Indonesia untuk menemukan suaranya dan berbicara untuk orang-orang #Uyghur," tambahnya.

Status penyesalan World Congress Uyghur tersebut pun dibagikan ulang oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Fahri Hamzah.

Fahri pun turut menyayangkan keputusan tersebut.

"Sedih mendengar ini pak...," tulis Fahri Hamzah.

"Ini PR penting yang lain dalam politik luar negeri Indonesia....negeri ini kukuh menjaga saudaranya yg kecil jumlah ya..tapi negara lain masih ada yg menganiaya minoritas mereka...tapi kita tak berani bicara karena banyak berhutang pada mereka...," tambahnya.

Sementara, dikutip dari islampos.com, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Din Syamsuddin mengecam keras penindasan atas Muslim Uygur di Provinsi Xinjiang, Cina, Ahad (16/12/2018)

“Penindasan seperti itu merupakan pelanggaran nyata atas Hak Asasi Manusia, dan hukum Internasional Convenant on Social and Political Rights menegaskan adanya kebebasan beragama bagi segenap manusia. Maka Muslim Uyghur yang merupakan mayoritas penduduk di Provinsi Xinjiang memiliki kebebasan menjalankan ajaran agamanya,” ujar Din Syamsuddin.

Din Syamsuddin yang juga President of Asian Conference on Religions for Peace (ACRP) meminta agar penindasan itu dihentikan.

Dia juga mendesak Organisasi Kerja sama Islam (OKI) untuk menyelamatkan nasib umat Islam Uyghur dan bersikap tegas terhadap rezim Cina untuk memberikan hak-hak sipil mereka.

copy dari warta kota tribun