ORANG-ORANG DI BUMI INI MEMANG HEBAT-HEBAT. KELAKUANNYA ITU MACEM-MACEM. PENAMPILANNYA KEREN MEMUKAU. GAYANYA PUN BERANEKA SEBUTAN, DAN SEMUANYA MENCENGANGKAN. LHA MEREKA ITU MENIKMATI HIDUP ATAU BERGAYA HIDUP NIKMAT ?
Meskipun sudah menjadi terdakwa dan kini sedang diadili dalam kasus dugaan penistaan agama, calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tajahaja Purnama alias Ahok mengaku tidak menyesal. Bahkan dia akan mengucapkan hal sama apabila itu diulangi lagi.
“Aku engga pernah regret (menyesal). Jadi kalau kamu ulang lagi di Kepulauan Seribu, saya akan mengatakan yang sama persis. Karena saya engga ada niat menghina dan menista agama Islam,” kata Ahok, dalam wawancara dengan Televisi Aljazeera, Sabtu (28/1) dan juga sudah disiarkan secara luas termasuk di Youtube.
Ahok mengatakan kalau pun dirinya meminta maaf, itu karena budaya di Indonesia yang harus santun. “Kalau saya lewat di depan anda pun saya harus permisi, jadi memang kita harus minta maaf seperti itu,” katanya.
Masalah ini muncul, kata Ahok, karena ucapannya di Kepulauan Seribu diedit oleh seseorang bernama Buni Yani dan diedarkan pada saat menjelang Pilkada. Padahal dirinya sudah lama mengatakan hal sama, bahkan menerbitkan itu dalam sebuah buku pada 2008. Sampai saat ini buku itu beredar bebas dibaca orang dan tidak dilarang.
“Tapi karena Pilkada ucapan itu jadi masalah. Jika dilihat, sebenarnya orang-orang yang melaporkan saya satu dan yang lainnya punya saling keterkaitan. Kalau saya nggak ikut Pilkada tak ada kasus ini,” kata Ahok.
Ahok mengaku punya sempat diberitahu Presiden ke-4 Abdurahman Wahid yang menyebutkan bahwa Al Maidah itu tidak ada kaitannya dengan kepala daerah. Karena itu dimaksudkan untuk wali atau kyai. Sedangkan gubernur itu pelayan atau adminstratur.
Basuki Tajahaja Purnama alias Ahok menjadi tersangka karena ucapannya yang mengutif mengutip Surat Al Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu 27 September 2016.(*)
Definition of Terms: Sex, Gender, Gender Identity, Sexual Orientation
Excerpt from: The Guidelines for Psychological Practice with Lesbian, Gay, and Bisexual Clients, adopted by the APA Council of Representatives, February 18-20, 2011. The Guidelines are available on the APA website at
Sex refers to a person’s biological status and is typically categorized as male, female, or intersex (i.e., atypical combinations of features that usually distinguish male from female). There are a number of indicators of biological sex, including sex chromosomes, gonads, internal reproductive organs, and external genitalia.
Gender refers to the attitudes, feelings, and behaviors that a given culture associates with aperson’s biological sex. Behavior that is compatible with cultural expectations is referred to as gender-normative; behaviors that are viewed as incompatible with these expectations constitute gender non-conformity
Gender identity refers to “one’s sense of oneself as male, female, or transgender” (American Psychological Association, 2006). When one’s gender identity and biological sex are not congruent, the individual may identify as transsexual or as another transgender category (cf.Gainor, 2000).
Gender expression refers to the “...way in which a person acts to communicate gender within a given culture; for example, in terms of clothing, communication patterns and interests. A person’s gender expression may or may not be consistent with socially prescribed gender roles, and may or may not reflect his or her gender identity” (American Psychological Association, 2008, p. 28).
Sexual orientation refers to the sex of those to whom one is sexually and romantically attracted. Categories of sexual orientation typically have included attraction to members of one’s own sex (gay men or lesbians), attraction to members of the other sex (heterosexuals), and attraction to members of both sexes (bisexuals). While these categories continue to be widely used, research has suggested that sexual orientation does not always appear in such definable categories and instead occurs on a continuum (e.g., Kinsey, Pomeroy, Martin, & Gebhard, 1953; Klein, 1993; Klein, Sepekoff,& Wolff, 1985; Shiveley & DeCecco, 1977) In addition, some research indicates that sexual orientation is fluid for some people; this may be especially true for women (e.g.,Diamond, 2007; Golden, 1987; Peplau & Garnets, 2000)
Coming out refers to the process in which one acknowledges and accepts one’s own sexual orientation. It also encompasses the process in which one discloses one’s sexual orientation to others. The term closeted refers to a state of secrecy or cautious privacy regarding one’s sexual orientation
*The 2011 guidelines replace the Guidelines for Psychotherapy with Lesbian, Gay, and Bisexual Clients adopted by the Council, February 26, 2000, which expired at the end of 2010.
.. berkenaan sidang di Mahkamah Konstitusi atas gugatan Ahok, Pemerintah dan DPR terkesan berlogika awam.
Lah, Kok Jokowi Malah Minta MK Tolak Permohonan Ahok
Senin, 05 September 2016
Pengamat Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra turut menyoroti sidang uji materi UU Pilkada yang diajukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Mahkamah Konstitusi (MK), hari ini, (5/9).
Dari sidang hari ini, menurutnya ada hal yang menarik yang disampaikan pihak pemerintah dan DPR. Menurutnya, pihak pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo yang diwakili tim kuasa hukumnya seolah meminta MK menolak permohonan Ahok.
“Anehnya Presiden Jokowi melalui kuasa hukumnya menyanggah semua argumentasi hukum yang Ahok kemukakan. Presiden Jokowi malah meminta agar MK menolak permohonan Ahok dengan alasan agar pilkada berjalan jujur, adil dan fair maka cuti adalah wajib,” ujar Yusril dalam keterangan pers, Senin.
Sebelumnya, kata Yusril, dalam permohonannya Ahok meminta agar MK menafsirkan kewajiban cuti bagi petahana ketika kampanye hanya pilihan saja
Dengan demikian, dalam kampanye pilgub nanti, Ahok bisa cuti bisa tidak. Ahok menganggap cuti itu hak bukan kewajiban. Ahok, ujar Yusril, beralasan cuti kampanye itu mengurangi haknya menjabat gubernur selama 5 tahun.
Selain itu Ahok mengatakan dirinya punya tanggungjawab untuk membahas APBD DKI dan menjalankan tugas-tugas lain, sehingga dia tidak perlu cuti. Namun, kuasa hukum Jokowi dalam sidang itu tampak tidak sependapat dengan Ahok.
“Pilkada kata Jokowi melalui kuasa hukumnya harus bebas dari segala penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang oleh calon petahana. Karena itu pilihannya hanya dua. Yaitu petahana berhenti atau cuti. Merujuk putusan MK sebelumnya, petahana wajib cuti jika maju di daerah yang sama,” imbuh Yusril.
Selain itu, kata Yusril, petahana wajib berhenti jika dia maju ke pemilihan kepala daerah di daerah lain. Tak hanya itu, menurut Yusril, sikap DPR ternyata sama dengan sikap Presiden Jokowi. DPR juga minta agar MK menolak permohonan Ahok.
“Hari ini baru giliran Presiden Jokowi dan DPR untuk memberikan tanggapan atas permohonan pengujian UU Pilkada yang dimohon Ahok. Sidang akan dilanjutkan lagi tanggal 15 September untuk mendengar tanggapan KPU Pusat dan Pihak Terkait, yakni Habiburrokhman dan saya,” pungkas Yusril. (flo/jpnn)
Beragam cara para bandar menyelundupkan narkotika ke Indonesia. Salah satunya yang diungkap Badan Narkotika Nasional (BNN) yang menggagalkan penyelundupan sabu asal Guangzhou, China di dalam tiang besi.
Menurut Direktur Pemberantasan BNN Brigjen Anjan Pramuka Putra, sabu tersebut dikemas di dalam sembilan tiang.
Tiang-tiang tersebut disimpan di sebuah pergudangan di Jalan Rawa Bebek RT 001/012, Penjaringan, Jakarta Utara.
"Berapa jumlahnya belum diketahui, ini lagi dibongkar dulu," ujar jenderal bintang satu polisi ini, Selasa (14/6/2016).
Belum diketahui berapa banyak sabu yang berada di dalam tiang tersebut. Petugas harus memotongnya satu per satu dengan gergaji. Ada lima tersangka yang diamankan dalam penggerebekan tersebut.
8 Perkara Ditangani Patrialis Akbar: Novanto sampai Kasuba
Tempo - SELASA, 31 JANUARI 2017
Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pekan lalu, Rabu, 25 Januari 2017, tercatat menangani sejumlah perkara ketika menjadi hakim anggota MK. Berikut ini di antaranya:
1. Perkara perselisihan hasil pemilihan Wali Kota Pematang Siantar pada 2016. Perkara ini diajukan pasangan kepala daerah Wesly Silalahi-Sailanto. Mahkamah menolak permohonan pasangan ini.
2. Perkara pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yang diputuskan pada 2015. Permohonan dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia dan Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia ini dikabulkan sebagian.
3. Perkara pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Putusan Mahkamah terbit pada 2015 dan menyatakan menolak. Pemohon terdiri atas Eva Kristanti, Rusli Usman, Danang Surya Winata, serta kuasa hukum Mohammad Joni.
4. Perkara pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan pada 2015. Pemohon uji adalah Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara.
5. Putusan pengujian UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada 2016. Permohonan dari Setya Novanto itu dikabulkan seluruhnya.
6. Perselisihan hasil pemilihan Bupati-Wakil Bupati Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara, pada 2015, dikabulkan sebagian pada 2016. Pemohon atas nama Rusman Emba dan Abdul Malik Ditu.
7. Perselisihan hasil pemilihan Bupati-Wakil Bupati Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, pada 2015, dikabulkan sebagian pada 2016. Pemohon uji adalah pasangan Petrus Kasihiw dan Matret Kokop.
8. Perselisihan hasil pemilihan Bupati-Wakil Bupati Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, pada 2015, diputus pada 2016. Perkara dari pemohon Bahrain Kasuba dan Iswan Hasjim itu dikabulkan seluruhnya.
New York, 29 Rabiul Akhir 1438/28 Januari 2017 (MINA) – Presiden AS terbaru Donald Trump pada Jumat menutup jalur pengungsi dari berbagai negara yang hendak masuk AS dan melarang sementara imigrasi dari tujuh negara Muslim.
Dalam sebuah perintah eksekutif yang ditandatanganinya, Trump menangguhkan sementara kedatangan Muslim dari negara-negara Irak, Suriah, Iran, Sudan, Libya, Somalia, dan Yaman, dengan alasan dari negara tersebut muncul Islam radikal terbanyak.
Menurut laporan The New York Times, Trump juga memerintahkan imigran Kristen dan agama-agama minoritas lainnya, tapi diberikan prioritas lebih daripada Muslim.
“Kami tidak ingin mereka di sini,” kata Trump merujuk pada imigran Muslim yang dianggapnya radikal dalam upacara penandatanganan surat perintah tersebut di Pentagon (Kementerian Pertahanan).
Sebelumnya pada hari itu, Trump menjelaskan dalam sebuah wawancara dengan media Christian Broadcasting Network bahwa orang Kristen di Suriah “diperlakukan mengerikan” sejak zaman dulu, bahkan didiskriminasi diantara Muslim.
“Saya pikir ini tidak adil, oleh karenanya kita akan menolong mereka,” dalihnya.
Menurut laporan Pew Research Center, AS menerima pengungsi Kristen hampir sama dengan pengungsi Muslim pada 2016, masing-masing 37.521 Kristen dan 28.901 Muslim.
Perintah AS menunda masuknya pengungsi Suriah ke Amerika Serikat berlaku tanpa batas waktu, sedangkan pelarangan Muslim dari tujuh negara itu juga berlaku sampai 90 hari.
Aktivis HAM mengecam keputusan Trump, yang menggambarkan keputusan tersebut sebagai bentuk penindasan terhadap simbol agama lain hanya agar membuat AS merasa aman.
Komite Penyelamatan Internasional menyebutnya “berbahaya dan tergesa-gesa.” Sementara, The American Civil Liberties Union juga menggambarkan keputusan Trump sebagai “eufemisme untuk mendiskriminasikan umat Islam.”
Bahkan, Raymond Offensheiser, presiden Oxfam America, mengatakan pelarangan itu akan membahayakan keluarga di seluruh dunia yang merasa terancam oleh pemerintah otoriter.(T/RE1/P1)
Pengusaha daging impor Basuki Hariman menantang Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menunjukkan bukti operasi tangkap tangan (OTT) yang
dituduhkan kepadanya dan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
"Dari
awal sudah menguat ini adalah OTT, sekarang coba tunjukkan buktinya
hari ini mana," kata Basuki di Gedung KPK Jalan Rasuna Said di Kuningan,
Jakarta, Jumat (27/1/2017).
Pernyataan itu diungkapkan Basuki seusai menjalani pemeriksaan sebagai saksi Patrialis.
KPK
telah menetapkan Basuksi dan Patrialis, serta dua orang, yakni
Kamaludin dan Ng Fenny sebagai tersangka kasus suap terkait uji materi
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan.
Sebelumnya, KPK telah memberikan penjelasan tentang OTT
tersebut. KPK menyatakan juga menyita uang sebanyak USD20.000,
SGD200.000, voucer pembelian mata uang asing dan beberapa dokumen.
"Kami
masih dalami. Belum bisa kami perlihatkan. Cuma benar ada dokumen
pembukuan perusahaan, voucher pembelian valuta asing yang diamankan,"
kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jakarta, Kamis 26 Januari 2017.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitain mengungkapkan kronologi hasil penangkapan yang dilakukan KPK terkait dugaan suap terhadap hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar (PAK). Dugaan suap dikonformasi terkait dengan judicial review Undang Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Menurut Basaria, setelah adanya laporan dari masyarakat akan terjadi suatu tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara kemudian tim KPK ditugaskan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).
"11 orang diamankan dalam penangkapan pada Rabu (25/1) sekitar pukul 10.00 sampai 21.30 WIB di tiga lokasi yang berbeda-beda di Jakarta," kata Basaria, dalam keterangan pers, Kamis (26/1) malam.
Sebanyak 11 orang itu Patrialis Akbar (PAK) hakim MK, Basuki Hariman (BHR) pihak swasta yang memberikan suap bersama-sama dengan NG Fenny (NGF) yang merupakan karyawan BHR, Kamaludin (KM) dari swasta yang menjadi perantara BHR dari swasta kepada PAK, dan tujuh orang lainnya. Lebih lanjut Basaria mengatakan pada Rabu (25/1), KPK mengamankan KM di Lapangan Golf Rawamangun Jakarta Timur, kemudian tim bergerak ke kantor BHR di Sunter Jakarta Utara dan mengamankan BHR beserta sekretarisnya dan 6 karwayan lainnya.
"BHR ini punya sekitar 20 perusahaan yang bergerak di bidang impor daging, tetapi tidak disebutkan satu per satu di sini lalu sekitar pukul 21.30 WIB tim bergerak mengamankan PAK. Yang bersangkutan pada saat jam itu berada di pusat perbelanjaan Grand Indonesia Jakarta Pusat bersama dengan seorang wanita," katanya lagi.
Diduga, kata Basaria BHR memberikan janji kepada PAK terkait permohonan uji materiil UU Nomor 41 Tahun 2014 dalam rangka pengurusan perkara dimaksud. "BHR dan NGF melakukan pendekatan kepada PAK melalui KM, hal ini dilakukan BHR dan NGR agar bisnis impor daging dapat lebih lancar. Setelah melakukan pembicaraan, PAK menyanggupi membantu agar permohonan uji materiil Nomor 129/PUU-XII/2015 itu dapat dikabulkan MK," kata Basaria pula.
Basaria menjelaskan, PAK diduga menerima hadiah 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura, dan dalam kegiatan ini tim KPK telah mengamankan dokumen pembukuan perusahaan, voucer pembelian mata uang asing, dan draf perkara nomor 129 tersebut. "Setelah mengamankan 11 orang, KPK melakukan pemeriksaan 1x24 jam dan KPK meningkatkan status ke penyidikan dengan penetapan empat orang tersangka," ujar Basaria pula.
Tersangka PAK dan KM diduga penerima disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal itu menyebutkan mengenai hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Kemudian BHR dan NGF diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal itu menyebutkan orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 750 juta.
"Sementara untuk tujuh orang lainnya yang turut diamankan saat Operasi Tangkap Tangan saat ini masih berstatus sebagai saksi," kata Basaria lagi.
Sebelum MK dan KPK membuka detil tentang penangkapan mantan Menkumham
ini, media online banyak yang ceroboh. Saat kami menulis kata kunci di
Google “tamansari patrialis” pagi ini (27/1), maka muncul berita seperti
ini di layar depan Google Search :
18 jam yang lalu – JawaPos.com – Komisi Pemberantasn Korupsi
dikabarkan melakukan operasi tangkap tangan terhadap Hakim Mahkamah
Konstitusi, Patrialis …
16 jam yang lalu – Sumber di KPK menyebut bekas anggota DPR dari
Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu ditangkap di sebuah hotel di
kawasan Taman Sari, …
13 jam yang lalu – Patrialis Akbar, Hakim MK yang Ditangkap KPK, Produk Nepotisme SBY … Hakim MK Patrialis Akbar kena OTT di sebuah hotel di Tamansari, …
000
Di layar di atas hanya tempo.co yang membuat judul berbeda.
Kami kemudian penasaran mengetik lagi di Google dengan menambahkan kata
tempo (tamansari patrialis tempo).
Akhirnya kami mendapati berita bahwa Tempo juga ceroboh
menulis tempat penangkapan –mungkin banyak reporter mendapat info yang
keliru dari narasumber- sehingga Tempo akhirnya Tempo minta maaf.
Berikut edisi Tempo minta maaf :
Hakim Patrialis Akbar Disebut Ditangkap di Kos Mewah Ini
TEMPO.CO, Jakarta –
Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, ditangkap penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Rabu malam, 25 Januari 2017. Patrialis
dikabarkan ditangkap di sebuah rumah kos mewah di Jakarta Barat.
“Enggak ada kejadian apa-apa di sini,” kata Anung Setiawan, yang mengaku office boy.
Hal yang sama diungkapkan Febriansyah. “Enggak ada apa-apa, Mas. Kami
juga heran, kok ada di berita,” ucap pria yang mengenakan pakaian
petugas keamanan tersebut.
Permintaan untuk bertemu dengan pengelola tak dipenuhi. Anung
menuturkan pengelola saat ini sedang mengusut soal pemberitaan yang
menyebut tempat tersebut sebagai tempat operasi tangkap tangan (OTT)
Patrialis. Sebab, ujar dia, tidak ada OTT yang dilakukan KPK kemarin
malam.
Menurut Anung, aktivitas yang terjadi di rumah tersebut
berlangsung normal. Dia tak tahu-menahu soal keberadaan Patrialis, yang
disebut berada di kosan itu kemarin malam.
AMIRULLAH SUHADA
Catatan: Berita ini telah direvisi pada Kamis, 26
Januari 2017, pukul 22.18 WIB karena KPK dalam jumpa pers Kamis malam
menyebut Patrialis ditangkap di pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat.
Kami mohon maaf atas kesalahan ini. |
Entah media selain Tempo meminta maaf atau tidak, kami belum sempat menelusurinya.
Memang di orde mediaonline saat ini, media berlomba cepat untuk menulis berita. Jargon cepat tepat
menjadi pegangan wartawan online. Karena mementingkan kecepatan –untuk
menarik banyak pembaca- maka mediaonline kadang ceroboh. Beda dengan
masa berjayanya media cetak dulu, kecepatan “bukan hal utama” karena
media cetak hampir semua terbit pagi. Jargon cerdas cermat mungkin kita bisa sematkan ke media cetak.
000
Kembali ke masalah Patrialis. Kini mantan anggota Partai Amanat
Nasional itu, harus mendekam di tahanan dan menghadapi “masa-masa gelap”
pengadilan KPK. Penguntitan 6 bulan kepadanya, tentu tidak mudah bagi
Patrialis untuk mengelak. Sebab KPK bisa membeberkan sadapan HP, saksi
dan lain-lain.
Sementara Patrialis diperiksa KPK, di luar ramai soal penangkapan
Patrialis. Aktivis-aktivis liberal di twitter membuat komentar-komentar
yang memerahkan telinga kalangan aktivis Islam.
Akhmad Sahal (@sahaL_AS)
yang kini tinggal di Amerika, misalnya menulis : “Yg suka menghujat
orang krn tampilan luarnya urakan (pdhl lurus) akan mudah terkecoh oleh
orang yg tampilannya agamis (pdhl busuk). #PA”
Pendapat Sahal ini diretweet BukanWaliJenggot : “Sayangnya silau jubah dan sorban lebih mempesona dr laku dan tutur.” Sementara Rinorivelino membantah Sahal : “Ga jelas niih @sahaL_AS,ktnya
jubah sorban hanya pakaian yg kearab2an bukan Islam,skrg dibilang
agamis,membingungkan..” Dan seterusnya ramai sekali tanggapan di
twitter.
Patrialis dan Mahkamah Konstitusi
Entah ada hubungannya atau tidak, yang jelas analisa keterkaitan
Patrialis dengan Mahkamah Konstitusi sulit dihindari. Selain Patrialis
terlibat sebagai hakim dalam pengujian UU No 41/2014 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan, Patrialis juga menjadi hakim dalam uji materi
terhadap pasal 284, 285 dan 292 KUHP tentang perzinaan, perkosaan, dan
perbuatan cabul sesama jenis. Revisi KUHP tentang kesusilaan ini
diajukan oleh Aila, Aliansi Cinta Keluarga.
Dan seperti banyak ditulis media massa, Patrialis sangat getol
mendukung Revisi KUHP yang diajukan Aila itu. Bahkan dalam sidang
terakhir tentang KUHP Kesusilaan ini, 12 Januari 2017, Patrialis membaca
Al Quran surat An Naba. Sesuatu yang dianggap tidak lazim bagi kalangan
tertentu. Sidang Mahkamah Konstitusi tentang Revisi KUHP dari Aila ini
sebenarnya mendekati “detik-detik akhir” pengambilan keputusan.
Patrialis boleh jadi salah, karena menerima suap sekitar 2 milyar
seperti yang dituduhkan KPK. Tapi kesalahan laki-laki yang baru
berjenggot ini, tidak menjadikan ucapan dan tingkah lakunya salah semua.
Sebagai manusia biasa, ia mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Ahok dan KPK
Apakah KPK tebang pilih dalam menetapkan tersangka? Inilah yang jadi
perdebatan para ahli. Dengan jumlah penyidik yang terbatas, KPK mau
tidak mau mesti memilih atau memprioritaskan kasus. Hal ini diakui oleh
Ketua KPK Agus Rahardjo. “KPK harus sadar sekali dengan jumlah penyidik
yang sekitar 100 itu kan kurang banyak,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo
dalam jumpa media, di Sukabumi, Jawa Barat, Jumat, 19 Agustus 2016.
Tambahan penyidik diperlukan lantaran Agus tak ingin operasi tangkap
tangan lembaga antirasuah itu kendor gara-gara kurangnya penyidik.
Dengan tambahan jumlah penyidik, diharapkan KPK bisa melakukan
penyidikan kasus baru.
(https://m.tempo.co/read/news/2016/08/20/078797502/kpk-akan-tambah-penyidik-dari-polri).
Pertanyaannya adalah bagaimana cara memilih masukan kasus korupsi
yang mungkin ribuan dan KPK hanya bisa memilih atau menindaklanjuti
puluhan. Padahal ketika sebuah dugaan kasus ditetapkan, KPK mesti
bergerak untuk menyelidiki, menyadap handphone-nya dan seterusnya.
Seperti pengakuan KPK, dalam kasus Patrialis Akbar ini, KPK telah
menyelidiki selama enam bulan.
Maka tidak heran, muncul pertanyaan di masyarakat kenapa radar KPK
kok mengarah gesit menyadap Anggota Mahkamah Konstitusi, Ketua DPD dan
seterusnya, tapi kok lemah menyadap atau menyelidiki gubernur Jakarta,
Ahok. Maka muncul dugaan, kalau radar KPK sejak awal diarahkan ke
Gubernur Jakarta dan teman-temannya, kemungkinan besar Operasi Tangkap
Tangan ke lingkaran dalam Ahok akan terjadi.
Sampai saat ini, KPK juga tidak menahan Sunny tangan kanan Ahok,
padahal menurut investigasi Tempo ia terlibat dalam kasus suap reklamasi
30 Milyar. Fadli Zon, wakil Ketua DPR menyindir KPK dalam lambannya
menangani kasus suap reklamasi ini : “Harusnya KPK mampu ya, untuk
angkat ini. Berharap KPK tetap jadi lembaga independen, ini kan bukan
abdi dalem istana, apalagi abdi dalem Ahok kan,” kata Fadli di Kompleks
Parlemen, Jakarta (20/6/2016). (Lihat http://devel.monitorday.com/detail/36464/desak-kpk-usut-dana-rp30-miliar-fadli-zon-jangan-takut-ahok-dong).
Majalah Tempo telah menginvestigasi masalah ini dengan terang
benderang, dan tidak heran makanya Ahok murka kepada Majalah Tempo.
Berikut kami kutipkan dari situs Tempo:
“Majalah Tempo edisi 20-26 (Juni) dengan cover story “Duit
Reklamasi untuk Teman-teman Ahok,” menceritakan bagaimana uang sebanyak
Rp 30 miliar itu sampai ke Teman Ahok.
KPK telah memeriksa Andreas Bertoni, bekas Managing Director
Cyrus Network Public Affairs, pada 15 April 2016. Penyidik komisi ini
juga sudah memeriksa pimpinan perusahaan pengembang reklamasi, yakni PT
Agung Podomoro Land dan PT Agung Sedayu Group.
Tempo telah menemui Andreas Bertoni. Dia tidak menyangkal pernah
dimintai keterangan oleh KPK di Pacific Place. Dua kali ditemui Tempo,
ia meminta semua penjelasannya tidak dikutip. “Itu tanya saja ke KPK,”
ujarnya.
Andreas yang bergabung dengan Cyrus pada Oktober 2014 mengaku
hanya mengetahui dua kali pencairan dana dari pengembang reklamasi,
yakni Rp 1,3 miliar dari Agung Podomoro pada 14 April 2015. Lalu Rp 7
miliar dari Agung Sedayu pada 19 Agustus 2015.
Duit itu disebutkan sebagai bagian dari realisasi proposal
pendirian Teman Ahok, yang disepakati dalam rapat antara Sunny dan
sejumlah petinggi Cyrus di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, awal April 2015.
Bagaimana uang itu diserahkan? Pada 14 April 2015 sekitar pukul
12.00, mobil Mazda Biante abu-abu dan Avanza putih meluncur dari kantor
Cyrus di Graha Pejaten, Jakarta Selatan. Tujuannya ke dermaga di
Perumahan Pantai Mutiara, Jakarta Utara.
Dua mobil itu berpenumpang lima orang, yaitu Andreas, Amir
Maulana, Yustian Fajri Masanto, seorang anggota staf Cyrus, dan sopir.
Mereka menuju dermaga untuk bertemu dengan Sunny, yang pada saat yang
sama menuju rumah Ariesman di Pantai Mutiara.
Mereka hendak mengambil duit Rp 1,3 miliar seperti yang
dianggarkan proposal. Menurut Andreas kepada KPK, duit itu awalnya
diambil Sunny dengan mobilnya, Chevrolet Captiva hitam, dari rumah
Ariesman.
Duit disimpan di sejumlah koper hitam. Setelah itu, duit-duit
tersebut dipindahkan ke mobil Mazda Biante abu-abu melalui pintu
belakang. Selanjutnya, duit dibawa ke kantor Cyrus di Pejaten dan
ditaruh di brankas lantai dua.
Di lantai dua, tas itu dibuka dan berisi uang pecahan Rp 50 ribu
dan Rp 100 ribu. Andreas sempat berfoto di depan tumpukan uang tersebut.
Foto itu sudah ia berikan kepada penyidik KPK.
Pada 19 Agustus 2015, Andreas ikut menerima dana Rp 7 miliar di
lantai dua kantor Cyrus. Melalui orang-orang Cyrus yang mengambil dana
tersebut, Andreas mendapat informasi bahwa dana itu diambil dari Sunny
dan merupakan pemberian Aguan. “Mereka bilang uang itu dari ‘Harco’
melalui ‘Kampret’,” kata Andreas.
“Harco”, menurut Andreas, adalah kode panggilan untuk Sugianto
Kusuma alias Aguan dalam percakapan di kantor Cyrus, yang merujuk pada
kantor pusat Agung Sedayu Group di Harco Mangga Dua, Jakarta Pusat.
Agung Sedayu punya lima pulau dan ia sudah dicekal untuk
keperluan penyidikan. Adapun Sunny dipanggil “Kampret”, makian khas yang
acap ia lontarkan kepada teman dekatnya. Sedangkan Ariesman dipanggil
“Pluit”, yang merujuk pada alamat kantor Podomoro Land.
Ketika ditanya Tempo soal uang suap ini, pengacara Aguan, Kresna
Wasedanto, tak memberi komentar. “Bentar… bentar,” ujarnya. Adapun
pengacara Ariesman dan Podomoro, Ibnu Akhyat, membantah tuduhan itu.
“Tidak benar itu,” katanya.
Sunny tak mau menanggapi saat ditanyai soal seluruh pengakuan
Andreas kepada KPK tentang penyerahan uang dari Ariesman dan Aguan.
“Terserah mau nulis apa,” katanya kepada Tempo. Sebelumnya, kepada
Tempo, ia mengaku dekat dengan Aguan dan Ariesman. “Mereka kalau ketemu
Pak Gubernur lewat saya,” ujarnya.
Sunny menyangkal tudingan sebagai perantara aliran dana
pengembang ke Teman Ahok melalui Cyrus. “Enggak, enggak ada itu,”
katanya. Hasan Nasbi juga membantah tudingan ini. “Gua capek
mengklarifikasi gosip,” ujarnya.
Hasan mengatakan memecat Andreas karena dia menyetujui dan
menarik sendiri dana Cyrus yang nilainya sekitar Rp 300 juta. “Buat gua,
itu udah maling,” ujar Hasan.
Salah satu pendiri Teman Ahok, Singgih Widyastomo, mengatakan
pendanaan organisasi relawan itu murni dari penjualan kaus dan
merchandise. Menurut dia, kegiatan itu sudah menghasilkan Rp2,5 miliar.
Basuki Purnama mengatakan tak tahu-menahu soal aliran dana untuk
Teman Ahok dari pengembang. Ia mengaku kerap bertemu dengan Sunny dan
Hasan, tapi tak pernah membahas soal pembentukan Teman Ahok.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif memastikan lembaganya
serius mengusut pengakuan Andreas tentang aliran dana ke Teman Ahok
melalui Cyrus itu. Termasuk, kata dia, menelusuri peran Sunny dan
hubungannya dengan Basuki Purnama. “Kami sudah membentuk tim untuk
mendalami itu,” ujarnya. (lihat https://m.tempo.co/read/news/2016/06/20/214781506/eksklusif-perjalanan-duit-rp-30-miliar-ke-teman-teman-ahok)
Biasanya investigasi majalah Tempo dalam kasus korupsi, selaras
dengan tindakan KPK. Tapi dalam kasus suap reklamasi yang melibatkan
teman-teman Ahok ini ada anomali. Ada apa dengan KPK? Wallahu alimun hakim. |
Didin Hafiduddin: Adat Sunda Itu Sesuai Islam Bukan Kepercayaan Mistik
Sabtu, 28 November 2015
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama
Indonesia (Wantim MUI) Pusat Prof. Dr. KH. Didin Hafiduddin mengatakan
bahwa Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dinilai telah salah menafsirkan
makna dari kearifan lokal.
“Kearifan lokal jangan diartikan dengan kebudayaan yang sempit.
Artinya jangan segala macam tradisi yang ada di suatu daerah
dimunculkan, padahal tradisi tersebut bertentangan dengan akidah maupun
syariah,” ujar Didin usai konferensi pers di Kantor MUI Pusat, Jalan
Proklamasi 51, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/11/2015) siang.
Menurut Didin, kearifan lokal sendiri itu lebih kepada bagaimana kita
berbuat, dan bertindak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Bukan masyarakat yang dipaksakan memiliki keyakinan tertentu
yang sudah jelas salah di dalam pandangan Islam.
“Makanya kita himbau kepada bupati Purwakarta untuk tidak mengartikan kearifan lokal seperti itu,” ujar Didin.
“Saya kira, yang selama ini kita lihat bukan adat Sunda yah. Adat
Sunda itu adat yang sesuai dengan Islam bukan kepercayaan yang bersifat
mistik,” imbuh Ketua Dekan Paska Sarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor
ini.
Sebagaimana diketahui, sebelum ini Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi
banyak mendapat kritikan tokoh Islam karena kekeliruan menafsirkan
istilah ‘kearifan lokal’ dinilai kalangan ulama mencampur-adukkan
tradisi yang bertentangan dengan akidah.
Didin mengatakan seharusnya bupati memberikan kebebasan bagi warganya
yang mengkritisi kebijakan tradisi yang mengandung kesyirikan tersebut.
“Ketika masyarakat mengkritisi kebijakan pemerintahannya, saya pikir
itu sebuah kemajuan yang luar biasa. Tapi ketika masyarakat dibungkam
tidak boleh mengkritisi malah itu awal dari ketidak baikan,” tandas
Didin.
Seperti diketahui, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi berupaya
menghidupkan budaya ataupun tradisi yang dinilai publik banyak
mengandung kesyirikan dengan alasan kearifan lokal.
Sejak menjabat sebagai bupati, Dedi berusaha menghidupkan ajaran Sunda Wiwitan
yang dinilai banyak pihak lebih bernuansa klenik. Hal itu terbukti
dengan banyaknya patung-patung pewayangan yang dibangun Dedi. Selain
itu, juga pohon-pohon yang ada di Kota Purwakarta atas kebijakan Dedi
dihiasi dengan kain bermotif kotak hitam putih yang dinilai lebih mirip
budaya agama lain.*
Mejelis Adat Sunda sambangi Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol Anton Charliyan di Mapolda Jawa Barat, Jalan Soekarno Hatta, Bandung, Jawa Barat, Selasa 10 Januari 2017 pagi.
Selain kunjungan silaturahmi juga menyampaikan pengangkatan Irjen Anton Charliyan menjadi bagian dari Dewan Karamaan Majelis Adat Sunda.
Hadir dalam kegiatan tersebut Ketua Majelis Adat Sunda, Ary Mulya Subagdja, Fauzan, Adhitya Alam Syah, RD. Otong Hasan, RD. Dina Ahmad SN, Tina Rachmad, Susane F. SH, Dede Sadeli, Ikal J, Kamaluddin SH, Sonnia Soema, Teguh Ari Prianto
Kujang Bukan Senjata, Tapi Pusaka Bangsa Sunda Minggu 27 November 2016
Kujang selama ini
pada umumnya dikenal masyarakat sebagai sebuah senjata khas Sunda, beberapa
informasi yang tertera di sejumlah laman internet juga menyebutkan warisan bersejarah
ini dapat digunakan sebagai senjata bahkan alat pertanian.
Namun, sebenarnya sejak tahun 2011,
Kujang sudah ditetapkan sebagai Pusaka Bangsa Sunda sesuai Pertimbangan Jaksa
Penuntut Umum dalam Surat Tuntutan No REG.PERK: PDM-92/SUBAN/08/2011,
tertanggal 23 November 2011.
“Negara sudah mengakui secara hukum
bahwa Kujang bukan senjata tetapi Pusaka Bangsa, jadi bebas dibawa kemanapun,”
ujar Kepala Advokat LBH Galuh Pakuan Padjadjaran, Kamaludin, saat berbincang
dalam Talk Show Ngaguar Waris di 107,5 PRFM, Sabtu (26/11/2016).
Kamaludin melanjutkan, Kujang bisa
disebut Pusaka Bangsa Sunda dikarenakan tiga poin, yakni Kujang indentik dengan
Budaya Sunda, merupakan ciri khas Bangsa Sunda, dan disakralkan oleh Masyarakat
Sunda.
“Sudah jelas di surat tersebut bahwa
Kujang bukan senjata, itu bukan kata saya, tapi aparat negara, dalam hal ini
Jaksa Penuntut Umum,” tegasnya.
Tetapi persoalannya menurut Kamaludin, perlu adanya bantuan
dari pemerintah untuk menyampaikan kepada masyarakat luas status Kujang saat
ini.
“Saya juga minta Kujang jangan
disimulasikan sebagai alat bela diri, supaya tidak di-identikan sebagai
senjata, bahkan kalau digunakan bisa membahayakan bagi diri sendiri,” pintanya.
Hal senada disampaikan Ketua Dewan
Karatuan Majelis Adat Sunda, Ari Mulia Subagdja yang juga hadir dalam Talk Show
Ngaguar Waris, ia mengatakan perlu adanya sosialisasi kepada Pemerintah Daerah
dan seluruh perangkat daerah untuk tidak menyebutkan simbol Jawa Barat ini
sebagai senjata masyarakat Sunda.
“Ditambah juga di keterangan jaksa ada
kata Bangsa Sunda, jadi disini Sunda itu bukan suku, tetapi bangsa, suku hanya
sebagian kecil sedangkan bangsa besar,” ucap Ari.
Komisi XI | Kasus JP Morgan Warning atas Bencana Keuangan Negara
berita-hukum 10 Januari 2017
Pemutusan hubungan kemitraan dengan JP Morgan Chase terkait bank
persepsi oleh Kementerian Keuangan, sebetulnya sudah lama disuarakan,
agar pemerintah tak perlu banyak melibatkan bank-bank asing untuk
menampung dana pengampunan pajak. Kasus ini adalah warning atas potensi
bencana keuangan nasional.
Heri Gunawan Anggota Komisi XI DPR RI mengemukakan hal tersebut dalam
rilisnya yang diterima Parlementaria, Jumat (6/1). "Jauh-jauh sebelumnya
kami sudah mengingatkan pemerintah terkait risiko yang terjadi akibat
dilibatkannnya bank-bank asing untuk menampung dana tax amnesty. Kita
sudah ingatkan pemerintah untuk belajar tentang risiko keuangan dan
guncangannya dari kejadian yang mirip di masa lalu."
Pemerintah diimbau politisi muda Partai Gerindra ini, agar mencari cara
dan jalan berpikir lain yang lebih nasionalis. Seperti diketahui,
pemutusan itu terkait dengan hasil riset bank investasi asal AS tersebut
yang dinilai berpotensi menciptakan gangguan stabilitas sistem keuangan
nasional. Hasil riset itu menyebutkan, JP Morgan menggeser rekomendasi
portfolionya, menurunkan Brazil dari overweight ke netral, menurunkan
Indonesia dari overweight ke underweight, dan Turki dari netral ke
underweight.
Tak ada penjelasan dari JP Morgan mengapa merekomendasikan downgrade
atas Indonesia. Dikatkan Heri, bila membaca hasil risetnya, ada
kehawatiran di pasar obligasi yang pertumbuhannya lebih cepat dan
defisit lebih tinggi. Peningkatan volatilitas ini bisa meningkatkan
premi risiko di negara berkembang seperti Indonesia yang berpotensi
menghentikan dan membalikkan aliran modal ke fixed income negara
berkembang, bukan bicara besar kecil dan signifikannya.
Ditambahkan Heri, di balik kasus ini, ada kehawatiran lain terkait
tingginya tekanan sosial di Jakarta. Pada tahun 2016, investor asing
melakukan aksi beli di pasar saham Indonesia sebesar 2,4 miliar dolar
AS. Ini tentu pertanda yang tidak baik bagi stabilitas sistem keuangan
nasional. Apalagi banyak dana hasil pengampunan pajak yang disimpan di
situ. "Pemerintah harus memperhatikan betul performa bank-bank asing,
bahkan perbankan swasta nasional kita," ucap Heri.
Politisi dari dapil Jabar IV itu mengatakan, ada yang perlu dicermati
sekaligus disikapi pemerintah terkjait JP Morgan. Hasil riset JP Morgan
harus jadi warning buat pemerintah bahwa potensi gangguan sistem
keuangan sedang mengancam kita. Harus dipastikan bahwa JP Morgan tidak
lagi menerima setoran penerimaan negara dari siapapun di seluruh cabang
JP Morgan. Perlu dilakukan penyelesaian segera atas perhitungan hak dan
kewajiban terkait pengakhiran penyelenggaraan layanan JP Morgan Chase
sebagai bank persepsi.
Selanjutnya, sambung Heri, perlu ada sosialisasi masif kepada publik
terkait pemutusan kontrak kerja sama tersebut. Selain itu, perlu ada
evaluasi terhadap bank-bank asing maupun perbankan swasta nasional yang
berperan sebagai bank persepsi. Sebab, tidak menutup kemungkinan potensi
dan risiko serupa bisa terjadi di bank-bank asing dan swasta nasional
lainnya. "Kalau sekelas JP Morgan saja bisa terkena imbas apalagi yang
lainnya."
Yang tidak kalah pentingnya, perlu ada peninjauan dan evaluasi terhadap
dana-dana hasil pengampunan pajak yang disimpan di bank-bank asing dan
perbankan swasta nasional lainnya. Dasar hukumnya juga dinilai tidak
terlalu kuat, karena hanya ditopang oleh peraturan sekelas Petaruran
Menteri Keuangan (PMK), imbuh Heri mengakhiri rilisnya.(mh/DPR/bh/sya)
UITEMATE
(Teknik mengapung yg telah menyelamatkan banyak nyawa)
Bagi Anda yg tidak bisa berenang, atau melakukan aktivitas yg berhubungan dgn air yg dalam pasti selalui dihantui kekhawatiran. Jatuh ke dalam sungai atau laut tanpa memiliki kemampuan berenang akan menjadi mimpi buruk. Banyak kasus orang yang harus kehilangan nyawa karena tenggelam akibat tidak mampu berenang atau kelelahan.
Tapi tahukah Anda, data korban tenggelam yg tewas atau hilang di Jepang memiliki statistik yg agak aneh terkait usia korban. Menurut survei, sebanyak 803 orang tewas atau hilang tenggelam pada 2013. Lebih dari 47% berusia lebih dari 65 tahun, sementara sisanya kebanyakan berkisar antara usia lulus SMA hingga 65 tahun. Sedangkan anak-anak di bawah usia sekolah dasar hanya berjumlah 44 orang.
Profesor Hidetoshi Saito dari Universitas Teknologi Nagaoka meyakini rendahnya korban tenggelam usia anak disebabkan karena banyak anak SD yg telah mengikuti pelatihan “Bertahan Hidup dengan cara Mengapung dan Menunggu” atau dalam bahasa Jepang “Uitemate”.
Konsep Uitemate sangat sederhana namun efektif. Banyak korban tenggelam jatuh kedalam air ketika berpakaian lengkap, dan karenanya penting bagi kita untuk mengetahui cara agar tetap bisa mengambang di permukaan dgn kondisi tersebut.
Pada 2008, di Kobe lima orang tenggelam di sungai Toga ketika hujan badai, seorang anak SD dapat diselamatkan karena ia bertahan hidup dengan cara memeluk tas ranselnya. Para ahli mengatakan, seseorang dapat dgn mudah mengapung di permukaan air seperti layaknya binatang berang-berang, dgn hanya memegang sesuatu seperti botol plastik kosong.
Peristiwa menakjubkan lainnya terjadi saat Jepang dihantam Tsunami pada 11 Maret 2011, murid-murid SD di Prefektur Miyagi selamat dari tenggelam karena menggunakan teknik Uitemate. Saat gempa terjadi, mereka dievakuasi ke gedung olahraga, namun tak lama kemudian mereka terjebak air tsunami yg masuk kedalam gedung dan air makin lama makin meninggi. Ketika bencana berlalu, para rewalan dibuat takjub saat masuk ke dalam gedung tersebut, tak ada satu pun murid yg tewas tenggelam. Seorang guru mengatakan mereka selamat karena menggunakan teknik Uitemate untuk mengapung. Kebetulan teknik ini telah dipelajari pada saat pelajaran renang. Teknik ini memang telah diajarkan di seluruh Sekolah Dasar di Jepang. Profesor Hidetoshi Saito adalah orang yg mencetuskan ide ini. Ia mendapatkan ilham ketika melihat daun yg mengapung di air.
Saat seseorang jatuh ke dalam air, reaksi spontan adalah berusaha untuk berenang walaupun ternyata ia tidak pandai berenang. Dengan spontan korban juga akan melambai-lambaikan tangannya sambil berteriak minta tolong, tangan yang mengarah ke atas pada saat orang tercebur atau berada di dalam air sebenarnya malah akan membuat korban menjadi semakin mudah tenggelam. Menurut Prof. Saito, tindakan ini salah. Tindakan yg harus dilakukan adalah berusaha agar tetap mengapung dgn memakai teknik Uitemate dan tunggulah hingga bantuan datang.
Saat ini teknik Uitemate gencar dikampanyekan ke seluruh Dunia, terutama wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia. Dalam satu setengah tahun, 40 instruktur telah dilatih dan 10.000 orang di Sri Lanka telah mendapatkan pelatihan Uitemate.
Berikut Teknik Uitemate yang dapat kita praktikkan dikutip dari duniaberbicara.com :
Untuk belajar teknik ini, berikut tips-tips yang bisa untuk Anda lakukan.
Tenang dan santai, apabila Anda telah terjun ke dalam air, hal yg pertama perlu untuk dilakukan adalah bersikap tenang. Jangan panik, panik hanya akan membuat anda semakin tenggelam.
Rentangkan tangan dan kaki, usahakan setenang mungkin untuk tidur terlentang di air sambil merentangkan tangan dan kaki. Kurangi gerakan-gerakan yg bisa membahayakan diri Anda.
Pandangan menatap ke atas, untuk melancarkan sistem pernafasan Anda, hal yang dilakukan pada teknik satu ini adalah wajah dan pandangan mata menatap ke atas kemudian bernafas seperti biasa.
Teknik jika memakai sepatu, biarkan sepatu Anda terpasang, berat sepatu tersebut akan bisa membantu mengapung.
Botol kosong, jika ada botol kosong di dekat Anda gunakan botol kosong tersebut untuk didekap pada atas dada Anda, hal ini akan semakin membantu proses mengapung.
Mulai sekarang Kita bersama Anak-anak kita bisa belajar menguasai teknik Uitemate ini.
Sumber: ajw.asahi.com,japantimes.co.jp
veri majalah kartini :
Berikut Cara Melakukan Teknik Uitemate:
1. Tenang dan santai, apabila Anda telah terjun ke dalam air, hal yang pertama perlu untuk dilakukan adalah bersikap tenang. Jangan panik, panik hanya akan membuat Anda semakin tenggelam.
2. Rentangkan tangan dan kaki, usahakan setenang mungkin untuk tidur terlentang di air sambil merentangkan tangan dan kaki. Kurangi gerakan-gerakan yang bisa membahayakan diri Anda.
3. Pandangan menatap ke atas, untuk melancarkan sistem pernafasan Anda, hal yang dilakukan pada teknik satu ini adalah wajah dan pandangan mata menatap ke atas kemudian bernafas seperti biasa.
4. Teknik jika memakai sepatu, biarkan sepatu Anda terpasang, berat sepatu tersebut akan bisa membantu mengapung.
5. Botol kosong, jika ada botol kosong di dekat Anda gunakan botol kosong tersebut untuk didekap pada atas dada Anda, hal ini akan semakin membantu proses mengapung.
6. Mulai sekarang bersama Anak-anak Anda bisa belajar menguasai teknik Uitemate ini