Sebelum MK dan KPK membuka detil tentang penangkapan mantan Menkumham
ini, media online banyak yang ceroboh. Saat kami menulis kata kunci di
Google “tamansari patrialis” pagi ini (27/1), maka muncul berita seperti
ini di layar depan Google Search :
Iklanwww.aston-international.com/yogyakarta
Tempo · 7 jam yang lalu
FAJAR · 16 jam yang lalu
www.jawapos.com/read/…/inikah-hotel-di-taman-sari-tempat-patrialis-akbar-ditangka…
18 jam yang lalu – JawaPos.com – Komisi Pemberantasn Korupsi
dikabarkan melakukan operasi tangkap tangan terhadap Hakim Mahkamah
Konstitusi, Patrialis …
www.tribunnews.com › Nasional › Hukum
18 jam yang lalu – Pihak yang di OTT yakni hakim MK Patrialis Akbar di sebuah hotel di Tamansari, Jakarta Barat.
www.tribunnews.com › Metropolitan › News
18 jam yang lalu – Area penangkapan Patrialis Akbar merupakan kawasan esek-esek dengan berbagai modus PSK yang dikemas muncikari dengan cara kreatif.
https://m.tempo.co/read/…/patrialis-ditangkap-di-grand-indonesia-bukan-di-taman-sar…
8 jam yang lalu – Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Hakim Mahkamah Konstitusi PatrialisAkbar di Grand Indonesia bersama seorang.
news.okezone.com/…/wah-patrialis-akbar-dikabarkan-ditangkap-bersama-dua-wanita-…
18 jam yang lalu – Patrialis Akbar dikabarkan ditangkap di kawasan hotel Taman Sari bersama dua orang wanita – Nasional – okezone news.
fajar.co.id/…/patrialis-akbar-ditangkap-kpk-saat-ngamer-bareng-ladies-di-taman-sari/
16 jam yang lalu – Sumber di KPK menyebut bekas anggota DPR dari
Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu ditangkap di sebuah hotel di
kawasan Taman Sari, …
fajar.co.id/2017/…/bamsoet-kaget-luar-biasa-patrialis-akbar-kena-ott-kpk-di-taman-sa…
16 jam yang lalu – FAJAR.CO.ID JAKARTA – Ditangkap tangannya Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengagetkan sejumlah pihak. Apalagi kabarnya …
www.gerilyapolitik.com/patrialis-akbar-pelacur-agama-ditangkap-kpk-hotel-pelacur-e…
13 jam yang lalu – Patrialis Akbar, Hakim MK yang Ditangkap KPK, Produk Nepotisme SBY … Hakim MK Patrialis Akbar kena OTT di sebuah hotel di Tamansari, …
000
Di layar di atas hanya tempo.co yang membuat judul berbeda.
Kami kemudian penasaran mengetik lagi di Google dengan menambahkan kata
tempo (tamansari patrialis tempo).
Akhirnya kami mendapati berita bahwa Tempo juga ceroboh
menulis tempat penangkapan –mungkin banyak reporter mendapat info yang
keliru dari narasumber- sehingga Tempo akhirnya Tempo minta maaf.
Berikut edisi Tempo minta maaf :
Hakim Patrialis Akbar Disebut Ditangkap di Kos Mewah Ini
TEMPO.CO, Jakarta –
Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, ditangkap penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Rabu malam, 25 Januari 2017. Patrialis
dikabarkan ditangkap di sebuah rumah kos mewah di Jakarta Barat.
“Enggak ada kejadian apa-apa di sini,” kata Anung Setiawan, yang mengaku office boy.
Hal yang sama diungkapkan Febriansyah. “Enggak ada apa-apa, Mas. Kami
juga heran, kok ada di berita,” ucap pria yang mengenakan pakaian
petugas keamanan tersebut.
Permintaan untuk bertemu dengan pengelola tak dipenuhi. Anung
menuturkan pengelola saat ini sedang mengusut soal pemberitaan yang
menyebut tempat tersebut sebagai tempat operasi tangkap tangan (OTT)
Patrialis. Sebab, ujar dia, tidak ada OTT yang dilakukan KPK kemarin
malam.
Menurut Anung, aktivitas yang terjadi di rumah tersebut
berlangsung normal. Dia tak tahu-menahu soal keberadaan Patrialis, yang
disebut berada di kosan itu kemarin malam.
AMIRULLAH SUHADA
Catatan: Berita ini telah direvisi pada Kamis, 26 Januari 2017, pukul 22.18 WIB karena KPK dalam jumpa pers Kamis malam menyebut Patrialis ditangkap di pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat. Kami mohon maaf atas kesalahan ini. |
Catatan: Berita ini telah direvisi pada Kamis, 26 Januari 2017, pukul 22.18 WIB karena KPK dalam jumpa pers Kamis malam menyebut Patrialis ditangkap di pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat. Kami mohon maaf atas kesalahan ini. |
Entah media selain Tempo meminta maaf atau tidak, kami belum sempat menelusurinya.
Memang di orde mediaonline saat ini, media berlomba cepat untuk menulis berita. Jargon cepat tepat
menjadi pegangan wartawan online. Karena mementingkan kecepatan –untuk
menarik banyak pembaca- maka mediaonline kadang ceroboh. Beda dengan
masa berjayanya media cetak dulu, kecepatan “bukan hal utama” karena
media cetak hampir semua terbit pagi. Jargon cerdas cermat mungkin kita bisa sematkan ke media cetak.
000
Kembali ke masalah Patrialis. Kini mantan anggota Partai Amanat
Nasional itu, harus mendekam di tahanan dan menghadapi “masa-masa gelap”
pengadilan KPK. Penguntitan 6 bulan kepadanya, tentu tidak mudah bagi
Patrialis untuk mengelak. Sebab KPK bisa membeberkan sadapan HP, saksi
dan lain-lain.
Sementara Patrialis diperiksa KPK, di luar ramai soal penangkapan
Patrialis. Aktivis-aktivis liberal di twitter membuat komentar-komentar
yang memerahkan telinga kalangan aktivis Islam.
Akhmad Sahal (@sahaL_AS)
yang kini tinggal di Amerika, misalnya menulis : “Yg suka menghujat
orang krn tampilan luarnya urakan (pdhl lurus) akan mudah terkecoh oleh
orang yg tampilannya agamis (pdhl busuk). #PA”
Pendapat Sahal ini diretweet BukanWaliJenggot : “Sayangnya silau jubah dan sorban lebih mempesona dr laku dan tutur.” Sementara Rinorivelino membantah Sahal : “Ga jelas niih @sahaL_AS,ktnya
jubah sorban hanya pakaian yg kearab2an bukan Islam,skrg dibilang
agamis,membingungkan..” Dan seterusnya ramai sekali tanggapan di
twitter.
Patrialis dan Mahkamah Konstitusi
Entah ada hubungannya atau tidak, yang jelas analisa keterkaitan
Patrialis dengan Mahkamah Konstitusi sulit dihindari. Selain Patrialis
terlibat sebagai hakim dalam pengujian UU No 41/2014 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan, Patrialis juga menjadi hakim dalam uji materi
terhadap pasal 284, 285 dan 292 KUHP tentang perzinaan, perkosaan, dan
perbuatan cabul sesama jenis. Revisi KUHP tentang kesusilaan ini
diajukan oleh Aila, Aliansi Cinta Keluarga.
Dan seperti banyak ditulis media massa, Patrialis sangat getol
mendukung Revisi KUHP yang diajukan Aila itu. Bahkan dalam sidang
terakhir tentang KUHP Kesusilaan ini, 12 Januari 2017, Patrialis membaca
Al Quran surat An Naba. Sesuatu yang dianggap tidak lazim bagi kalangan
tertentu. Sidang Mahkamah Konstitusi tentang Revisi KUHP dari Aila ini
sebenarnya mendekati “detik-detik akhir” pengambilan keputusan.
Patrialis boleh jadi salah, karena menerima suap sekitar 2 milyar
seperti yang dituduhkan KPK. Tapi kesalahan laki-laki yang baru
berjenggot ini, tidak menjadikan ucapan dan tingkah lakunya salah semua.
Sebagai manusia biasa, ia mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Ahok dan KPK
Apakah KPK tebang pilih dalam menetapkan tersangka? Inilah yang jadi
perdebatan para ahli. Dengan jumlah penyidik yang terbatas, KPK mau
tidak mau mesti memilih atau memprioritaskan kasus. Hal ini diakui oleh
Ketua KPK Agus Rahardjo. “KPK harus sadar sekali dengan jumlah penyidik
yang sekitar 100 itu kan kurang banyak,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo
dalam jumpa media, di Sukabumi, Jawa Barat, Jumat, 19 Agustus 2016.
Tambahan penyidik diperlukan lantaran Agus tak ingin operasi tangkap
tangan lembaga antirasuah itu kendor gara-gara kurangnya penyidik.
Dengan tambahan jumlah penyidik, diharapkan KPK bisa melakukan
penyidikan kasus baru.
(https://m.tempo.co/read/news/2016/08/20/078797502/kpk-akan-tambah-penyidik-dari-polri).
Pertanyaannya adalah bagaimana cara memilih masukan kasus korupsi
yang mungkin ribuan dan KPK hanya bisa memilih atau menindaklanjuti
puluhan. Padahal ketika sebuah dugaan kasus ditetapkan, KPK mesti
bergerak untuk menyelidiki, menyadap handphone-nya dan seterusnya.
Seperti pengakuan KPK, dalam kasus Patrialis Akbar ini, KPK telah
menyelidiki selama enam bulan.
Maka tidak heran, muncul pertanyaan di masyarakat kenapa radar KPK
kok mengarah gesit menyadap Anggota Mahkamah Konstitusi, Ketua DPD dan
seterusnya, tapi kok lemah menyadap atau menyelidiki gubernur Jakarta,
Ahok. Maka muncul dugaan, kalau radar KPK sejak awal diarahkan ke
Gubernur Jakarta dan teman-temannya, kemungkinan besar Operasi Tangkap
Tangan ke lingkaran dalam Ahok akan terjadi.
Sampai saat ini, KPK juga tidak menahan Sunny tangan kanan Ahok,
padahal menurut investigasi Tempo ia terlibat dalam kasus suap reklamasi
30 Milyar. Fadli Zon, wakil Ketua DPR menyindir KPK dalam lambannya
menangani kasus suap reklamasi ini : “Harusnya KPK mampu ya, untuk
angkat ini. Berharap KPK tetap jadi lembaga independen, ini kan bukan
abdi dalem istana, apalagi abdi dalem Ahok kan,” kata Fadli di Kompleks
Parlemen, Jakarta (20/6/2016). (Lihat http://devel.monitorday.com/detail/36464/desak-kpk-usut-dana-rp30-miliar-fadli-zon-jangan-takut-ahok-dong).
Majalah Tempo telah menginvestigasi masalah ini dengan terang
benderang, dan tidak heran makanya Ahok murka kepada Majalah Tempo.
Berikut kami kutipkan dari situs Tempo:
“Majalah Tempo edisi 20-26 (Juni) dengan cover story “Duit
Reklamasi untuk Teman-teman Ahok,” menceritakan bagaimana uang sebanyak
Rp 30 miliar itu sampai ke Teman Ahok.
KPK telah memeriksa Andreas Bertoni, bekas Managing Director
Cyrus Network Public Affairs, pada 15 April 2016. Penyidik komisi ini
juga sudah memeriksa pimpinan perusahaan pengembang reklamasi, yakni PT
Agung Podomoro Land dan PT Agung Sedayu Group.
Tempo telah menemui Andreas Bertoni. Dia tidak menyangkal pernah
dimintai keterangan oleh KPK di Pacific Place. Dua kali ditemui Tempo,
ia meminta semua penjelasannya tidak dikutip. “Itu tanya saja ke KPK,”
ujarnya.
Andreas yang bergabung dengan Cyrus pada Oktober 2014 mengaku
hanya mengetahui dua kali pencairan dana dari pengembang reklamasi,
yakni Rp 1,3 miliar dari Agung Podomoro pada 14 April 2015. Lalu Rp 7
miliar dari Agung Sedayu pada 19 Agustus 2015.
Duit itu disebutkan sebagai bagian dari realisasi proposal
pendirian Teman Ahok, yang disepakati dalam rapat antara Sunny dan
sejumlah petinggi Cyrus di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, awal April 2015.
Bagaimana uang itu diserahkan? Pada 14 April 2015 sekitar pukul
12.00, mobil Mazda Biante abu-abu dan Avanza putih meluncur dari kantor
Cyrus di Graha Pejaten, Jakarta Selatan. Tujuannya ke dermaga di
Perumahan Pantai Mutiara, Jakarta Utara.
Dua mobil itu berpenumpang lima orang, yaitu Andreas, Amir
Maulana, Yustian Fajri Masanto, seorang anggota staf Cyrus, dan sopir.
Mereka menuju dermaga untuk bertemu dengan Sunny, yang pada saat yang
sama menuju rumah Ariesman di Pantai Mutiara.
Mereka hendak mengambil duit Rp 1,3 miliar seperti yang
dianggarkan proposal. Menurut Andreas kepada KPK, duit itu awalnya
diambil Sunny dengan mobilnya, Chevrolet Captiva hitam, dari rumah
Ariesman.
Duit disimpan di sejumlah koper hitam. Setelah itu, duit-duit
tersebut dipindahkan ke mobil Mazda Biante abu-abu melalui pintu
belakang. Selanjutnya, duit dibawa ke kantor Cyrus di Pejaten dan
ditaruh di brankas lantai dua.
Di lantai dua, tas itu dibuka dan berisi uang pecahan Rp 50 ribu
dan Rp 100 ribu. Andreas sempat berfoto di depan tumpukan uang tersebut.
Foto itu sudah ia berikan kepada penyidik KPK.
Pada 19 Agustus 2015, Andreas ikut menerima dana Rp 7 miliar di
lantai dua kantor Cyrus. Melalui orang-orang Cyrus yang mengambil dana
tersebut, Andreas mendapat informasi bahwa dana itu diambil dari Sunny
dan merupakan pemberian Aguan. “Mereka bilang uang itu dari ‘Harco’
melalui ‘Kampret’,” kata Andreas.
“Harco”, menurut Andreas, adalah kode panggilan untuk Sugianto
Kusuma alias Aguan dalam percakapan di kantor Cyrus, yang merujuk pada
kantor pusat Agung Sedayu Group di Harco Mangga Dua, Jakarta Pusat.
Agung Sedayu punya lima pulau dan ia sudah dicekal untuk
keperluan penyidikan. Adapun Sunny dipanggil “Kampret”, makian khas yang
acap ia lontarkan kepada teman dekatnya. Sedangkan Ariesman dipanggil
“Pluit”, yang merujuk pada alamat kantor Podomoro Land.
Ketika ditanya Tempo soal uang suap ini, pengacara Aguan, Kresna
Wasedanto, tak memberi komentar. “Bentar… bentar,” ujarnya. Adapun
pengacara Ariesman dan Podomoro, Ibnu Akhyat, membantah tuduhan itu.
“Tidak benar itu,” katanya.
Sunny tak mau menanggapi saat ditanyai soal seluruh pengakuan
Andreas kepada KPK tentang penyerahan uang dari Ariesman dan Aguan.
“Terserah mau nulis apa,” katanya kepada Tempo. Sebelumnya, kepada
Tempo, ia mengaku dekat dengan Aguan dan Ariesman. “Mereka kalau ketemu
Pak Gubernur lewat saya,” ujarnya.
Sunny menyangkal tudingan sebagai perantara aliran dana
pengembang ke Teman Ahok melalui Cyrus. “Enggak, enggak ada itu,”
katanya. Hasan Nasbi juga membantah tudingan ini. “Gua capek
mengklarifikasi gosip,” ujarnya.
Hasan mengatakan memecat Andreas karena dia menyetujui dan
menarik sendiri dana Cyrus yang nilainya sekitar Rp 300 juta. “Buat gua,
itu udah maling,” ujar Hasan.
Salah satu pendiri Teman Ahok, Singgih Widyastomo, mengatakan
pendanaan organisasi relawan itu murni dari penjualan kaus dan
merchandise. Menurut dia, kegiatan itu sudah menghasilkan Rp2,5 miliar.
Basuki Purnama mengatakan tak tahu-menahu soal aliran dana untuk
Teman Ahok dari pengembang. Ia mengaku kerap bertemu dengan Sunny dan
Hasan, tapi tak pernah membahas soal pembentukan Teman Ahok.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif memastikan lembaganya
serius mengusut pengakuan Andreas tentang aliran dana ke Teman Ahok
melalui Cyrus itu. Termasuk, kata dia, menelusuri peran Sunny dan
hubungannya dengan Basuki Purnama. “Kami sudah membentuk tim untuk
mendalami itu,” ujarnya. (lihat https://m.tempo.co/read/news/2016/06/20/214781506/eksklusif-perjalanan-duit-rp-30-miliar-ke-teman-teman-ahok)
Biasanya investigasi majalah Tempo dalam kasus korupsi, selaras
dengan tindakan KPK. Tapi dalam kasus suap reklamasi yang melibatkan
teman-teman Ahok ini ada anomali. Ada apa dengan KPK? Wallahu alimun hakim. |
Penulis : Nuim Hidayat