Kamis, 26 Juli 2018

Harapan pada Bio Diesel

Presiden percepat mandatori biodiesel perbaiki defisit perdagangan


Jumat, 20 Juli 201

Presiden Joko Widodo terus mengawasi percepatan pelaksanaan mandatori biodiesel dengan tujuan memperbaiki neraca perdagangan yang masih defisit.

"Pertama dampaknya adalah akan menghemat devisa dan kenapa penting menghemat devisa karena memang neraca perdagangan kita sudah lama defisit, sudah empat tahunan kira-kira terutama migas," kata Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai rapat terbatas membahas percepatan pelaksanaan mandatori biodiesel di Kantor Presiden, Jakarta pada Jumat.

Menurut Darmin, defisit perdagangan migas pada Januari hingga Juni 2018 tercatat 5,4 miliar dolar AS.

Sedangkan neraca perdagangan non-migas mengalami surplus sebesar 4,4 miliar dolar AS sehingga defisitnya sekitar 1 miliar dolar AS.

Dengan implementasi mandatori biodiesel bagi Non-Public Service Obligation (PSO), maka diharapkan dapat membantu memperbaiki defisit transaksi berjalan karena mengurangi impor bahan bakar minyak.

"Kami sudah hitung, setelah kami cek beberapa data termasuk valas dari impor BBM dan macam-macam itu bisa mencapai sekitar 5,5 miliar dolar AS setahun. Jadi tadi kita defisitnya 6 bulan hanya satu (miliar dolar AS), jadi kalau setahun dua (miliar) ya selesai itu sebenarnya," ujar Darmin terkait penghematan devisa jika mandatori biodiesel sudah berjalan penuh.

Selain itu, dengan peningkatan penggunaan biodiesel, permintaan minyak sawit akan bertambah sehingga dapat memperbesar pasar di dalam negeri.

"Dampak yang kedua yang sangat penting dari kebijakan ini yaitu harga CPO akan membaik, dan itu kita alami pada waktu B20 pertama-tama dilaksanakan pada 2016. Dalam hitungan jam saja begitu kita putuskan hari ini dilaksanakan, dalam 1-2 jam harga bergerak naik. Ini kita harapkan juga akan memperbaiki tentu saja penghasilan para petani kita di sektor perkebunan kelapa sawit," ujar Menko.

Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 Tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit menyebutkan badan usaha penyalur bahan bakar minyak yang menyalurkan bahan bakar nabati jenis biodiesel wajib melakukan pencampuran bahan bakar nabati jenis biodiesel dengan BBM jenis minyak solar sesuai dengan persentase yang ditetapkan oleh Menteri ESDM.

Pada Perpres tersebut, patokan harga biodiesel mengacu kepada ketetapan Menteri ESDM.

Kewajiban pelaksanaan Biofuel 20 persen sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain.

Untuk pemanfaatan biodiesel sebagai campuran BBM bagi transportasi Non-PSO pada Januari 2016 ditetapkan sebesar 20 persen dari kebutuhan total.

Sementara itu, menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, pemerintah berencana merevisi regulasi untuk mencakup pemanfaatan biodiesel bagi Non-Public Service Obligation (PSO).
copy dari : antaranews.com



Tiga kekhawatiran pengusaha truk soal penggunaan Biodiesel 20

Jumat, 27 Juli 2018

Pemerintah berencana menerapkan penggunaan campuran minyak sawit dalam solar sebesar 20 persen (Biodiesel 20/B20) kepada seluruh kendaraan bermesin diesel pada akhir tahun 2018.

Menyikapi hal itu, Wakil Ketua Bidang Industri dan Logistik Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman mengatakan, pelaku industri transportasi membutuhkan sosialisasi yang berkesinambungan karena biosolar yang digunakan saat ini masih B5 dan B10.

Selain itu, penggunaan B20 juga menimbulkan tiga kecemasan utama bagi pengusaha antara lain waktu servis yang lebih cepat, biaya operasional membengkak karena konsumsi biosolar yang diklaim lebih boros dan potensi kerusakan mesin.

"Mesin-mesin standar yang beroperasi sekarang itu masih B10," kata Kyatmaja Lookman saat dihubungi, Jumat.

"Biosolar itu water kontennya tinggi sehingga membutuhkan komponen tambahan berupa water separator di mobil. Akibatnya perawatan kami jadi membengkak, dari semula setiap 10ribu-20ribu kilometer menjadi sekitar setiap 5ribu-7ribu, harus servis," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan data bahwa dari 6,2 juta truk yang beredar, sebanyak 4,3 juta truk sudah berusia tua sehingga membutuhkan perawatan ekstra.

Pria yang akrab disapa Kyat itu juga mengatakan berdasarkan sebuah pengujian, penggunaan B20 lebih boros 2,3 persen ketimbang mengonsumsi solar biasa.

"Mobil lebih boros 2,3 persen antara B20 dengan yang biasa, berdasarkan pengujian," katanya, kemudian menambahkan, "Asumsi saya, jika nantinya naik memakai B30 maka akan meningkat borosnya dan berdampak ekonomi yang lebih tinggi ke pengusaha."

Selain itu, ia juga menilai bahwa sosialisasi penggunaan B20 yang tidak berjalan berkesinambungan membuat banyak pengguna truk hingga pengusaha tidak memahami risiko kerusakan mesin yang ditimbulkan apabila interval servis mobil tidak ditingkatkan.

"Karena kalau tidak rutin, akan terjadi pemampatan karena ada tumpukan yang menjadi jelly di filter mesin," katanya. "Ketika B20 tanpa sosialisasi, bagaimana dengan mesin kami?"

"Kandungan air dan asam dalam biosolar bisa merusak mesin pada komponen gasket dan karet-karet. Nanti ada kebocoran dan tiba-tiba mobil harus turun mesin. Itu kerugian terbesar bagi pemilik armada," katanya.


Interval Servis

Jika pengusaha angkutan keberatan dengan penerapan B20, produsen kendaraan niaga Volvo Truck Indonesia mengaku siap mengikuti aturan pemerintah terkait Biodiesel.

Pimpinan PT Wahana Inti Selaras selaku importir Volvo Truck di Indonesia, Bambang Prijono, mengatakan armada Volvo mampu menyerap Biodisel 20 dengan syarat waktu servis berkala yang dipercepat.

"Sudah disesuaikan, tapi interval servisnya tidak sama," kata Bambang Prijono saat ditemui wartawan di Sentul, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan truk Volvo diservis setiap 20ribu kilometer saat digunakan di Eropa, maka dengan penggunaan Biosolar harus dipercepat menjadi setiap 10ribu kilometer.

"Interval servisnya lebih pendek jadi 10ribu kilometer atau 250jam kerja," katanya.

Ia juga mengatakan perusahaan transportasi harus menyesuaikan suku cadang pada komponen yang berkaitan dengan bahan bakar karena ada perbedaan jenis parts untuk solar biasa dengan Biosolar.

"Volvo siap. Ada penyesuaian sehingga bisa menggunakan Biodiesel. Fuel part ada, tapi kalau yang Biosolar materialnya berbeda."


copy dari : antaranews.com