Jumat, 03 November 2017

HGB Pulau Reklamasi Selesai Satu Hari, Sofyan Djalil: Kami Revisi




HGB Pulau Reklamasi Selesai Satu Hari, Sofyan Djalil: Kami Revisi
Sofyan Djalil diadukan ke Ombudsman RI terkait pemberian sertifikat pulau reklamasi C dan D di Teluk Jakarta.

Jum'at 3/11/2017, 15.45 WIB

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengaku merevisi sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang diberikan kepada pengembang Pulau D dalam reklamasi Teluk Jakarta. Pulau buatan itu sebelumnya mendapat sertifikat HGB dari BPN DKI Jakarta Utara pada hari yang sama dengan surat diajukan, yakni 23 Agustus 2017.

Sofyan menyatakan, sertifikat HGB yang lalu diberikan seluruhnya kepada pengembang PT Kapuk Naga Indah (KIN) yang mengelola Pulau D. Menurutnya, pemberian sertifikat tersebut keliru.

"Kemarin HGB yang dikeluarkan 100% (kepada PT KIN) itu keliru, kami perbaiki," kata Sofyan di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Jumat (3/11). (Baca: KPK: BPN Terburu-buru Terbitkan Sertifikat Reklamasi Pulau C dan D)

Dalam revisi, Sofyan menyebut pengembang hanya memiliki 51,5% HGB dari seluruh pulau D. Adapun, sisanya diberikan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Selebihnya itu untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum Pemprov DKI Jakarta," kata Sofyan.

Menurut Sofyan, pihaknya telah mengeluarkan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) maupun HGB sesuai aturan. HPL, kata dia, diberikan kepada Pemprov DKI karena pulau reklamasi C dan D berada di bawah kewewnangannya.

"Kemudian Pemprov DKI punya perjanjian dengan pengembang, kami berikan HGB," kata Sofyan. (Baca: Luhut: Silakan Anies Hentikan Reklamasi Jakarta, Asal Sesuai Aturan)

Adapun terhadap pelaporan dirinya dan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara Kasten Situmorang terkait pemberian sertifikat HPL dan HGB Pulau C dan D ke Ombudsman RI, Sofyan menyatakan tak mempersoalkannya. "Itu hak masyarakat lah," kata Sofyan.

Sofyan dilaporkan oleh Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) atas dugaan maladministrasi dalam pemberian HPL dan HGB Pulau C dan Pulau D. Pelaporan tersebut disampaikan hari ini di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (3/11).

KSTJ sebelumnya menyatakan keberatan atas terbitnya HPL dan HGB Pulau C dan Pulau D proyek reklamasi Teluk Jakarta kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Keberatan ini dituangkan dalam surat Nomor 014/SK/KSTJ/VIII/2017 tentang Permohonan Pembatalan Pemberian Hak Pengelolaan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional kepada Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam rangka proyek reklamasi Pulau C dan Pulau D di Teluk Jakarta tertanggal 14 Agustus 2017.

Keberatan itu dilayangkan karena KSTJ menilai ada banyak masalah hukum yang membuat HPL dan HGU tersebut tidak layak terbit. Hal tersebut, salah satunya karena izin lingkungan baru diajukan setelah Pulau C dan Pulau D berdiri.

Selain itu, pembangunan pulau yang menyatu juga dinilai bertentangan dengan Lampiran I Gambar 24 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2030.

KSTJ juga menilai tidak adanya Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota, Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kota, dan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Kota sebelum diterbitkannya HGB dan HPL. Hal ini dianggap bertentangan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.

HPL dan HGB juga dianggap cacat karena untuk melakukan reklamasi di Teluk Jakarta seharusnya ada Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Selain itu, Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang diperlukan dalam pembangunan reklamasi juga sampai saat ini belum ada.

Namun, hingga pengaduan ke Ombudsman dilakukan tidak ada respon ataupun jawaban atas keberatan yang diajukan oleh KSTJ. KSTJ menilai hal tersebut menandakan bahwa Menteri ATR/BPN telah turut serta dalam berbagai pelanggaran hukum yang terdapat dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta, khususnya pulau C dan D.

"Pelanggaran hukum tersebut termasuk dalam kriteria maladministrasi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia," kata Perwakilan KSTJ dari LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora.

Terhadap laporan ini, KSTJ berharap Ombudsman Republik Indonesia dengan kewenangannya dapat segera melakukan investigasi terhadap dugaan maladministrasi dalam pemberian HPL dan HGB. KSTJ juga mengeluarkan rekomendasi mengenai penyelesaian terhadap laporan dugaan maladministrasi tersebut.


copy dari : katadata.co.id

Benarkah Daya Beli Masyarakat Berkurang ?

Diberi Info Hoax Oleh Menteri Penjilat, Jokowi Akhirnya Akui Daya Beli Rakyat Turun


Selasa, 31 Oktober 2017

Jakarta, Hanter - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, sebagai solusi untuk memperkuat daya beli masyarakat yang akhir-akhir ini melemah, dirinya saat ini sedang menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk membuat proyek padat karya yang bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Presiden memerintahkan bayaran proyek tersebut harus tunai. "Perpres akan keluar pada Januari 2018," kata Jokowi, dalam pertemuan dengan para Pemimpin Redaksi (Pemred) media massa, di Istana Negara, Jalan Medan Merdeka, Jakarta, Senin (30/10/2017).

Menanggapi pernyataan presiden ini ekonom senior Dr Rizal Ramli menyambut positif. Menurut mantan Menko Maritim dan Sumber Daya ini, proyek padat karya merupakan solusi tepat Presiden Jokowi untuk meningkatkan daya beli menengah bawah.

“Pak Jokowi akhirnya akui daya beli rakyat turun, setelah sebelumnya diberi informasi hoax oleh menteri penjilat. Proyek padat karya itu solusi tepat untuk mengkatrol daya beli masyarakat,” papar Rizal Ramli kepada Harian Terbit, Senin (30/102017) malam.

Sebelumnya Rizal Ramli mengatakan bahwa ada menteri Kabinet Kerja yang menyesatkan Presiden Joko Widodo dengan informasi palsu atau hoax. Dirinya juga mencermati serta berikan kritik pada menteri yang tidak memberi penjelasan yang sebenarnya kepada presiden tentang daya beli masyarakat.

“Presiden di sidang kabinet tidak diberi penjelasan yang benar, termasuk juga presiden diberikan informasi daya beli enggak turun, itu informasi hoax oleh menteri penjilat,” tuding Rizal.

Kenyataan yang riil, lanjut Rizal, daya beli betul-betul turun. Saya bicara dengan kalangan bisnis dan rakyat biasa, loh kok presiden bisa dilaporin daya beli enggak turun? Nah, informasi enggak benar ini lebih bahaya dari masalahnya sendiri,” ucap Rizal.

Bayar Tunai

Presiden Jokowi memerintahkan Kementerian Desa Transmigrasi dan Daerah Tertinggal, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Kementerian Pertanian, untuk menyiapkan aturan teknis proyek padat karya tersebut secara lebih detil. Yang jelas, dalam proyek padat karya tersebut, honor untuk pekerjanya harus dibayarkan secara harian dan tunai.

"Harus dibayar langsung tunai. Mingguan, atau kalau bisa harian, tidak boleh bulanan. Agar ada imbas memperkuat daya beli," tegas Jokowi.

Untuk Kementerian Desa, Jokowi menginstruksikan agar proyek padat karya tersebut minimal bisa menyedot 200 tenaga kerja di setiap desa. Perlu diketahui, jumlah desa di Indonesia saat ini ada 74 ribu desa dan dana desa untuk 2018 sebesar Rp 60 triliun.

Dengan demikian, belasan juta tenaga kerja diharapkan akan terserap lewat proyek padat karya Kementerian Desa saja, belum kementerian yang lain.

"Bila dihitung 200 tenaga kerja kali 74 ribu desa, ada hampir 15 juta sendiri tenaga kerja yang terserap," papar Jokowi.

Jokowi juga menegaskan, tidak akan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) seperti yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelumnya, sebagai cara instan untuk mengatrol daya beli masyarakat. "Enggak. Enggak akan beri BLT," tegas Jokowi.

(Ale)

copy dari : harianterbit


Diduga Terima Rp 6 Miliar, Pejabat BPN Pusat Ditahan


Priyono, Kepala Subdirektorat Pencegahan dan Pembatalan Wilayah I Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat dijebloskan ke tahanan. Ia diduga menerima suap Rp 6 miliar terkait pengurusan sertipikat tanah.

Suap itu diterima ketika Priyono menjabat kepala BPN di sejum­lah daerah. Penyidik gedung bundar Kejaksaan Agung masih mendalami dugaan adanya ok­num lain yang terlibat kasus ini.

"Bagaimana teknis pemberian gratifikasi dilakukan serta apakahmasih ada keterlibatan peja­bat lainnya, sedang ditelusuri," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, M Rum.

Ia menandaskan, penetapan status tersangka kepada Priyono dilakukan berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan peny­idik. Di antaranya aliran dana dari pihak pemohon sertipikat la­han atau tanah. "Masih didalami. Dikembangkan pemeriksaannya ke beberapa daerah," ucapnya.

Priyono disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf 12 B atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Menambahkan keterangan tersebut, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Warih Sadono menyatakan, penyidik masih mengumpulkan keterangan dari saksi tambahan.

Saksi-saksi itu tersebar di beberapa daerah wilayah Jawa Tengah. Disebutkan, dugaan penyimpangan ditemukan saat tersangka berdinas di BPN Sukoharjo, Pekalongan, dan Semarang.

"P dalam periode 2006-2009 saat menjabat di BPN Semarang dan 2009-2011 saat menjabat di BPN Sukoharjo, lalu selaku kepala kantor di Pekalongan 2011-2012 dan selaku kepala kantor BPN Semarang 2012-2014," ungkap Warih.

Diduga, selama menjabat di wilayah tersebut pada 2006 sampai 2014, tersangka telah menerima uang sejumlah Rp 6 miliar. Yang menurut dia perlu ditindaklanjuti saat ini adalah, bagaimana teknis pengumpulan dana-dana kutipan tersebut.

"Apakah diberikan oleh pemohon sertipikat secara su­karela atau ada unsur paksaan," kata bekas Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Termasuk di dalamnya, apak­ah ada patokan uang suap yang ditetapkan tersangka serta ke mana saja dana-dana tersebut dialirkan tersangka.

"Untuk apa saja dana-dana yang diterima pada periode 2006-2014 itu," ujar Warih.

Dia menduga, pola yang di­laksanakan untuk memuluskan kejahatan tersangka selama dela­pan tahun, sama. "Saat ini sudah ada penyidik yang telah disebar untuk melengkapi bukti-bukti," kata Warih.

Untuk mempermudah pe­meriksaan terhadap Piyono, penyidik memutuskan melaku­kan penahanan. Untuk tahap pertama, Priyono ditahan se­lama 20 hari di Rutan Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

Warih menandaskan, peny­idikan kasus ini juga akan diar­ahkan ke internal BPN. "Siapa yang ikut menerima dana hasil kejahatan itu, apakah ada yang membantu tersangka melak­sanakan kejahatannya selama menjabat kepala kantor BPNdi daerah," ujarnya.

Bila terbukti ada keterlibatan pihak lainnya, Warih menegaskan,penyidik tidak ragu-ragu untuk kembali menetapkan status tersangka, baik dalam kapasitas pemberi atau penerima suap.

Warih belum bersedia mem­berikan keterangan, apakah tindakan tersangka menerima suap dilakukan atas perintah atasan. "Soal itu sudah masuk materi perkara. Nanti, sedang kita kembangkan penyidikan­nya," sergahnya.


Kilas Balik 

Delapan Pegawai BPN Surabaya Dicokok Polisi

Pungli Biaya Ukur Tanah

Polisi membongkar praktik pungli dalam proses pembuatan surat tanah di Surabaya, Jawa Timur. Lima oknum pegawai Badan Pertanahanan (BPN) Surabaya IIdiciduk.

Mereka yakni Slamet (Kepala Sub Seksi Tematik dan Potensi Tanah), Chalidah Nazar dan Aris Prasetya (Staf Seksi Pengukuran Tanah), serta dua pegawai hon­orer, Bayu Sasmito dan Alvin Nurahmad Rivai.

"Kelimanya langsung di­tahan," kata Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya, Komisaris Besar M Iqbal.

Iqbal menjelaskan, modus pungli yang dilakukan oknum pegawai BPN Surabaya IIadalah meminta bea tambahan untuk pengukuran tanah di luar tarif resmi. "Bea tambahan pengu­kuran tanah itu sudah dipatok," ujarnya.

Besar pungli bervariasi tergantung luas tanah. "Jadi setelah pemohon membayar tarif sesuai luas tanah, pemohon dimintai uang tambahan untuk percepatan den­gan nominal variatif sesuai dengan luas tanah," ungkap Iqbal.

Jika tidak bersedia membayar pungli, proses pengukuran tanah akan diperlambat. Pemohon diminta membayar pungli ke rekening Bayu Sasmito di Bank Jatim. "Di akhir bulan uang yang terkumpul di rekening dibagi ke­pada seluruh Seksi Pengukuran," ungkap Iqbal.

Selain mencokok kelima ok­num, polisi juga menggeledah ruang kerja mereka. Dari laci meja kerja Chalidah ditemukan uang tunai Rp 8 juta, 3 lembar bukti setoran PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) Bank Jatim dari pemohon pengukuran tanah, 12 berkas permohonan pengukuran tanah dan 1 buku rekening Bank Jatim atas nama Bayu Sasmito.

Menurut Iqbal, penyidik masih menelusuri besarnya pungli yang dikumpulkan dari rekening Bayu. "Kita masih menelusuri keberadaan uang-uang lain yang diduga berhubungan dengan perkara ini," ujarnya.

Bekas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya itu mengatakan, penyidik telah meminta Bank Jatim agar memblokir rekening penampungan uang pungli itu.

Kasus ini terbongkar setelah polisi menerima pengaduan dari masyarakat mengenai adanya biaya tambahan dalam proses pengukuran tanah. "Kita meng­gali keterangan saksi-saksi yang diduga menjadi korban dari praktik tersebut," katanya.

Kelima oknum pegawai BPN Surabaya II bakal dijerat dengan Pasal 12E dan Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada saat bersamaan, di Rokan Hulu, Riau, polisi juga menciduk tiga oknum BPN setempat yang melakukan pungli. Kapolres Rokan Hulu Ajun Komisaris Besar Yusup Rahmanto men­jelaskan, pelaku diduga meminta sejumlah uang dari Sepriyandi, notaris dan PPAT yang mengurus pembuatan dokumen tanah.

"Adapun barang bukti yang disita uang Rp 11 juta, dua buah Sertipikat Hak Tanggungan, 29 buah Sertipikat Hak Guna Bangunan, dua lembar data berkas permohonan yang belum selesai diurus beserta catatan be­saran uang biaya pengurusan," katanya, kemarin.

Yusup menandaskan, operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan korban, notaris dan pejabat PPAT melakukan transaksi penyerahan uang kepada pejabat BPNRokan Hulu, Junaidi. "Pelaku meminta uang tambahan untuk biaya kepengurusan sertipikat tanah dan bangunan," sebutnya.

Penyerahan uang dilakukankorban kepada pelaku terkait pengurusan pendaftaran Sertipikat Hak Tanggungan dari 35 pemo­hon, serta dua permohonan pengurusan pendaftaran turun waris.

Berdasarkan keterangan sak­si korban, Sepriyadi dan Eni Endahwati, untuk pengurusan dokumen tersebut, mereka te­lah menyetor retribusi resmi di loket kantor BPNRokan Hulu pada Februari 2017 sebesar Rp 10.600.000.

Namun lantaran berkas yang diajukan tidak kunjung selesai, Endahwati menanyakan kelanju­tan proses ke BPNRokan Hulu. Ia kemudian diminta menghadap Junaidi.

Pada Rabu 7 Juni, Endahwati lantas mendatangi kantor Junaidi. Ketika bertemu, Junaidi mem­inta biaya tambahan pengurusan sebesar Rp 22.980.000.

Menurut Yusup, oknum peja­bat BPNitu sempat mengancam jika tak membayar biaya itu, permohonan tak akan diteruskan ke Kepala Kantor BPN.

"Korban akhirnya bersedia membayar. Saat mereka transaksi pada Jumat (9/6/2017), petugas yang sudah mendapat laporan dari korban langsung melakukan OTT," ujar Yusup. ***

copy dari : RMOL.CO

Minggu, 29 Oktober 2017

Penyidik KPK menghilangkan Barang Bukti ?

Ini Barang Bukti yang Diduga Dirusak Penyidik KPK dari Polri

Senin, 30 Oktober 2017

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembalikan dua penyidik dari kepolisian, yakni Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisaris Harun ke Kepolisian RI. Mereka diduga telah merusak serta menghilangkan bukti ketika menyidik kasus suap mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar.

Sejumlah sumber menyebutkan, Roland dan Harun dinilai melanggar kode etik sehingga dikembalikan ke institusinya. Namun juru bicara KPK, Febri Diansyah, membantah hal tersebut. "Keduanya dikembalikan karena sudah mendekati masa tugasnya di KPK," kata dia, Ahad, 29 Oktober 2017.

Barang bukti itu berupa catatan pengeluaran keuangan dua perusahaan Basuki Hariman, penyuap Patrialis, untuk memenangkan gugatan uji materi Undang-Undang Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi. Catatan tersebut memuat sejumlah pejabat yang diduga menerima aliran duit dari perusahaan Basuki.

Barang bukti I
Buku bank sampul merah PT Impexindo Pratama.
Berisi catatan pengeluaran perusahaan pada 2015-2016 dengan jumlah Rp 4,337 miliar dan US$ 206,1 ribu.

Barang bukti II
Buku bank sampul hitam PT Aman Abadi Nusa Makmur.
Berisi catatan pengeluaran perusahaan periode 2010-2013 dengan jumlah US$ 1,256 juta.

Tindakan:
- Membubuhkan tip-ex pada catatan keuangan.
- Merobek beberapa halaman dalam catatan keuangan.
- Mencabut BAP Kumala Dewi dari berkas perkara kasus suap mantan hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar.

Bukti:
- Rekaman kamera pengawas di lantai 9 gedung KPK.
- Barang bukti yang telah dirusak.

MAYA AYU

copy dari tempo.co


----


Penyidik Diduga Rusak Bukti, KPK Didesak Jatuhkan Sanksi

Senin, 30 Oktober 2017

Jakarta - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari kepolisian yang diduga melakukan pelanggaran harus mendapat sanksi sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang berlaku di KPK. Dua penyidik tersebut diduga telah merusak dan menghilangkan sejumlah barang bukti perkara suap pengusaha Basuki Hariman kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar.

“Ketika dia bekerja di KPK dan melanggar ketentuan, dia harus mendapat sanksi, sebagaimana aturan main di KPK,” ujar Adnan saat dihubungi Tempo pada Senin, 30 Oktober 2017.

Komisi antirasuah sudah mengembalikan dua penyidik itu, yakni Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisaris Harun, ke Markas Besar Kepolisian RI. Menurut sejumlah sumber, keduanya diduga menghapus dan menyobek beberapa lembar catatan keuangan dua perusahaan milik Basuki: PT Impexindo Pratama dan PT Aman Abadi Nusa Makmur.

Catatan itu berisi sejumlah pengeluaran uang yang diduga untuk memuluskan impor daging sapi. Sejumlah pejabat dari beberapa kementerian dan kepolisian masuk dalam catatan itu. Penyidik dari kepolisian juga diduga merekayasa keterangan saksi untuk menghapus keterangan yang berkaitan dengan catatan pengeluaran itu.

Roland dan Harun ditengarai menghilangkan 15 lembar catatan dalam barang bukti itu pada 7 April lalu. Keduanya dilaporkan kepada pengawas internal KPK karena telah membubuhkan tipp ex dan merobek lembaran catatan.

Adnan menuturkan integritas orang yang bekerja di KPK harus benar dijaga. KPK sendiri pun memiliki SOP, kode etik, dan prosedur yang bisa merespons semua perbuatan yang dianggap melanggar kode etik atau melakukan pidana.

“Ketika ada indikasi memalukan pidana, KPK harus bekerja sama dengan penegak hukum untuk memproses itu,” kata Adnan.

Sementara itu, pelaksana tugas Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK, Eko Marjono, menolak berkomentar tentang pelanggaran tersebut. "Hal seperti itu bisa ditanyakan langsung ke pimpinan dan juru bicara," ucapnya. Cerita lengkap soal ini juga bisa dibaca di majalah Tempo yang terbit hari ini.

copy dari tempo.co

Sabtu, 26 Agustus 2017

Sebagian Saracen di Liputan 6

Begini Awal Terbentuk Sindikat Saracen


26 Agustus 2017

Polisi masih mengungkap sindikat Saracen yang diduga menyebarkan hate speech atau ujaran kebencian di media sosial.
Ujaran kebencian dijadikan ladang bisnis dengan tarif hingga puluhan juta rupiah. Lantas, bagaimana awal mula terbentuknya sindikat ini?

Jasriadi, yang merupakan ketua sindikat ini, mengklaim kelompok ini terbentuk untuk menghancurkan kelompok grup media sosial lain, yang menurutnya melakukan ujaran kebencian.
"Saracen awalnya terbentuk begitu saja, setelah kita hack grup yang namanya--ada kata binatang," ujar Jasriadi dalam wawancara khusus bersama Liputan6.com, Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 24 Agustus 2017.
"Nah, di situ isi dalam grup itu ujaran kebencian banyak, dan kami sebagai tim yang punya keahlian ingin menghancurkan grup tersebut," dia melanjutkan.
Dari situlah, kata Jasriadi, pihaknya mulai menghimpun jaringan melalui media sosial untuk menghancurkan grup tersebut.
"Ternyata grup itu admin-adminnya banyak yang menyamar. Nah, saya merasa terpanggil untuk menghancurkan (grup) itu. Saya coba mengambil-alih grup itu," ujar dia.
Nama Sarecen sendiri, kata Jasriadi, berarti perjuangan di media sosial. Namun, dia tidak menjelaskan tujuan perjuangan yang dimaksud.
"Waktu itu kita menggunakan Saracen, Saracen ini yang membuat nama si Ropi--Ropi Yatman tak lain mantan pacar tersangka Sri Rahayu Ningsih. Dia ambil dari (internet). Kalau enggak salah artinya perjuangan di media sosial," ujar dia.

Belajar Meretas

Jasriadi mengaku memiliki kemampuan meretas jaringan media sosial. Dia belajar secara autodidak di internet. Bahkan, dia belajar secara khusus tentang Facebook.
"Jadi tidak ada namanya kita diajari orang, prosesnya panjang sekali. Waktu itu saya mempelajari dasar-dasar Facebook, saya membuka kode source. Kebetulan di bawahnya ada pengembang developer-nya, orang India," kata dia.
"Beliau menjual program dasar-dasar FB (Facebook). Saya pelajari dari situ, saya beli waktu itu pembayarannya pakai Paypal," Jasriadi mengklaim.
Dalam kasus Saracen, polisi telah menangkap tiga tersangka. Ketiganya adalah Jasriadi alias JAS yang merupakan Ketua Saracen, MFT yang berperan sebagai koordinator media dan Informasi, serta Sri Rahayu Ningsih alias SRN yang berperan sebagai koordinator wilayah.
Polisi masih mencari tersangka lain yang merupakan admin jaringan Saracen. Polisi juga memburu pihak-pihak yang pernah memesan konten terlarang ini di Saracen.
"Ya kita akan kembangkan. Kita masih membidik admin-admin lain atau grup-grup lain yang memiliki modus yang serupa dengan kelompok (Saracen) ini," tandas Kasubbag Ops Satgas Patroli Siber Polri, AKBP Susatyo Purnomo.

copy dari liputan 6

----

Ini Daftar Harga Paket Ujaran Kebencian di Saracen

 26 Agustus 2017

Polisi hingga kini terus mengusut jaringan penyebar ujaran kebencian dan SARA melalui media sosial bernama Saracen.
Dalam pengembangannya, polisi menemukan proposal saat olah tempat kejadian perkara di kediaman Jasriadi alias JAS.

"Si JAS ini menyediakan proposal bagi siapapun kelompok maupun perorangan yang membutuhkan jasa yang bersangkutan, proposal dana kampanye dalam medsos," ujar Kasubdit 1 Dit Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Irwan Anwar kepada Liputan6.com, Kamis 24 Agustus 2017.
Dalam proposal itu, kata Irwan, disebutkan bahwa jika ingin menggunakan jasa Jasriadi, maka bisa melalui CV Jadi Jaya dengan dikenakan tarif Rp 72 juta perbulan atau perpaket.
Irwan pun kemudian merinci harga paket yang ditawarkan Saracen tersebut:
1. Pembuatan webside atau blog Rp 15 juta perbulan
2. Jasa untuk buzzer dengan jumlah 15 orang masing-masing dihargai Rp 3 juta. Sehingga totalnya Rp 45 juta
3. Jasa untuk koordinator Rp 5 juta
4. Jasa untuk media Rp 7 juta
Namun begitu, Irwan belum dapat memastikan apakah jasa itu digunakan untuk pilkada atau bukan.
"Ini kami hanya menemukan bahwa yang bersangkutan memang dugaannya adalah sindikat yang menyiapkan jasa untuk melakukan hoax atau ujaran kebencian," tandas Irwan.
1 dari 2 halaman


 3 Tersangka

Sejauh ini, polisi telah menangkap tiga tersangka yang merupakan sindikat penebar kebencian Saracen. Ketiganya adalah JAS yang merupakan Ketua Saracen, MFT yang berperan sebagai Koordinator Media dan Informasi, serta SRN yang berperan sebagai koordinator wilayah.
Polisi masih terus mencari tersangka lain yang merupakan admin jaringan Saracen. Polisi juga memburu pihak-pihak yang pernah memesan konten terlarang ini di Saracen.
"Ya kita akan kembangkan. Kita masih membidik admin-admin lain, atau group-group lain yang memiliki modus yang serupa dengan kelompok ini," tandas Kasubbag Ops Satgas Patroli Siber Polri, AKBP Susatyo Purnomo.

copy dari : liputan 6

----

Langkah-Langkah Polri Ungkap Sindikat Saracen

26 Agustus 2017

Analis Kebijakan Madya bidang Penmas Divisi Humas Polri Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono mengatakan, pihak kepolisian sangat berhati-hati dalam mengungkap siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam sindikat penyebar ujaran kebencian, Saracen.
"Kita memulai ini pelan-pelan, tapi karena ini kasus yang sangat besar, termasuk nama baik banyak orang, termasuk ada nama senior-senior kita yang sudah pensiun. Karena ini juga reputasi banyak orang, sehingga nantinya bisa timbul yang namanya pencemaran nama baik," ujar Pudjo di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (26/8/2017).

Dia menjelaskan, Saracen ini memang sudah sejak lama diperhatikan oleh pihak kepolisian. Pengungkapannya bahkan memakan waktu cukup lama.
"Ini sudah kita mencoba melakukan mapping berbagai konten di medsos setahun terakhir. Setelah kita lihat setahun terakhir, kita mengerucut ke enam bulan terakhir, dan satu bulan terakhir," ucap dia.
Dari proses mapping atau pemetaan tersebut, lanjut Pudjo, ada hubungan berbagai kelompok di berbagai kota menjadi satu kelompok besar yang bernamanya Saracen ini.
"Kita melakukan berbagai upaya penangkapan, pertama di Koja, kemudian Riau, dan terakhir Cianjur. Dari berbagai penangkapan, kita mendapatkan bukti digital," kata dia.
Selain bukti digital, menurut Pudjo, ada juga bukti lain yang didapat dari media sosial (medsos), yaitu data-data sebanyak 100 gigabyte.
"Kita terus bongkar. Baru sekitar 25 gigabyte kita bongkar, kita sedang telaah satu per satu," tutur dia.
Dari proses tersebut, sambung Pudjo, polisi juga berusaha tidak gegabah. Asas praduga tak bersalah tetap diterapkan terhadap orang-orang yang namanya tercantum dalam jaringan tersebut.
"Tentu saja akan kita panggil untuk dicocokkan apakah benar posisi orang itu sesuai dalam jaringan tersebut. Tapi untuk kelompok sudah kita dapatkan. Tapi kalau struktur organisasi, masih kita lakukan pendalaman," kata dia.
Mengenai siapa saja yang terlibat, Pudjo menyebut sebagian sudah beredar di medsos. Sebab, mereka yang namanya tertulis dalam struktur Saracen akan dipanggil.
"Kita harus cek ke yang bersangkutan. Akan kita mintai keterangan," jelas Pudjo.

copy dari : liputan 6

----

Siapa Pemesan Sindikat Saracen?

26 Agustus 2017

Polri membongkar sindikat penyebar ujaran kebencian atau hate speech dan SARA melalui media sosial. Jaringan penebar kebencian tersebut bernama Saracen.
Polisi telah menangkap tiga orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Jasriadi (32) yang berperan sebagai ketua, Muhammad Faizal Tanong (43) sebagai koordinator bidang media dan informasi, serta Sri Rahayu Ningsih (32) sebagai koordinator grup wilayah.

Kasubdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar mengatakan, anggota sindikat ini telah memiliki beragam konten hate speech sesuai isu yang tengah berkembang. Mereka kemudian menawarkan produk itu dalam sebuah proposal.
"Mereka menyiapkan proposal. Dalam satu proposal yang kami temukan, itu kurang lebih setiap proposal nilainya puluhan juta rupiah," ujar Irwan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu 23 Agustus 2017.
Sindikat Saracen diketahui memiliki ribuan akun. Mereka juga berbagi tugas untuk mengunggah konten pro dan kontra terhadap suatu isu.
"Misalnya kurang lebih 2.000 akun itu dia membuat meme menjelek-jelekkan Islam, ribuan lagi kurang lebih hampir 2.000 juga menjelek-jelekkan Kristen. Itu yang kemudian tergantung pemesanan," jelas Irwan.

Kepala Bagian Mitra Biro Penmas Divisi Humas Mabes Polri Kombes Awi Setiyono menjelaskan, dalam proposal itu, sindikat Saracen meminta dana sekitar Rp 72 juta.
Dalam proposal dana tersebut, Saracen mematok harga Rp 15 juta untuk jasa pembuat website. Sementara untuk buzzer, Saracen memiliki 15 anggota yang akan mendapat upah selama sebulan sebanyak Rp 45 juta.
Sedangkan tersangka Jasriadi yang berperan sebagai ketua sindikat Saracen, yang tugasnya mengunggah postingan provokatif bernuansa SARA, meminta upah Rp 10 juta.
Lalu sisa dari dana pengajuan proposal tersebut, ujar Awi, digunakan untuk kepentingan lain di luar perkiraan.
"Terkait tadi masalah pemesanan itu, begini untuk proses penyidikan ini, penyidik menemukan ada satu proposal. Yang terakhir ada cost untuk wartawan," ujar Awi di Kantor Divisi Humas Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis 24 Agustus 2017.
Walau demikian, Awi tidak mempercayai begitu saja apa yang dituliskan oleh pelaku, termasuk dana untuk wartawan. Ia mengatakan, pihaknya masih terus mendalami temuan-temuan tersebut.
"Itu kan proposalnya dia yang kita temukan. Tapi belum tentu kan. Itu yang perlu proses pendalaman. Kita tidak percaya begitu saja. Kalau dia tulis begitu, apa kita langsung percaya? Teman-teman wartawan dirugikan juga toh. Itu temuan-temuan," ujar dia.
Kasubag Ops Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri AKBP Susatyo Purnomo menuturkan, angka yang ditawarkan dalam setiap proyek ujaran kebencian dan SARA oleh Saracen ini bahkan mencapai Rp 100 juta.
"Dia menawarkan ya senilai Rp 75 juta sampai Rp 100 juta, itu atas proposal ya," ujar Susatyo.
Kendati pihaknya belum bisa memastikan harga riil per proposal. Apalagi polisi masih terus menggali siapa saja yang pernah membeli jasa Saracen untuk menebar kebencian dan SARA ini.
"Makanya kami masih mendalami, karena kan kami belum cek betul apakah itu hanya ajuan mereka dan sebagainya," kata Susatyo.

Tutup Mulut Siapa Pemesan

Kabag Mitra Biro Penmas Divisi Humas Polri Kombes Pol Awi Setiyono mengatakan, tiga tersangka sindikat Saracen tidak terbuka saat pemeriksaan.
"Termasuk, siapa yang selama ini pesan, memang yang bersangkutan sangat tertutup. Beberapa tersangka ini juga sulit kita mintai keterangan," ucap Awi di Kantor Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis 24 Agustus 2017.
Polisi juga masih mendalami siapa saja pihak-pihak yang memesan sindikat Saracen. "Yang lain-lain terkait dengan kelompok-kelompok mana yang pernah pesan, atau siapa yang pernah pesan kepada mereka, ini masih proses pendalaman," ujar Awi.
Sementara akibat perbuatannya itu, Jasriadi disangkakan melakukan tindak pidana ilegal akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 2 jo Pasal 30 ayat 2 dan atau Pasal 46 ayat 1 jo Pasal 30 ayat 1 UU ITE Nomor 19 Tahun 2016, dengan ancaman tujuh tahun penjara.
Sementara Muhammad Faisal Tanong dan Sri Rahayu Ningsih disangkakan melakukan tindak pidana ujaran kebencian atau hate speech dengan konten SARA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, dengan ancaman enam tahun penjara, dan atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman enam tahun penjara.
Awi mengatakan, kepolisian berencana mengundang pihak-pihak yang namanya tercantum di struktur organisasi Saracen.
"Penyidik juga ke depan perlu mengundang pihak-pihak yang namanya ditulis di situ untuk mengklarifikasi. Syukur-syukur nama-nama yang ada di situ, silakan langsung ke Bareskrim untuk mengklarifikasi. Ya lebih bagus. Tapi itu tadi, masih dalam proses perencanaan," jelas Awi di Kantor Divisi Humas Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis 24 Agustus 2017.
Namun, Awi menegaskan, pihaknya tidak akan sembarangan memanggil orang-orang tersebut untuk dimintai klarifikasi.
"Kita juga tidak sekonyong-konyong memanggil orang-orang yang ada dalam struktur (Saracen) itu. Kalau tidak ada benang merahnya, ya tidak (diundang). Sifatnya bukan memanggil, tapi mengundang untuk klarifikasi," Awi menambahkan.

Eggi Sudjana dan Ampi Tanudjiwa Membantah

Nama Jenderal (Purn) Ampi Tanudjiwa tertera dalam struktur Saracen sebagai dewan penasihat bersama dengan Eggi Sudjana. Dia membantah terlibat dalam sindikat penyebar ujaran kebencian bernada SARA dan hoax itu.
"Hanya Eggi Sudjana yang saya kenal. Saya lagi nanya Pak Eggi. Saya hubungi Eggi, dia di Mekah," kata Ampi saat dikonfirmasi, Jumat (25/8/2017).
Dia mengaku tak mengerti dan tidak mengetahui soal sindikat Saracen yang kini ramai diperbincangkan setelah sejumlah pengurusnya ditangkap polisi karena dianggap bertanggung jawab dalam penyebaran konten ujaran kebencian.
"Saya belum tahu Saracen apa artinya. Banyak yang menelepon saya, saya enggak tahu, singkatan apa, kerjanya pun enggak tahu juga," katanya.
Tak terima namanya dicatut di dalam struktur Saracen, dia berencana akan melakukan gugatan. "Saya akan gugat perdata dan pidana," kata Ampi.
Saat masih menjadi perwira aktif di lingkungan TNI AD, beberapa jabatan penting diemban Ampi. Dia pernah menjabat Komandan Korem pada tahun 1995-1997. Kariernya kian moncer saat menjabat Kepala Staf Kodam Wirabuana. Bintang dua dia capai saat kariernya menjabat Wakil Komandan Diklat TNI di Bandung.
Saat ABRI masih memiliki kursi di DPR, Ampi pernah duduk sebagai anggota DPR untuk Fraksi TNI/Polri selama 36 bulan.
Saat pemilihan presiden lalu, Ampi terlibat menjadi tim sukses salah satu pasangan calon, bersama Rijal Kobar yang sudah divonis ujaran kebencian.
"Oh iya, saya di sana (tim sukses pemenangan salah satu calon). Jadi Ketua Pembinanya, bareng Rizal Kobar, Eggi Sudjana," ujar Ampi.

Nama seorang wartawan media online di Pekanbaru, Zukri Subayang juga dicatut jaringan penyedia jasa konten ujaran kebencian Saracen sebagai anggotanya. Dari susunan redaksi portal berita Saracennews.com‎, tertulis Zukri bertugas sebagai reporter.
Zukri membantah keras hal tersebut. Dia mengaku tidak mengetahui nama Saracen, apalagi bergabung dalam portalnya. Dia menyatakan, namanya telah dicatut pemilik media tersebut, Jasriadi.
"Saya tidak mengenal apa itu portal berita Saracen. Nama saya telah dicatut," kata Zukri di Pekanbaru, Jumat, 25 Agustus 2017.
Sementara itu, Eggi Sudjana juga merasa difitnah dan dikriminalisasi terkait pencantuman namanya di struktur organisasi Saracen. 
"Secara ilmu hukum, saya punya hak hukum sebenarnya. Di-cover dalam Pasal 310 dan 311 KUHP. Yang intinya, menjadikan saya dicemarkan namanya dan difitnah. Maka saya punya hak hukum untuk melapor," kata Eggi.
Namun, Eggi merasa belum saatnya melaporkan hal itu. Karena menurut dia, hasil penyelidikan Polri hingga saat ini belum benar-benar jelas.
"Kalau pitnah basa Sunda, saya suka karena saya orang Sunda. Pitnah, kejepit ngeunah, artinya kejepit enak. Tapi kalau fitnah ini lebih sadis dari pembunuhan, karena yang enggak terlibat sekalipun, keluarga saya, ini jadi kena semua," ujar Eggi sambil berkelakar.
Dia pun mengaku heran dengan rencana Polri yang akan meminta klarifikasi nama-nama yang tercantum dalam struktur saracen.
"Sekarang saya sendirinya aja tidak tahu, tidak mendengar, tidak mengalami, tidak melihat. Bagaimana saya mau dipanggil? Jadi saksi, apa yang mau disaksikan?" respons Eggi Sudjana saat dihubungi Liputan6.com, Kamis malam 24 Agustus 2017.

Cerita Munculnya Nama Ampi dan Eggi

Pimpinan sindikat penyebar ujaran kebencian Saracen, Jasriadi menuturkan bagaimana munculnya nama Eggi Sudjana dan Purnawirawan Ampi Tanudjiwa dalam struktur organisasinya. Nama keduanya muncul saat kopi darat para aktivis siber.
Mereka berencana membuat kelompok. Sebuah struktur organisasi pun disusun. Seorang peserta pertemuan mengusulkan nama Eggi Sudjana dicantumkan.
"(usul) Rizal Kobar. Waktu itu siapa ininya, pembina atau apa waktu itu saya lupa. Pak Eggi saja (katanya). Saya tanya apa enggak jadi masalah. (Dia bilang) nanti kita bicarain," kata Jasriadi pada Liputan6.com, Kamis (25/08/2017).
Rizal Kobar adalah terpidana kasus ujaran kebencian. Ia ditangkap polisi hanya beberapa jam sebelum aksi 212, tahun lalu.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutusnya bersalah. Rizal divonis enam bulan penjara.
Nama Mayjend Purnawirawan Ampi Tanudjiwa, menurut Jasriadi, juga dimasukkan tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. ia mengaku tidak pernah bertemu dan berkomunikasi dengan Ampi.
Nama itu dimasukan Rizal Kobar. "Ya itu Bang Rizal Kobar (yang masukan)," lanjut Jasriadi. Rizal pula yang, menurut Jasriadi, menunjuknya jadi ketua Saracen.
"Saya ditunjuk jadi ketua juga enggak setuju. Tapi ada teman-teman online ya sudah mas Jas saja. karena mas Jas mengetahui di IT," kata Jasriadi.
Jasriadi pun mengaku tidak tahu Ampi Tanudjiwa.
"Siap, tidak tahu. Tidak pernah komunikasi," kata Jasriadi kepada Liputan6.com.

copy dari liputan 6


Video

  • https://www.vidio.com/watch/830851-pengakuan-pemegang-admin-utama-saracen
  • https://www.vidio.com/watch/831875-polisi-kantongi-nama-klien-sindikat-penyebar-kebencian-saracen-liputan6-malam

Kamis, 17 Agustus 2017

"Megawati Ingin Jokowi Seperti Soekarno yang Berkuasa Seumur Hidup?"



Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri menuding fihak-fihak yang menyebut Presiden Joko Widodo sebagai diktator, adalah pengecut. Sikap Megawati ini menunjukkan bahwa putri Bung Karno itu tidak paham arti “diktator”.

Pendapat itu disampaikan pengamat politik Ahmad Yazid kepada intelijen (16/08). “Megawati itu sudah lupa, apa yang disebut diktator itu. Di PDIP saja Megawati menjabat seumur hidup. Makanya Megawati bela Jokowi,” tegas Ahmad Yazid.

Menurut Yazid, seharusnya Megawati belajar tentang sejarah kepemimpinan diktator di berbagai negara. “Atau jangan-jangan Megawati menginginkan Jokowi seperti Soekarno yang menjabat seumur hidup dan suka memenjarakan lawan politiknya,” sindir Yazid.

Selain itu, kata Yazid, masyarakat bisa menilai, saat menjadi presiden, Megawati juga antikritik dan mengarah diktator. “Beberapa media yang mengkritik Megawati juga berurusan dengan hukum,” pungkas Yazid.

Sebelumnya, Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri membela Presiden Joko Widodo yang telah menerbitkan Perppu Ormas. Megawati bahkan menyatakan orang-orang yang menyebut Jokowi diktator adalah pengecut.

“Waktu kemarin saya bela Presiden, mungkin sudah baca di medsos, yang saya bilang Presiden dibilang diktator. Lalu buat apa ya termasuk saya susah-susah bikin Reformasi, sekarang dibilang diktator. Saya bilang orang itu pengecut,” kata Megawati dalam pidatonya di Auditorium LIPI, Jakarta Selatan (15/08).

Red

copy dari : intelijen.co.id

Minggu, 06 Agustus 2017

Peringatan Serangan Bom Atom AS ke Hirosima

Sikap Jepang terhadap nuklir bukan ironi, tetapi soal visi dan problem solving.

Terjadi tanggl 6 Agustus 1945 sekitar pukul 8.15 waktu setempat. Banyak warga AS percaya serangan bom atom itu mempercepat penghentian konflik berdarah dan menyelamatkan lebih banyak orang. Maka, dengan penalaran seperti itu, warga AS banyak yang menyepakati aksi pemboman itu. Barack Obama menjadi Presiden AS pertama yang mengunjungi Hiroshima pada Mei, tahun lalu.

Jepang adalah satu-satunya negara yang mengalami serangan bom atom pada 1945. Ada dua serangan nuklir di pengujung Perang Dunia II. Pihak penyerangnya adalah AS, bom nuklir dijatuhkan di Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan di Nagasaki pada tiga hari kemudian.

Pemerintah Jepang secara rutin mengemukakan bahwa mereka membenci senjata nuklir. Namun pertahanan nasional negara ini telah diatur di bawah payung nuklir Amerika Serikat (AS).

Peringatan tahun 2016, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe juga menyatakan komitmen Jepang untuk mengupayakan perdamaian dunia. Salah satunya, dunia yang bebas penggunaan nuklir untuk senjata. "Kita tidak boleh mengalami pengalaman tragis Hiroshima dan Nagasaki terulang kembali," ucap Abe. 

Pernyataan ini seakan menanggapi pernyataan calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump (saat itu), beberapa waktu lalu.Trump menyatakan untuk memberi kesempatan Jepang dan Korea Selatan untuk mengembangkan senjata nuklir sendiri. Dengan demikian, kedua negara itu tidak perlu mengandalkan AS dalam perlindungan dari ancaman nuklir Korea Utara

Wali Kota Hiroshima Kazumi Matsui pun mengapresiasi kunjungan Obama 27 Mei 2016, "Kata-kata Presiden (Obama) memperlihatkan bahwa dia tersentuh dengan semangat Hiroshima, yang menolak untuk menerima segala bentuk 'kejahatan absolut'," katanya.


Rabu, 19 Juli 2017

Paspor dicabut, Zakir Naik tak miliki kewarganegaraan









Kamis, 20 Juli 2017

Pemerintah India mencabut paspor penceramah muslim Zakir Naik menyusul rekomendasi dari National Investigation Agency (NIA) yang telah memasukannya dalam Tindakan Pelanggaran (Act of Action Act for the terror link).

NIA menilai pidato Zakir beberapa waktu lalu menghasut para pemuda untuk melakukan tindakan teror.

Pencabutan paspor oleh kantor paspor regional di Mumbai membuat Zakir kini tak memiliki kewarganegaraan, sekaligus membatasi pergerakannya. Sebelumnya, Zakir dilaporkan telah melakukan perjalanan ke berbagai negara seperti Arab Saudi, Malaysia dan negara-negara lain termasuk Indonesia setelah meninggalkan India tahun lalu.  

NIA telah menulis surat kepada RPO (Mumbai) pada 29 Juni lalu soal pencabutan paspor Zakir karena yang bersangkutan "tidak bekerja sama dalam penyelidikan".

Berdasarkan informasi dari Kementerian Dalam Negeri, NIA mengatakan bahwa Zakir telah tiga kali mendapat pemberitahuan yakni pada 28 Februari, 15 Maret dan 31 Maret. Namun belum ada persidangan terhadapnya.

Zakir lalu meninggalkan India pada 13 Mei tahun lalu. NIA akhirnya berkomunikasi dengan Interpol untuk mencari informasi soal Zakir.

Di sisi lain, Badan Investigasi Nasional telah mengumpulkan bukti dari LSM, Islamic Research Foundation, dan Peace TV yang digunakan untuk menyebarkan kebencian di antara kelompok agama yang berbeda. Pemerintah telah melarang LSM itu dan melarang siaran televisi mereka.

Selama penyelidikan, NIA mengklaim telah menemukan 37 properti milik Zakir dan data-data perusahaan yang dijalankan oleh Zakir dan diperkirakan bernilai lebih dari Rs 100 crore (Rp20-an miliar)

Pengadilan khusus NIA di Mumbai, mengatakan bahwa ada alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa Zakir menghindari penangkapan dan bahwa dia tidak akan secara sukarela hadir di hadapan pengadilan atau di hadapan agen tersebut. Demikian seperti dilansir Times of India.

Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa

Editor: Monalisa

COPYRIGHT © ANTARA 2017

copy dari : antara