Begini Awal Terbentuk Sindikat Saracen
26 Agustus 2017
Polisi masih mengungkap sindikat Saracen yang diduga menyebarkan hate speech atau ujaran kebencian di media sosial.
Ujaran kebencian dijadikan ladang bisnis dengan tarif hingga puluhan
juta rupiah. Lantas, bagaimana awal mula terbentuknya sindikat ini?
Jasriadi, yang merupakan ketua sindikat ini, mengklaim kelompok ini
terbentuk untuk menghancurkan kelompok grup media sosial lain, yang
menurutnya melakukan ujaran kebencian.
"Saracen awalnya terbentuk begitu saja, setelah kita hack grup yang namanya--ada kata binatang," ujar Jasriadi dalam wawancara khusus bersama Liputan6.com, Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 24 Agustus 2017.
"Nah, di situ isi dalam grup itu ujaran kebencian banyak, dan kami
sebagai tim yang punya keahlian ingin menghancurkan grup tersebut," dia
melanjutkan.
Dari situlah, kata Jasriadi, pihaknya mulai menghimpun jaringan melalui media sosial untuk menghancurkan grup tersebut.
"Ternyata grup itu admin-adminnya banyak yang menyamar. Nah, saya
merasa terpanggil untuk menghancurkan (grup) itu. Saya coba
mengambil-alih grup itu," ujar dia.
Nama Sarecen sendiri, kata Jasriadi, berarti perjuangan di media
sosial. Namun, dia tidak menjelaskan tujuan perjuangan yang dimaksud.
"Waktu itu kita menggunakan Saracen,
Saracen ini yang membuat nama si Ropi--Ropi Yatman tak lain mantan
pacar tersangka Sri Rahayu Ningsih. Dia ambil dari (internet). Kalau
enggak salah artinya perjuangan di media sosial," ujar dia.
Belajar Meretas
Jasriadi
mengaku memiliki kemampuan meretas jaringan media sosial. Dia belajar
secara autodidak di internet. Bahkan, dia belajar secara khusus tentang
Facebook.
"Jadi tidak ada namanya kita diajari orang, prosesnya panjang sekali.
Waktu itu saya mempelajari dasar-dasar Facebook, saya membuka kode source. Kebetulan di bawahnya ada pengembang developer-nya, orang India," kata dia.
"Beliau menjual program dasar-dasar FB (Facebook). Saya pelajari dari
situ, saya beli waktu itu pembayarannya pakai Paypal," Jasriadi
mengklaim.
Dalam kasus Saracen, polisi telah menangkap tiga tersangka. Ketiganya
adalah Jasriadi alias JAS yang merupakan Ketua Saracen, MFT yang
berperan sebagai koordinator media dan Informasi, serta Sri Rahayu
Ningsih alias SRN yang berperan sebagai koordinator wilayah.
Polisi masih mencari tersangka lain yang merupakan admin jaringan
Saracen. Polisi juga memburu pihak-pihak yang pernah memesan konten
terlarang ini di Saracen.
"Ya kita akan kembangkan. Kita masih membidik admin-admin lain atau
grup-grup lain yang memiliki modus yang serupa dengan kelompok (Saracen) ini," tandas Kasubbag Ops Satgas Patroli Siber Polri, AKBP Susatyo Purnomo.
----
Dalam pengembangannya, polisi menemukan proposal saat olah tempat kejadian perkara di kediaman Jasriadi alias JAS.
"Si JAS ini menyediakan proposal bagi siapapun kelompok maupun
perorangan yang membutuhkan jasa yang bersangkutan, proposal dana
kampanye dalam medsos," ujar Kasubdit 1 Dit Tindak Pidana Siber
Bareskrim Polri, Kombes Pol Irwan Anwar kepada Liputan6.com, Kamis 24 Agustus 2017.
Dalam proposal itu, kata Irwan, disebutkan bahwa jika ingin
menggunakan jasa Jasriadi, maka bisa melalui CV Jadi Jaya dengan
dikenakan tarif Rp 72 juta perbulan atau perpaket.
Irwan pun kemudian merinci harga paket yang ditawarkan Saracen tersebut:
1. Pembuatan webside atau blog Rp 15 juta perbulan
2. Jasa untuk buzzer dengan jumlah 15 orang masing-masing dihargai Rp 3 juta. Sehingga totalnya Rp 45 juta
3. Jasa untuk koordinator Rp 5 juta
4. Jasa untuk media Rp 7 juta
Namun begitu, Irwan belum dapat memastikan apakah jasa itu digunakan untuk pilkada atau bukan.
"Ini kami hanya menemukan bahwa yang bersangkutan memang dugaannya adalah sindikat yang menyiapkan jasa untuk melakukan hoax atau ujaran kebencian," tandas Irwan.
3 Tersangka
Sejauh
ini, polisi telah menangkap tiga tersangka yang merupakan sindikat
penebar kebencian Saracen. Ketiganya adalah JAS yang merupakan Ketua
Saracen, MFT yang berperan sebagai Koordinator Media dan Informasi,
serta SRN yang berperan sebagai koordinator wilayah.
Polisi masih terus mencari tersangka lain yang merupakan admin
jaringan Saracen. Polisi juga memburu pihak-pihak yang pernah memesan
konten terlarang ini di Saracen.
"Ya kita akan kembangkan. Kita masih membidik admin-admin lain, atau
group-group lain yang memiliki modus yang serupa dengan kelompok ini,"
tandas Kasubbag Ops Satgas Patroli Siber Polri, AKBP Susatyo Purnomo.
----
"Kita memulai ini pelan-pelan, tapi karena ini kasus yang sangat
besar, termasuk nama baik banyak orang, termasuk ada nama senior-senior
kita yang sudah pensiun. Karena ini juga reputasi banyak orang, sehingga
nantinya bisa timbul yang namanya pencemaran nama baik," ujar Pudjo di
kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (26/8/2017).
Dia menjelaskan, Saracen ini memang sudah sejak lama diperhatikan oleh pihak kepolisian. Pengungkapannya bahkan memakan waktu cukup lama.
"Ini sudah kita mencoba melakukan mapping berbagai konten di
medsos setahun terakhir. Setelah kita lihat setahun terakhir, kita
mengerucut ke enam bulan terakhir, dan satu bulan terakhir," ucap dia.
Dari proses mapping atau pemetaan tersebut, lanjut Pudjo,
ada hubungan berbagai kelompok di berbagai kota menjadi satu kelompok
besar yang bernamanya Saracen ini.
"Kita melakukan berbagai upaya penangkapan, pertama di Koja, kemudian
Riau, dan terakhir Cianjur. Dari berbagai penangkapan, kita mendapatkan
bukti digital," kata dia.
Selain bukti digital, menurut Pudjo, ada juga bukti lain yang didapat dari media sosial (medsos), yaitu data-data sebanyak 100 gigabyte.
"Kita terus bongkar. Baru sekitar 25 gigabyte kita bongkar, kita sedang telaah satu per satu," tutur dia.
Dari proses tersebut, sambung Pudjo, polisi juga berusaha tidak
gegabah. Asas praduga tak bersalah tetap diterapkan terhadap orang-orang
yang namanya tercantum dalam jaringan tersebut.
"Tentu saja akan kita panggil untuk dicocokkan apakah benar posisi
orang itu sesuai dalam jaringan tersebut. Tapi untuk kelompok sudah kita
dapatkan. Tapi kalau struktur organisasi, masih kita lakukan
pendalaman," kata dia.
Mengenai siapa saja yang terlibat, Pudjo menyebut sebagian sudah
beredar di medsos. Sebab, mereka yang namanya tertulis dalam struktur Saracen akan dipanggil.
"Kita harus cek ke yang bersangkutan. Akan kita mintai keterangan," jelas Pudjo.
----
Polri membongkar sindikat penyebar ujaran kebencian atau hate speech dan SARA melalui media sosial. Jaringan penebar kebencian tersebut bernama Saracen.
Polisi telah menangkap tiga orang tersangka dalam kasus ini. Mereka
adalah Jasriadi (32) yang berperan sebagai ketua, Muhammad Faizal Tanong
(43) sebagai koordinator bidang media dan informasi, serta Sri Rahayu
Ningsih (32) sebagai koordinator grup wilayah.
Kasubdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes
Irwan Anwar mengatakan, anggota sindikat ini telah memiliki beragam
konten hate speech sesuai isu yang tengah berkembang. Mereka kemudian
menawarkan produk itu dalam sebuah proposal.
"Mereka menyiapkan proposal. Dalam satu proposal yang kami temukan,
itu kurang lebih setiap proposal nilainya puluhan juta rupiah," ujar
Irwan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu 23 Agustus 2017.
Sindikat Saracen diketahui memiliki ribuan akun. Mereka juga berbagi
tugas untuk mengunggah konten pro dan kontra terhadap suatu isu.
"Misalnya kurang lebih 2.000 akun itu dia membuat meme
menjelek-jelekkan Islam, ribuan lagi kurang lebih hampir 2.000 juga
menjelek-jelekkan Kristen. Itu yang kemudian tergantung pemesanan,"
jelas Irwan.
Kepala Bagian Mitra Biro Penmas Divisi Humas Mabes Polri Kombes Awi Setiyono menjelaskan, dalam proposal itu, sindikat Saracen meminta dana sekitar Rp 72 juta.
Dalam proposal dana tersebut, Saracen mematok harga Rp 15 juta untuk
jasa pembuat website. Sementara untuk buzzer, Saracen memiliki 15
anggota yang akan mendapat upah selama sebulan sebanyak Rp 45 juta.
Sedangkan tersangka Jasriadi yang berperan sebagai ketua sindikat
Saracen, yang tugasnya mengunggah postingan provokatif bernuansa SARA,
meminta upah Rp 10 juta.
Lalu sisa dari dana pengajuan proposal tersebut, ujar Awi, digunakan untuk kepentingan lain di luar perkiraan.
"Terkait tadi masalah pemesanan itu, begini untuk proses penyidikan
ini, penyidik menemukan ada satu proposal. Yang terakhir ada cost untuk
wartawan," ujar Awi di Kantor Divisi Humas Mabes Polri, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan, Kamis 24 Agustus 2017.
Walau demikian, Awi tidak mempercayai begitu saja apa yang dituliskan
oleh pelaku, termasuk dana untuk wartawan. Ia mengatakan, pihaknya
masih terus mendalami temuan-temuan tersebut.
"Itu kan proposalnya dia yang kita temukan. Tapi belum tentu kan. Itu
yang perlu proses pendalaman. Kita tidak percaya begitu saja. Kalau dia
tulis begitu, apa kita langsung percaya? Teman-teman wartawan dirugikan
juga toh. Itu temuan-temuan," ujar dia.
Kasubag Ops Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri AKBP Susatyo Purnomo
menuturkan, angka yang ditawarkan dalam setiap proyek ujaran kebencian
dan SARA oleh Saracen ini bahkan mencapai Rp 100 juta.
"Dia menawarkan ya senilai Rp 75 juta sampai Rp 100 juta, itu atas proposal ya," ujar Susatyo.
Kendati pihaknya belum bisa memastikan harga riil per proposal.
Apalagi polisi masih terus menggali siapa saja yang pernah membeli jasa Saracen untuk menebar kebencian dan SARA ini.
"Makanya kami masih mendalami, karena kan kami belum cek betul apakah itu hanya ajuan mereka dan sebagainya," kata Susatyo.
Tutup Mulut Siapa Pemesan
Kabag Mitra Biro Penmas Divisi Humas Polri Kombes Pol Awi Setiyono mengatakan, tiga tersangka sindikat Saracen tidak terbuka saat pemeriksaan.
"Termasuk, siapa yang selama ini pesan, memang yang bersangkutan
sangat tertutup. Beberapa tersangka ini juga sulit kita mintai
keterangan," ucap Awi di Kantor Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta
Selatan, Kamis 24 Agustus 2017.
Polisi juga masih mendalami siapa saja pihak-pihak yang memesan
sindikat Saracen. "Yang lain-lain terkait dengan kelompok-kelompok mana
yang pernah pesan, atau siapa yang pernah pesan kepada mereka, ini masih
proses pendalaman," ujar Awi.
Sementara akibat perbuatannya itu, Jasriadi disangkakan melakukan
tindak pidana ilegal akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 2 jo
Pasal 30 ayat 2 dan atau Pasal 46 ayat 1 jo Pasal 30 ayat 1 UU ITE
Nomor 19 Tahun 2016, dengan ancaman tujuh tahun penjara.
Sementara Muhammad Faisal Tanong dan Sri Rahayu Ningsih disangkakan
melakukan tindak pidana ujaran kebencian atau hate speech dengan konten
SARA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 UU
Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, dengan ancaman enam tahun penjara, dan
atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman enam tahun
penjara.
Awi mengatakan, kepolisian berencana mengundang pihak-pihak yang namanya tercantum di struktur organisasi Saracen.
"Penyidik juga ke depan perlu mengundang pihak-pihak yang namanya
ditulis di situ untuk mengklarifikasi. Syukur-syukur nama-nama yang ada
di situ, silakan langsung ke Bareskrim untuk mengklarifikasi. Ya lebih
bagus. Tapi itu tadi, masih dalam proses perencanaan," jelas Awi di
Kantor Divisi Humas Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis
24 Agustus 2017.
Namun, Awi menegaskan, pihaknya tidak akan sembarangan memanggil orang-orang tersebut untuk dimintai klarifikasi.
"Kita juga tidak sekonyong-konyong memanggil orang-orang yang ada
dalam struktur (Saracen) itu. Kalau tidak ada benang merahnya, ya tidak
(diundang). Sifatnya bukan memanggil, tapi mengundang untuk
klarifikasi," Awi menambahkan.
Eggi Sudjana dan Ampi Tanudjiwa Membantah
Nama Jenderal (Purn) Ampi Tanudjiwa
tertera dalam struktur Saracen sebagai dewan penasihat bersama dengan
Eggi Sudjana. Dia membantah terlibat dalam sindikat penyebar ujaran
kebencian bernada SARA dan hoax itu.
"Hanya Eggi Sudjana yang saya kenal. Saya lagi nanya Pak Eggi. Saya
hubungi Eggi, dia di Mekah," kata Ampi saat dikonfirmasi, Jumat
(25/8/2017).
Dia mengaku tak mengerti dan tidak mengetahui soal sindikat Saracen
yang kini ramai diperbincangkan setelah sejumlah pengurusnya ditangkap
polisi karena dianggap bertanggung jawab dalam penyebaran konten ujaran
kebencian.
"Saya belum tahu Saracen apa artinya. Banyak yang menelepon saya, saya enggak tahu, singkatan apa, kerjanya pun enggak tahu juga," katanya.
Tak terima namanya dicatut di dalam struktur Saracen, dia berencana
akan melakukan gugatan. "Saya akan gugat perdata dan pidana," kata Ampi.
Saat masih menjadi perwira aktif di lingkungan TNI AD, beberapa
jabatan penting diemban Ampi. Dia pernah menjabat Komandan Korem pada
tahun 1995-1997. Kariernya kian moncer saat menjabat Kepala Staf Kodam
Wirabuana. Bintang dua dia capai saat kariernya menjabat Wakil Komandan
Diklat TNI di Bandung.
Saat ABRI masih memiliki kursi di DPR, Ampi pernah duduk sebagai anggota DPR untuk Fraksi TNI/Polri selama 36 bulan.
Saat pemilihan presiden lalu, Ampi terlibat menjadi tim sukses salah
satu pasangan calon, bersama Rijal Kobar yang sudah divonis ujaran
kebencian.
"Oh iya, saya di sana (tim sukses pemenangan salah satu calon). Jadi
Ketua Pembinanya, bareng Rizal Kobar, Eggi Sudjana," ujar Ampi.
Nama
seorang wartawan media online di Pekanbaru, Zukri Subayang juga dicatut
jaringan penyedia jasa konten ujaran kebencian Saracen sebagai
anggotanya. Dari susunan redaksi portal berita Saracennews.com,
tertulis Zukri bertugas sebagai reporter.
Zukri membantah keras hal tersebut. Dia mengaku tidak mengetahui nama
Saracen, apalagi bergabung dalam portalnya. Dia menyatakan, namanya
telah dicatut pemilik media tersebut, Jasriadi.
"Saya tidak mengenal apa itu portal berita Saracen. Nama saya telah dicatut," kata Zukri di Pekanbaru, Jumat, 25 Agustus 2017.
Sementara itu, Eggi Sudjana juga merasa difitnah dan dikriminalisasi
terkait pencantuman namanya di struktur organisasi Saracen.
"Secara ilmu hukum, saya punya hak hukum sebenarnya. Di-cover dalam
Pasal 310 dan 311 KUHP. Yang intinya, menjadikan saya dicemarkan namanya
dan difitnah. Maka saya punya hak hukum untuk melapor," kata Eggi.
Namun, Eggi merasa belum saatnya melaporkan hal itu. Karena menurut
dia, hasil penyelidikan Polri hingga saat ini belum benar-benar jelas.
"Kalau pitnah basa Sunda, saya suka karena saya orang Sunda. Pitnah,
kejepit ngeunah, artinya kejepit enak. Tapi kalau fitnah ini lebih sadis
dari pembunuhan, karena yang enggak terlibat sekalipun, keluarga saya,
ini jadi kena semua," ujar Eggi sambil berkelakar.
Dia pun mengaku heran dengan rencana Polri yang akan meminta klarifikasi nama-nama yang tercantum dalam struktur saracen.
"Sekarang saya sendirinya aja tidak tahu, tidak mendengar, tidak
mengalami, tidak melihat. Bagaimana saya mau dipanggil? Jadi saksi, apa
yang mau disaksikan?" respons Eggi Sudjana saat dihubungi Liputan6.com, Kamis malam 24 Agustus 2017.
Cerita Munculnya Nama Ampi dan Eggi
Pimpinan sindikat penyebar ujaran kebencian Saracen,
Jasriadi menuturkan bagaimana munculnya nama Eggi Sudjana dan
Purnawirawan Ampi Tanudjiwa dalam struktur organisasinya. Nama keduanya
muncul saat kopi darat para aktivis siber.
Mereka berencana membuat kelompok. Sebuah struktur organisasi pun
disusun. Seorang peserta pertemuan mengusulkan nama Eggi Sudjana
dicantumkan.
"(usul) Rizal Kobar. Waktu itu siapa ininya, pembina atau apa waktu
itu saya lupa. Pak Eggi saja (katanya). Saya tanya apa enggak jadi
masalah. (Dia bilang) nanti kita bicarain," kata Jasriadi pada
Liputan6.com, Kamis (25/08/2017).
Rizal Kobar adalah terpidana kasus ujaran kebencian. Ia ditangkap polisi hanya beberapa jam sebelum aksi 212, tahun lalu.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutusnya bersalah. Rizal divonis enam bulan penjara.
Nama Mayjend Purnawirawan Ampi Tanudjiwa, menurut Jasriadi, juga
dimasukkan tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. ia mengaku tidak
pernah bertemu dan berkomunikasi dengan Ampi.
Nama itu dimasukan Rizal Kobar. "Ya itu Bang Rizal Kobar (yang
masukan)," lanjut Jasriadi. Rizal pula yang, menurut Jasriadi,
menunjuknya jadi ketua Saracen.
"Saya ditunjuk jadi ketua juga enggak setuju. Tapi ada teman-teman
online ya sudah mas Jas saja. karena mas Jas mengetahui di IT," kata
Jasriadi.
Jasriadi pun mengaku tidak tahu Ampi Tanudjiwa.
"Siap, tidak tahu. Tidak pernah komunikasi," kata Jasriadi kepada Liputan6.com.
Video
- https://www.vidio.com/watch/830851-pengakuan-pemegang-admin-utama-saracen
- https://www.vidio.com/watch/831875-polisi-kantongi-nama-klien-sindikat-penyebar-kebencian-saracen-liputan6-malam