Kamis, 28 Juli 2016

Kesaksian bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)

KESAKSIAN HARIS AZHAR (KONTRAS)

"Cerita Busuk Dari Seorang Bandit"


Kesaksian bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)

Di tengah proses persiapan eksekusi hukuman mati yang ketiga dibawah pemerintahan Joko Widodo, saya menyakini bahwa pelaksanaan ini hanya untuk ugal-ugalan popularitas. Bukan karena upaya keadilan. Hukum yang seharusnya bisa bekerja secara komprehensif menyeluruh dalam menanggulangi kejahatan ternyata hanya mimpi. Kasus Penyeludupan Narkoba yang dilakukan Freddy Budiman, sangat menarik disimak, dari sisi kelemahan hukum, sebagaimana yang saya sampaikan dibawah ini.

Di tengah-tengah masa kampanye Pilpres 2014 dan kesibukan saya berpartisipasi memberikan pendidikan HAM di masyarakat di masa kampanye pilpres tersebut, saya memperoleh undangan dari sebuah organisasi gereja. Lembaga ini aktif melakukan pendampingan rohani di Lapas Nusa Kambangan (NK). Melalui undangan gereja ini, saya jadi berkesempatan bertemu dengan sejumlah narapidana dari kasus teroris, korban kasus rekayasa yang dipidana hukuman mati. Antara lain saya bertemu dengan John Refra alias John Kei, juga Freddy Budiman, terpidana mati kasus Narkoba. Kemudian saya juga sempat bertemu Rodrigo Gularte, narapidana WN Brasil yang dieksekusi pada gelombang kedua (April 2015).

Saya patut berterima kasih pada Bapak Sitinjak, Kepala Lapas NK (saat itu), yang memberikan kesempatan bisa berbicara dengannya dan bertukar pikiran soal kerja-kerjanya. Menurut saya Pak Sitinjak sangat tegas dan disiplin dalam mengelola penjara. Bersama stafnya beliau melakukan sweeping dan pemantauan terhadap penjara dan narapidana. Pak Sitinjak hampir setiap hari memerintahkan jajarannya melakukan sweeping kepemilikan HP dan senjata tajam. Bahkan saya melihat sendiri hasil sweeping tersebut, ditemukan banyak sekali HP dan sejumlah senjata tajam.

Tetapi malang Pak Sitinjak, di tengah kerja kerasnya membangun integritas penjara yang dipimpinnya, termasuk memasang dua kamera selama 24 jam memonitor Freddy budiman. Beliau menceritakan sendiri, beliau pernah beberapa kali diminta pejabat BNN yang sering berkunjung ke Nusa Kambangan, agar mencabut dua kamera yang mengawasi Freddy Budiman tersebut.

Saya mengangap ini aneh, hingga muncul pertanyaan, kenapa pihak BNN berkeberatan adanya kamera yang mengawasi Freddy Budiman? Bukankah status Freddy Budiman sebagai penjahat kelas “kakap” justru harus diawasi secara ketat? Pertanyaan saya ini terjawab oleh cerita dan kesaksian Freddy Budiman sendiri.

Menurut ibu pelayan rohani yang mengajak saya ke NK, Freddy Budiman memang berkeinginan bertemu dan berbicara langsung dengan saya. Pada hari itu menjelang siang, di sebuah ruangan yang diawasi oleh Pak Sitinjak, dua pelayan gereja, dan John Kei, Freddy Budiman bercerita hampir 2 jam, tentang apa yang ia alami, dan kejahatan apa yang ia lakukan.

Freddy Budiman mengatakan kurang lebih begini pada saya:

“Pak Haris, saya bukan orang yang takut mati, saya siap dihukum mati karena kejahatan saya, saya tahu, resiko kejahata yang saya lakukan. Tetapi saya juga kecewa dengan para pejabat dan penegak hukumnya.

"Saya bukan bandar, saya adalah operator penyeludupan narkoba skala besar, saya memiliki bos yang tidak ada di Indonesia. Dia (bos saya) ada di Cina. Kalau saya ingin menyeludupkan narkoba, saya tentunya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai dan orang-orang yang saya telpon itu semuanya nitip (menitip harga). Menurut Pak Haris berapa harga narkoba yang saya jual di Jakarta yang pasarannya 200.000 – 300.000 itu?”

Saya menjawab 50.000. Fredi langsung menjawab:

“Salah. Harganya hanya 5000 perak keluar dari pabrik di Cina. Makanya saya tidak pernah takut jika ada yang nitip harga ke saya. Ketika saya telepon si pihak tertentu, ada yang nitip Rp 10.000 per butir, ada yang nitip 30.000 per butir, dan itu saya tidak pernah bilang tidak. Selalu saya okekan. Kenapa Pak Haris?”

Fredy menjawab sendiri. “Karena saya bisa dapat per butir 200.000. Jadi kalau hanya membagi rejeki 10.000- 30.000 ke masing-masing pihak di dalam institusi tertentu, itu tidak ada masalah. Saya hanya butuh 10 miliar, barang saya datang. Dari keuntungan penjualan, saya bisa bagi-bagi puluhan miliar ke sejumlah pejabat di institusi tertentu.”

Fredy melanjutkan ceritanya. “Para polisi ini juga menunjukkan sikap main di berbagai kaki. Ketika saya bawa itu barang, saya ditangkap. Ketika saya ditangkap, barang saya disita. Tapi dari informan saya, bahan dari sitaan itu juga dijual bebas. Saya jadi dipertanyakan oleh bos saya (yang di Cina). 'Katanya udah deal sama polisi, tapi kenapa lo ditangkap? Udah gitu kalau ditangkap kenapa barangnya beredar? Ini yang main polisi atau lo?’”

Menurut Freddy, “Saya tau pak, setiap pabrik yang bikin narkoba, punya ciri masing-masing, mulai bentuk, warna, rasa. Jadi kalau barang saya dijual, saya tahu, dan itu ditemukan oleh jaringan saya di lapangan.”

Fredi melanjutkan lagi. “Dan kenapa hanya saya yang dibongkar? Kemana orang-orang itu? Dalam hitungan saya, selama beberapa tahun kerja menyeludupkan narkoba, saya sudah memberi uang 450 Miliar ke BNN. Saya sudah kasih 90 Milyar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang 2, di mana si jendral duduk di samping saya ketika saya menyetir mobil tersebut dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh barang narkoba. Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun.

"Saya prihatin dengan pejabat yang seperti ini. Ketika saya ditangkap, saya diminta untuk mengaku dan menceritakan dimana dan siapa bandarnya. Saya bilang, investor saya anak salah satu pejabat tinggi di Korea (saya kurang paham, korut apa korsel- HA). Saya siap nunjukin dimana pabriknya. Dan saya pun berangkat dengan petugas BNN (tidak jelas satu atau dua orang). Kami pergi ke Cina, sampai ke depan pabriknya. Lalu saya bilang kepada petugas BNN, mau ngapain lagi sekarang? Dan akhirnya mereka tidak tahu, sehingga kami pun kembali.

"Saya selalu kooperatif dengan petugas penegak hukum. Kalau ingin bongkar, ayo bongkar. Tapi kooperatif-nya saya dimanfaatkan oleh mereka. Waktu saya dikatakan kabur, sebetulnya saya bukan kabur. Ketika di tahanan, saya didatangi polisi dan ditawari kabur, padahal saya tidak ingin kabur, karena dari dalam penjara pun saya bisa mengendalikan bisnis saya. Tapi saya tahu polisi tersebut butuh uang, jadi saya terima aja. Tapi saya bilang ke dia kalau saya tidak punya uang. Lalu polisi itu mencari pinjaman uang kira-kira 1 miliar dari harga yang disepakati 2 miliar. Lalu saya pun keluar. Ketika saya keluar, saya berikan janji setengahnya lagi yang saya bayar. Tapi beberapa hari kemudian saya ditangkap lagi. Saya paham bahwa saya ditangkap lagi, karena dari awal saya paham dia hanya akan memeras saya.”

Freddy juga mengekspresikan bahwa dia kasihan dan tidak terima jika orang-orang kecil, seperti supir truk yang membawa kontainer narkoba yang justru dihukum, bukan si petinggi-petinggi yang melindungi.

Kemudian saya bertanya ke Freddy dimana saya bisa dapat cerita ini? Kenapa Anda tidak bongkar cerita ini?

Lalu Freddy menjawab: “Saya sudah cerita ke lawyer saya, kalau saya mau bongkar, ke siapa? Makanya saya penting ketemu Pak Haris, biar Pak Haris bisa menceritakan ke publik luas. Saya siap dihukum mati, tapi saya prihatin dengan kondisi penegak hukum saat ini. Coba Pak Haris baca saja di pledoi saya di pengadilan, seperti saya sampaikan di sana.”

Lalu saya pun mencari pledoi Freddy Budiman, tetapi pledoi tersebut tidak ada di website Mahkamah Agung. Yang ada hanya putusan yang tercantum di website tersebut. Putusan tersebut juga tidak mencantumkan informasi yang disampaikan Freddy, yaitu adanya keterlibatan aparat negara dalam kasusnya.

Kami di KontraS mencoba mencari kontak pengacara Freddy, tetapi menariknya, dengan begitu kayanya informasi di internet, tidak ada satu pun informasi yang mencantumkan dimana dan siapa pengacara Freddy. Dan kami gagal menemui pengacara Freddy untuk mencari informasi yang disampaikan, apakah masuk ke berkas Freddy Budiman sehingga bisa kami mintakan informasi perkembangan kasus tersebut.***

Haris Azhar (2016).


copy dari :
https://www.facebook.com/ulil67/posts/10157316959895533
http://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2016/07/29/freddy-budiman-bongkar-pejabat-terlibat-jaringan-narkoba-ini-daftarnya/

Rabu, 27 Juli 2016

Penderitaan yang Melebihi Penjara

tokoh ini bergaya mencari hukuman koruptor agar tidak dipenjara. mudah-mudahan tokoh ini tidak menjadi pahlawan bagi para koruptor. bahkan reshufle kabinet pun tokoh ini hanya bergeser. tetap eksis.

Koruptor tak akan Dipenjara?

Selasa, 26 Juli 2016
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Pandjaitan mengatakan pemerintah sedang mengkaji kebijakan untuk tidak memenjarakan terpidana korupsi.

"Kalau dia (koruptor) terbukti merugikan negara, kita bisa hukum dengan mengembalikan uang negara, ditambah penalti dan pemecatan dari jabatannya. Kalau masuk penjara, maka penjara kita bisa penuh nanti," ujar Luhut, Selasa (26/7).

Menurutnya, para koruptor tidak jera ketika dibui. Maka, hukuman alternatifnya pun dicari. Salah satunya tak memenjarakan koruptor tetapi meminta mereka mengembalikan uang negara.  Pertimbangan lainnya, lanjut Luhut, kondisi penjara di Indonesia sudah tidak memadai untuk menerima narapidana.

Terkait rancangan kebijakan tersebut, menurut dia, pemerintah saat ini telah membentuk tim pengkaji penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Pemerintah juga sedang membandingkan praktik hukuman alternatif yang digunakan sejumlah negara lain terhadap para pelaku tindak pidana korupsi.

Namun, Menkopolhukam menerangkan pembahasan mengenai aturan ini masih pada tahap awal, sehingga perlu lebih dimatangkan lagi konsep pemberian hukuman dan efek jeranya.

"Kita masih bicarakan masalah (hukuman) itu, saat ini masih terlalu awal," ucapnya.
Sumber : antara

copy dari : republika.co.id


----

Reshuffle Kabinet Jilid 2: Yuddy Chrisnandi Dicopot, Menko Luhut Digeser

Rabu 27 Jul 2016

Presiden Joko Widodo memutuskan merombak kabinetnya untuk yang kedua kali. Sejumlah menteri dikabarkan dicopot dan ada beberapa yang digeser.

Informasi yang diterima detikcom, Rabu (27/7/2016) Presiden Jokowi telah memutuskan untuk memberhentikan sejumlah menteri. Ada lebih dari 5 menteri yang diberhentikan.

Menteri yang diganti, di antaranya adalah menteri yang dipanggil ke Istana Merdeka semalam, Selasa (26/7). Beberapa nama baru disebut akan menggantikan posisi menteri yang diganti.

Salah satu menteri yang dikabarkan diberhentikan adalah MenPAN RB, Yuddy Chrisnandi. Yuddy menerima pemberitahuan pemberhentian langsung dari Jokowi di Istana Merdeka semalam.

Yuddy yang datang ke Istana Merdeka sekitar pukul 19.00 WIB hanya sekitar 20 menit berada di Istana. Ditemui Presiden Jokowi dan Wapres JK, Yuddy mendapat kepastian bahwa masa tugasnya telah berakhir.

Yuddy keluar dari Istana Merdeka sekitar pukul 19.20 WIB. Dia kemudian keluar lewat pintu Gedung Wisma Negara. Yuddy tampak menumpangi golf car. Saat dijumpai, Yuddy tampak kebingungan.

"Ini, saya mau nyari, di mana ya?" kata Yuddy.

Saat ditanya perihal pertemuan di dalam, Yuddy menjawab singkat. "Biasa-biasa saja," katanya.

Apa ada pembahasan reshuffle?

"Biasa-biasa saja, persiapan rapat kabinet besok," kata Yuddy sambil senyum.

detikcom sudah mencoba menghubungi Yuddy Chrisnandi. Namun, Yuddy tidak menjawab telepon dan juga tidak membalas pesan singkat yang dikirimkan.

Selain itu, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan juga terkena reshuffle. Namun, Luhut tak dicopot, melainkan hanya digeser untuk menduduki posisi lain yang masih selevel, yakni menteri koordinator. Posisi yang ditinggalkan Luhut dikabarkan akan diisi oleh seorang purnawirawan jenderal.

Beberapa nama baru dikabarkan juga akan masuk ke kabinet menggantikan menteri yang dicopot. Selain itu, beberapa menteri digeser posisinya.

Presiden Joko Widodo akan menjelaskan secara lengkap soal reshuffle ini siang nanti pukul 14.00 WIB di Istana Kepresidenan.

copy dari : detik.com

Selasa, 26 Juli 2016

Inisiasi Seks - Budaya Rendah Harus Dihentikan


Ada kebiasan suku Malawi di Afrika yang harus dihentikan. Yaitu inisiasi hubungan seks bagi gadis telam melalui menstruasi pertamanya. Kebiasaan ini harus dihentikan, dan para pegiat disana terus memperjuangkannya.

Seorang pria Malawi, yang positif HIV dan mengaku dibayar untuk berhubungan seksual dengan anak-anak sebagai bagian dari ritual inisiasi, telah ditangkap atas perintah presiden negara itu.
Eric Aniva adalah seorang pekerja seks di Malawi yang dikenal sebagai "hyena" dan telah diberitakan BBC minggu lalu.
Dia mengatakan kepada BBC bahwa dia tidak menyebutkan status ODHA-nya kepada orang-orang yang menyewanya.
Presiden Peter Mutharika mengatakan polisi seharusnya menyelidiki dan menuntutnya terkait kasus penularan yang diakuinya sendiri.
Wartawan BBC Ed Butler, yang membuat berita "praktik pembersihan" seksual Malawi, mengatakan di sejumlah daerah terpencil di selatan negara itu adalah suatu tradisi bagi anak perempuan untuk berhubungan seksual dengan pria setelah menstruasi pertama.
Sebagian anak-anak tersebut masih berumur 12 tahun, lapornya.
"Hyena" dalam kebudayaan Malawi biasanya mengacu kepada pria yang berhubungan seksual dengan janda atau perempuan menikah yang mandul.
Tahun lalu, Malawi melarang pernikahan anak, dengan meningkatkan usia menikah dari 15 menjadi 18 tahun.
Para pegiat berharap hal ini akan menghentikan inisiasi seksual dini.

cpoy dari : bangka.tribunnews.com

Senin, 25 Juli 2016

Uji Pasal Zina dalam KUHP

Patrialis Tegur Pemerintah Soal Jawaban Gugatan LGBT: Ini Bukan Soal Sepele
Pemerintah menilai guru besar IPB Euis Sunarti dkk tidak mempunyai legal standing untuk menggugat rumusan kumpul kebo, homoseksual dan perkosaan sesama jenis dalam KUHP. Hakim konstitusi Patrialis Akbar menegur pendapat pemerintah tersebut.

"Terus terang saya mengikuti alasan pemerintah karena ini resmi di dalam persidangan Mahkamah dan itu adalah pendapat Pemerintah Negara Republik Indonesia yang kaitannya dengan persoalan yang sangat substantif yang diajukan oleh Para Pemohon. Saya kira harus lebih hati-hati lagi. Ini bukan persoalan sepele. Bukan persoalan ecek-ecek, tapi adalah persoalan yang sangat mendasar," kata Patrialis.

Hal itu disampaikan dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, pada Selasa (19/7) sore sebagaimana dikutip dari website MK, Rabu (20/7/2016). Di mata Patrialis, gugatan Euis dkk merupakan permohonan yang harus dipandang secara serius.

"Para pemohon ini para intelektual yang luar biasa, bukan orang sembarangan. Ini kalau saya lihat dari background-nya, niatnya, semangatnya. Apalagi ini kan ingin mengubah moral di tengah-tengah bangsa ini. Apakah Pemerintah tidak mau?" ujar Patrialis.

Dalam jawaban pemerintah, guru besar IPB Prof Dr Euis Sunarti dkk dinilai tidak memiliki kerugian konstitusional atas rumusan KUHP yang berlaku sekarang. Euis dinilai tidak ditemukan adanya hubungan sebab akibat antara kerugian yang dialami para pemohon baik bersifat spesifik. Pandangan pemerintah itu diluruskan Patrialis.

"Bagaimana pemerintah bisa menyatakan itu tidak punya legal standing, meskipun itu keterangan pemerintah, tapi kan pemerintah tidak boleh asal-asalan ya di dalam melihat suatu persoalan," ucapnya.

Sebagai mantan Menteri Hukum dan HAM, Patrialis masih ingat gagasan Rancangan KUHP untuk mengkriminalkan pelaku kumpul kebo dipidana penjara selama 5 tahun. Rancangan KUHP itu kini berada di meja DPR dan belum selesai dibahas untuk disahkan menjadi UU.

"Saya termasuk orang yang menandatangani dan menyusun konsep itu bersama dengan Pak Wahiduddin Adams, dan terima kasih kalau konsep itu masih utuh. Ya, terima kasih saya kepada pemerintah masih utuh," ucap Patrialis. Wahiduddin kini juga menjadi hakim konstitusi.

Patrialis juga mempertanyakan pendapat pemerintah yang menyatakan tidak semua norma agama bisa menjadi hukum pidana positif. Menurut Patrialis, malah sebaliknya.

"Kaidah agama itulah sebetulnya yang dijadikan sebagai salah satu pembatasan oleh negara kita di dalam kebebasan seseorang melaksanakan hak asasi manusia (HAM). Ingat Pasal 28J, ada kaidah agama di situ, ada nilai-nilai moral, ada nilai-nilai agama yang membatasi agar pelaksanaan HAM tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai moral," cetus Patrialis.

Adapun hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna melihat kasus itu secara formil. Palguna meminta para pemohon memikirkan masak-masak sebab MK bukanlah lembaga pembuat UU. Palguna menyatakan materi permohonan lebih tepat dialamatkan ke DPR atau lewat pemerintah sebagai lembaga pembuat UU.

"Mahkamah Konstitusi pada dasarnya adalah negatif legislator. Jangan meminta Mahkamah untuk menjadi positif legislator, jangan meminta Mahkamah untuk menjadi pembuat undang-undang. Nanti DPR sama presiden marah. Karena kewenangan kami hanya mencoret, yang berwenang untuk membuat undang-undang itu adalah DPR dengan presiden," ucap Palguna.

Selain Euis, ikut pula menggugat para akademisi lainnya yaitu Rita Hendrawaty Soebagio SpPsi MSi, Dr Dinar Dewi Kania, Dr Sitaresmi Sulistyawati Soekanto, Nurul Hidayati Kusumahastuti Ubaya SS MA, Dr Sabriaty Aziz. Ada juga Fithra Faisal Hastiadi SE MA MSc PhD, Dr Tiar Anwar Bachtiar SS MHum, Sri Vira Chandra D SS MA, Qurrata Ayuni SH, Akmal ST MPdI dan Dhona El Furqon SHI MH.

Salah satu yang diuji adalah Pasal 292 KUHP tentang homoseksual yang berbunyi:

Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Menurut Euis dkk, homoseksual haruslah dilarang tanpa membedakan batasan usia korban, baik masih belum dewasa atau sudah dewasa. Sehingga para pelaku lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) dikenakan Pasal 292 KUHP dan dipenjara maksimal 5 tahun. Selain itu, Euis dkk juga memohon perluasan makna pasal pemerkosaan juga berlaku bagi korban perkosaan adalah laki-laki serta pelaku kumpul kebo dipenjara.
(asp/nrl)

copy dari : detik.com

Minggu, 17 Juli 2016

Pengiriman Narkoba Disimpan di Tiang Pancang

 

Tempo - 15 Juni 2016
Badan Narkotika Nasional berhasil mengungkap jaringan pengiriman sabu di kawasan Rawa Bebek, Jakarta Utara, Selasa, 14 Juni 2016. Jaringan ini memiliki cara unik dalam menyembunyikan barang haram tersebut.

"Ini modus baru, dimasukkan ke tiang pancang setebal 4 sentimeter," ujar Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Budi Waseso di kantor BNN, Jakarta, Rabu, 15 Juni 2016.

Pipa yang digunakan tersangka berdiameter 16 sentimeter dengan tebal 6 sentimeter dan rongga 4 sentimeter. Dalam setiap pipa besi, disimpan sabu seberat 5 kilogram yang dibungkus dengan aluminum foil. Harus digunakan alat khusus untuk mengambil sabu yang ada di dalam pipa.

"Makanya sulit, tidak bisa pakai las, nanti sabunya ikut terbakar," ujar Budi.

Dari kasus ini, BNN menangkap enam tersangka, yang terdiri atas kurir, penerima, pemilik, dan pemesan. Salah satu tersangka merupakan bekas narapidana LP Cipinang yang bebas bersyarat.

Dari hasil penelusuran BNN, narkoba dikirim dari Cina melalui jalur laut, kemudian dikirim ke pabrik mi yang digunakan sebagai kamuflase. Tersangka mengaku sudah tiga kali melakukan pengiriman dengan modus seperti ini.

Budi juga mengungkapkan adanya hubungan kelompok ini dengan jaringan Freddy Budiman. Ia mengakui kehebatan jaringan narkoba ini. "Bahkan, walaupun akan dieksekusi, ia tetap bisa mengendalikan jaringannya," ujarnya.

Atas perbuatannya, para tersangka terancam Pasal 114 ayat 2 dan Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.

PRADITYO ADI | EKO ARI WIBOWO

Copy dari : tempo

Minggu, 03 Juli 2016

Pelantikan Presiden tanpa Ribet

...sebenarnya gak suka dengan kontroversinya, namun setelah kemenangnnya ... sepertinya memberikan harapan yang lebih baik. Duhai sang penegak, perkuat advokasi untuk kehidupan yang lebih fair untuk menjadi lebih baik dan menjadi contoh bagi dunia...
Rodrigo Duterte
Mantan walikota Davao City, yang kontroversial itu menggulingkan seluruh kekuatan politik mapan di bilik suara, menjanjikan 'perang berdarah' pada kejahatan dan korupsi.

Dalam pidato pengukuhan ia berjanji untuk membuat perubahan besar dalam sistem politik negara itu.

Duterte, 71, yang telah hampir tidak pernah meninggalkan Davao sejak kemenangannya, mengambil sumpah dalam sebuah upacara kecil di Istana Malacanang di Manila.

Hanya media pemerintah yang diizinkan untuk meliput acara tersebut, tapi disiarkan secara langsung melalui streaming internet.

Kepada hadirin Duterte mengatakan bahwa ia akan memulihkan apa yang disebutnya 'erosi kepercayaan rakyat' terhadap para pemimpin, peradilan dan pegawai negeri.

Dia menambahkan: "Sebagai seorang pengacara dan mantan jaksa, saya tahu batas-batas kekuasaan dan kewenangan presiden. Saya tahu apa yang legal dan apa yang tidak."

"Saya tahu bahwa ada yang tidak setuju pada metode saya memerangi kejahatan. Mereka berkata bahwa metode saya ganjil dan sangat tipis di ambang batas ilegal."

Tapi, katanya, "kepatuhan saya pada proses dan aturan hukum, sama sekali tanpa kompromi. Anda urus tugas Anda dan saya urus tugas saya."

Duterte juga berjanji untuk menghormati semua perjanjian internasional dan kesepakatan perdamaian dengan pemberontak di dalam negeri.

Wakil presiden yang baru, Leni Robredo, dilantik pada upacara terpisah di Kota Quezon, di pinggiran ibukota.
Leni Robredo

Keduanya akan menjalankan satu kali masa tugas selama enam tahun, dan tak bisa dipilih lagi.

Ini untuk pertama kalinya pelantikan presiden dan wakil presiden dilakukan terpisah. Media lokal mengatakan, hal itu terkait dengan keinginan Duterte untuk dilantik dengan upacara kecil.

Namun Wakil Presiden Leni Robredo, seorang pegiat HAM dan pekerja sosial, oleh kepala sebuah kampung termiskin di Filipina, juga diambil sumpahnya dalam upacara yang lebih kecil.