Kiai Cholil Nafis : Negara Sudah Punya Kesepakatan, Sistem Khilafah Tidak Bisa Diterapkan di Indonesia@Kiyai_MarufAmin@KHMiftachul@Ansor_Satu@cholilnafis @nu_online
— Majelis Ulama Indonesia (@MUIPusat) April 14, 2022
Selengkapnya:https://t.co/5UMtXPrDiN
Kok MUI seperti menjilat dan ketakutan sih? Pakai mention @Ansor_Satu dan NU segala?
— youaresee (@you_are_see) April 15, 2022
Bukannya MUI lembaga independent?
Btw, mohon maaf nih kiyai @cholilnafis, itu merujuk kepada pendapat Ulama yg mana? Kitab apa?
Merujuk pada shahifah Madinah yg 47 pasal. https://t.co/7YfYA078kn
— cholil nafis (@cholilnafis) April 15, 2022
Bukan dilarang mendirikan negara seperti Nabi saw di Madinah, tapi tak mungkin dilaksanakan. Sebab sdh tak ada lagi Rasul dan Wahyu tak akan turun lagi. Namun substansinya wajib dilaksanakan, yaitu penegakan keadilan yg menjadi ruh dalam bernegara dg format yg disepakati rakyat
— cholil nafis (@cholilnafis) April 16, 2022
Kalau format karena kesepakatan rakyat, maka jika mayoritas yg sepakat cendrung kontradiktif dgn nilai akidah Islam akan terjadi pengkerdilan thd Islam itu sendiri, makanya era saat ini sdg mengarah kesana, terbukti apa2 mesti sesuai budaya, mesti mendahulukan kearifan lokal.
— Budi Sp (@Budiarto6575) April 16, 2022
لاتجمع أمتي على ضلالة.
— cholil nafis (@cholilnafis) April 17, 2022
Sdh dijamin tak ada persekongkolan/kesepakatan semua umat Islam pada kesesatan. Piagam Madinah itu kesepakatan bukan langsung al-Qur’an jadi konstitusi Madinah padahal kepala negaranya dan penerima wahyu adlh Nabi saw. https://t.co/tocBbVBWku
Kiai Cholil Nafis : Negara Sudah Punya Kesepakatan, Sistem Khilafah Tidak Bisa Diterapkan di Indonesia
13 Aapril 2022
Komisi dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan kajian dakwah internasional dengan mengusung tema ‘Pengarusutamaan Moderasi dalam Konstitusi Beragama’,(12/4).
Dalam kegiatan tersebut, Kiai Cholil Nafis selaku Ketua MUI bidang dakwah dan ukhuwah menyampaikan bahwa Islam itu tidak pernah memberikan model pasti yang tepat untuk dijalankan dalam bernegara, apakah itu dengan model khilafah, imaroh, maupun demokrasi. Menurutnya, sebuah negara itu tergantung pada kesepakatan yang telah ditentukan.
“Jadi, kalau kita memastikan khilafah, itu sama saja kita memastikan sesuatu yang sifatnya ijtihadi. Demikian juga kalau kita mengkultuskan Demokrasi sebagai satu satunya cara yang memberikan keadilan, itu juga sama dengan mengkultus,” ujar Kiai Cholil.
Sistem khilafah sebenarnya bisa saja diterapkan dalam bernegara, namun sistem tersebut tidak tepat jika diterapkan di negara Indonesia, karena negara Indonesia sudah memiliki kesepakatan tersendiri terkait hal tersebut.
Mengacu pada Undang Undang dasar 1945 pada pasal 28 e ayat satu, dua dan tiga.
Ayat 1
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Ayat 2
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Ayat 3
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
“Hal tersebut sangat menjelaskan bahwa kita diberikan kebebasan untuk beragama dan berkeyakinan. Hanya saja kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain, “katanya.
Selanjutnya, beliau menuturkan bahwa pengambilan tema terkait konstitusi dan kebangsaan sangat strategis untuk dibahas pada saat ini.
“Konstitusi dan kebangsaan ini sangat strategis untuk kita kaji. Jadi, maqosidu syari’ah nya kita bernegara itu adalah baldatun toyyibatun wa robbun ghofur. Kalau dalam bahasa konstitusi ada empat, yaitu perlindungan, kesejahteraan, pencerdasan dan juga perdamaian,” tutur Kiai Cholil.
Dalam beragama dan bernegara Kiai Cholil menyampaikan bahwa keduanya ibarat saudara kembar, yang mana agama diibaratkan sebagai dasarnya, sementara negara diibaratkan sebagai penjaganya.
“Kalau tidak ada dasar atau pondasinya, kita tidak akan bisa membangun. Jangankan ingin membangun dua sampai lima lantai, baru membangun satu lantai saja sudah roboh,” tutur beliau.
Pada sesi akhir beliau mengutip kata – kata dari Muhammad Mahmud al Hijazi yang mengatakan bahwa cinta negara itu merupakan kewajiban mulia, negara butuh orang orang yang membela dengan persenjataan dan orang yang membelanya dengan narasi serta argumentasi.
(Dhea Oktaviana/Angga)
copy dari : mui.or.id