Sabtu, 09 Mei 2020

APBN RI Biayai Buzzer, Rejim Presiden Kapan?

 Bisnis Para Buzzer Jokowi, Jadi Influencer Via Raup Dana APBN


1 Maret 2020

Tersiar kabar Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) menggelontorkan dana Rp 72 miliar untuk pemain influencer guna menangkal dampak virus corona terhadap ekonomi Indonesia. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf,) Wishnutama Kusubandio menjelaskan polemik daripada penggelontoran dana  yang disedot dari APBN.

Menurutnya dana sebesar itu tidak hanya untuk influencer tetapi juga menyasar sejumlah komponen promosi pariwisata Indonesia. "Ini lebih ke international market. Ini yang Rp 72 miliar itu bukan untuk influencer saja, ada banyak komponen promosi," kata Wishnutama di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 26 Februari 2020.

Betapapun dana yang berjumlah miliaran itu bukan jumlah sedikit tentunya. Sehingga penggelontoran dana itu menimbulkan banyak tanda tanya ditengah kondisi keuangan negara yang sedang megap-megap karena dibelit utang dan seretnya pendapatan negara.

Apa sebenarnya yang disebut dengan influencer yang nampak begitu istimewa di mata pemerintah yang sedang berkuasa ?. Bagaimana sejarah pemanfaatan mereka ?Tepatkah penggelontoran dana miliaran rupiah untuk menangkal dampak virus corona ?. Sejauhmana potensi penyimpangan  penggelontoran dana untuk influencer itu disalahgunakan untuk kepentingan penguasa ?

Mengenal Influencer dan kawan kawannya

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki pengguna social media terbanyak di dunia. Sebut saja seperti Instagram, Facebook, Twitter, Line, BBM, Youtube dan social media lainnya sangatlah akrab di masyarakat Indonesia.

Adanya berbagai macam platform social media ini tentu saja dimanfaatkan oleh pengguna jasa baik perusahaan maupun pemerintah yang sedang berkuasa. Jika dulu produsen atau perusahaan mempromosikan produk atau jasanya dengan cara konvensional, kini banyak perusahaan yang memakai social media dalam kegiatan marketingnya. Demikian juga pemerintah melalui pejabatnya ada yang menggunakan sosial media untuk mengawal pemerintahannya.

Adapun salah satu strategi yang dinilai ampuh untuk memasarkan produk/ jasa  atau mengamankan suatu pemerintahan dalam sosial media yaitu dengan  menggunakan influencer atau pegiat media. Influencer adalah serapan dari istilah bahasa inggris yaitu influencers, istilah ini termasuk bagian dari bahasa gaul karena sering digunakan oleh anak muda atau remaja di sosial media. Istilah ini  kemudian menyebar luas sehingga menjadi kata yang sering digunakan di dunia maya.

Influencer merupakan orang yang memiliki followers atau audience yang cukup banyak di social media. Sehingga mereka dianggap memiliki pengaruh yang kuat terhadap followers mereka.Yang disebut dengan influencer ini contohnya seperti artis, selebgram, youtuber, blogger, dan sebagainya, yang dipilih berdasarkan popularitas, keahlian, atau reputasinya.

Mereka disukai dan dipercaya oleh followers dan audience mereka sehingga apa yang mereka pakai, sampaikan atau lakukan, bisa menginspirasi dan mempengaruhi para followersnya, termasuk untuk mencoba atau membeli sebuah produk atau opini terhadap suatu kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa. Demikian makna pengertian dan definisi dari arti Influencer berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online dan sumber lainnya.

Istilah yang mirip mirip dengan influencer adalah buzzer yang juga sering disebut di jagad dunia maya. Buzzer merupakan akun-akun di media sosial yang tidak jelas siapa identitasnya, lalu kemudian biasanya memiliki motif ideologis atau motif ekonomi di belakangnya, dan kemudian menyebarkan informasi di sosial media.

Kabarnya para buzzer di Indonesia dibayar antara Rp 1 - 50 juta. Kasus penganiayaan Ninoy Karundeng beberapa waktu lalu hingga cuitan kontroversial Denny Siregar mencuatkan keberadaan buzzer politik di sosial media. Sampai sampai ada yang yang mengaitkan beberapa buzzer ini dengan Istana sehingga membuat Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko ikut mengomentarinya. Moeldoko membantah jika dirinya dianggap sebagai pemegang komando para buzzer pro-pemerintah yang sering disebut-sebut sebagai “kakak pembina”.

Keberadaan buzzer di Indonesia terekam dalam riset Universitas Oxford yang bertajuk The Global Disinformation Order: 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation. Dari kajian Oxford, 87% negara menggunakan akun manusia, 80% akun bot, 11% akun cyborg, dan 7% menggunakan akun yang diretas.

Secara umum, pasukan siber Indonesia menggunakan akun bot dan yang dikelola manusia. Mereka membanjiri media sosial dengan tujuan menyebarkan propaganda pro pemerintah atau partai politik, menyerang kampanye, mengalihkan isu penting, polarisasi, dan menekan pihak yang berseberangan.

Jenis pasukan siber, menurut Oxford Internet Institute, dibagi menjadi empat menurut besarnya ukuran tim dan waktu kontrak, serta kemampuan strategi dan anggaran. Keempatnya yakni, minimal cyber troop teams, low cyber troop capacity, medium cyber troop capacity, dan high troop capacity. Indonesia disebut menempati kategori low cyber troop capacity atau pasukan siber dengan kapasitas rendah.

Dengan demikian perbedaan antara influencer dan buzzer adalah bahwa yang disebut pertama lebih kepada orang yang bisa mempengaruhi opini public dan jelas identitasnya sementara yang disebut kedua biasanya menggunakan akun anonim alias bukan identitas yang sebenarnya. Mereka memiliki motif ideologis atau motif ekonomi di belakangnya, dan kemudian menyebarkan informasi di sosial media.

Pada prakteknya, mereka yang menjadi influencer dan juga buzzer  lebih berperan sebagai kelompok“kaum pemuja” kepada yang  telah mendanainya. Serta menyerang pihak pihak yang berseberangan dengan kelompok pendananya.  Seolah olah dana yang diterima itu merupakan bentuk imbal jasa karena perannya sebagai pelantun puji puja pada pihak yang telah membayarnya.

Memanfaatkan Influencer dan Buzzer

Awalnya, influencer atau buzzer banyak digunakan sebagai suatu strategi marketing digital penjualan produk di dunia usaha. Namun, belakangan teknik ini digunakan pula untuk mendongkrak elektabilitas dan popularitas tokoh atau partai politik tertentu bahkan ada juga yang digunakan untuk mengamankan posisi pejabat yang sedang berkuasa.

Di Indonesia, metamorfosa buzzer politik bermula pada tahun  2012, sewaktu digunakan menjadi alat pendongkrak popularitas pasangan calon Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo dan Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama.Saat itu, pasangan tersebut didukung pasukan media sosial yang mengkonsolidasi dan membentu jaringan relawan digital untuk mendorong segala wacana atau isu politik yang berkaitan dengan keduanya.

Pada saat sekarang buzzer juga terus bekerja untuk mengganjal kinerja Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dalam membangun Jakarta. Para Buzzer tidak hanya mengkritik kinerja Anies tapi sudah masuk ke ranah menghina secara personal. Para Buzzer ini dapat tugas agar sejak dini membangun reputasi Anies yang buruk, agar elektabilitasnya nanti di Pilpres 2024 semakin kecil.

Pasukan buzzer media sosial itu menamakan diri Jokowi Ahok Social Media Volunteer atau Jasmev singkatannya.Pasukan influencer dan buzzer kembali digunakan untuk kepentingan politik dengan skala lebih besar jelang Pilpres 2014  yang mengusung Jokowi-Kalla melawan Prabowo-Hatta. Kedua pasangan calon berperang menebar pengaruhnya di media sosial menggunakan metode yang hampir sama dalam memanfaatkan sosial media.

Harus diakui deretan influencer/buzzer  di media sosial memiliki kekuatan besar dalam mempengaruhi suara massa. Mereka memiliki kemampuan kelas wahid untuk membentuk opini publik sesuai misi yang dingin dicapainya.

Kekuatan besar ini mengakibatkan penetrasi isu-isu politik yang digaungkan buzzer dan influencer menyebar dengan cepat untuk mencapai sasaran yang menjadi targetnya. Media sosial juga memberikan alat terbaik untuk memberikan konten-konten tepat sasaran kepada khalayak pada umumnya.Algoritme seluruh media sosial juga membuat konten-konten pesanan menjadi tepat sasaran dan efektif kepada khalayak yang hendak dijadikan sasarannya.

Media sosial menjadi tempat yang nyaman karena algoritma mengatur konten yang disukai oleh pengguna. Fenomena ini dinamakan Echo Chamber yang berarti pengguna media sosial berada di lingkungan pertemanan yang berpikiran serupa. Nampaknya masa depan para influencer dan buzzer akan semakin cerah ke depannya. Karena para pengguna sudah merasakan manfaat dan kegunaannya.

Mungkin karena sadar akan peran penting dari para influencer dan buzzer ini sehingga beberapa kali tersiar berita pihak istana mengundang para pegiat media sosial ini ke istana. Sebagai contoh hari selasa siang tanggal 2 Pebruari 2020 yang lalu Presiden Joko Widodo mengundang tiga puluh selebriti media sosial ke Istana Negara.

Pertemuan tersebut katanya membahas persoalan yang sedang aktif dibicarakan di sosial media."Kami diundang oleh pihak Istana lewat medsos. Saya, misalnya, dapat Direct Message (DM) dari pihak Istana untuk datang ke sini," kata Rudi Valinka, salah satu selebtweet yang terkenal dengan akun @Kurawa, saat ditemui di kompleks Istana.

Addie MS, konduktor yang juga aktif di Twitter dengan akun @addiems, menjelaskan dalam pertemuan dengan Jokowi banyak masukan yang disampaikan oleh para selebriti medsos tersebut."Enggak ada puja puji ke Presiden di dalam kami memberikan masukan," katanya.

Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, selebriti medsos yang ikut hadir dalam pertemuan tersebut di antaranya Ulin Yusron, Addie MS,  Teddy Kejora, Ridwan Habib dan Rustam Ibrahim dan Rudi Valinka.

Pertemuan Presiden Jokowi dengan para pegiat sosial media kembali dilakukan pada Selasa, 18 Februari 2020 di Istana Bogor. Salah seorang influencer yang hadir, Dede Budhiyarto, bahkan menyebut Jokowi akan mengocok ulang kabinet. "Pengen cerita hasil pertemuan dengan Presiden @jokowi, eh pulang dari Istana Bogor malah sakit. Intinya bakal ada reshuffle tunggu saja yah.

Menteri yang kinerjanya ndak bagus bakalan dicukupkan," cuit Dede lewat akun twitter-nya @kangdede78. Namun pihak istana membantah informasi ini. Juru bicara Presiden Jokowi Fadjroel Rachman mengatakan tidak ada reshuffle. Ia meminta para menteri fokus bekerja.

Jauh sebelumnya, Presiden Jokowi juga mengundang pegiat sosial media ini ke istana misalnya saja pada  Rabu, 3 Juli 2019 yang lalu atau berselang 6 hari dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan pemilihan presiden dari lawan Jokowi di Pilpres 2019, Prabowo Subianto- Sandiaga.

"Secara umum Pak Jokowi menyampaikan selamat dan berterima kasih karena teman-teman influencer mati-matian menangkis isu dan meluruskan berita yang salah," kata salah satu peserta, Ajianto Dwi Nugroho, saat dihubungi Tempo, Kamis, 4 Juli 2019.

Dalam pertemuan itu menurut Aji sebagaimana dikutip Tempo, Jokowi minta para pendukungnya ini tetap membantunya menjalani pemerintahan lima tahun ke depan. "Tetap lakukan meluruskan berita miring, bahwa bagaimana menjaga dan menyejukkan situasi supaya tujuannya persatuan indonesia," ucapnya menirukan permintaan mantan gubernur DKI Jakarta itu.

Menanggapi seringnya kalangan pegiat sosial media di undang ke istana, pengamat politik Achsin Ibnu Maksum sebagaimana dikutip suaranasional, Sabtu (22/2/2020), menyatakan bahwa Jokowi sering mengumpulkan buzzer di istana karena merasa tak popular dimata rakyatnya.“Buzzer ini akan mencari pembenar berbagai kebijakan Jokowi yang menyengsarakan rakyat,” papar Achsin.

 “Omnibus law RUU Cipta Kerja mendapat protes keras dari rakyat Indonesia. Maka buzzer Istana mengkampanyekan bahwa omnibus law RUU Cipta Kerja sangat baik,” pungkasnya. Kata Achsin, setelah dikumpulkan di Istana Bogor, buzzer ini akan mempromosikan Jokowi di  sosial media.

Isi Kepalanya Hanya Uang Saja

Rupanya jasa para influencer dan buzzer ini ingin dimanfaatkan oleh Pemerintah  untuk mendongkrak dunia pariwisata Indonesia yang saat ini terkapar oleh karena merebaknya virus corona.

Saat ini merebaknya virus corona menyebabkan dunia ramai-ramai menolak turis asal China. Negara negara itu menolak kedatangan turis asal China karena takut menyebarnya virus itu di negaranya. Penolakan turis asal China oleh banyak negara itu wajar wajar saja demi untuk melindungi warga negaranya dari kemungkinan tertularnya virus corona yang telah menyebar di China.

Sementara banyak negara menolak pendatang asal China, Indonesia justru terkesan membuka peluang untuk kedatangan mereka. Sebagaimana diberitakan, ditengah tengah merebaknya virus corona, ratusan turis China masuk Batam naik maskapai Batik Air dan kemudian diangkut sedikit dengan lima bus.Informasi yang diperoleh Wartakotalive.com,  itu mengabarkan bahwa turis itu berasal dari daerah Shenzen, China.

Selain di Batam, turis china juga datang di Padang Sumatera.Menteri Kesehatan ( Menkes) Terawan Agus Putranto mengatakan, tidak semua yang datang dari China pasti membawa virus corona. Meskipun virus itu pertama kali menyebar di Wuhan, China, belum tentu semua penduduk di kota atau negara tersebut terpapar virus. Pernyataan Terawan ini menanggapi kedatangan 150 turis asal Kota Kunming, China, yang pada Minggu (26/1/2020) mendarat di Bandara Internasional Minangkabau, Sumatera Barat.

Sementara itu Kantor imigrasi mencatat adanya peningkatan wisatawan asal China ke Jatim saat ramainya wabah virus corona. Hal itu diungkap oleh Kepala Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi Kantor Imgrasi kelas 1 Khusus Surabaya, Nanang Mustofa. Bahkan, kata dia, sepanjang Januari, tepatnya hingga 30 Januari 2020, jumlah WNA China yang berkunjung ke Jatim, meningkat lebih dari 10 persen.

Nanang melanjutkan, sepanjang Januari 2020, ada 671 WNA China yang datang ke Jawa Timur. Jumlah ini meningkat lebih dari 10 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yang hanya mencapai 517 orang. "Ada peningkatan kedatangan WNA China ke Indonesia. Rata-rata adalah wisatawan, tapi ada juga untuk bisnis," kata Nanang, Kamis (30/1/2020).

Pemerintah Indonesia nampaknya memang tidak terlalu peduli dengan resiko menularnya virus corona yang berpotensi menyerang warganya. Pemerintah nampak lebih kuatir dampak corona pada dunia pariwisata di Indonesia.  Buktinya Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) menggelontorkan dana Rp 72 miliar untuk influencer guna menangkal dampak virus corona terhadap ekonomi Indonesia.

Sinyal bahwa pemerintah Indonesia tidak peduli pada resiko penyebaran virus corona tergambar dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang menginginkan tenaga kerja asing (TKA) asal Cina untuk bisa segera kembali ke Indonesia. Luhut bilang terhambatnya arus balik TKA Cina di Indonesia yang pulang saat imlek memberi dampak negatif ke perekonomian. Menurut Luhut, selama TKA asal Cina sudah melalui masa karantina 2 minggu, seharusnya mereka diperbolehkan kembali ke Indonesia.

Luhut bilang ada sejumlah proyek di Indonesia yang saat ini bergantung pada tenaga kerja asing asal Cina seperti proyek kereta cepat Bandung-Jakarta hingga aktivitas produksi di Morowali, Sulawesi Tengah. Hal ini juga mencangkup proyek PT Vale Indonesia yang seharusnya sudah bisa jalan beberapa bulan ini tetapi terpaksa tertunda. “Sekarang kami dan presiden sedang mengamati dengan cermat kapan kira-kira kita mulai bisa bawa staf yang sudah kerja di sini seperti kereta api cepat,” ucapnya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengaku heran dengan keributan masyarakat soal turis China dan wabah virus corona.Pasalnya, menurut dia, jumlah turis China ke Indonesia hanya 2 juta orang. Jumlah ini jauh berbeda dibandingkan dengan negara lain yang didatangi turis China, seperti Singapura.

"Memang ada penurunan devisa karena turis yang 2 juta orang dari China sekarang menurun. Tapi perlu diketahui turis China ke dunia itu 173 juta orang. Turis China ke Singapura 6 juta orang, ke Indonesia itu 2 juta saja sudah ribut," katanya dalam Rakornas Investasi 2020 di Jakarta, Kamis (20/2) seperti dikutip dari Antara.

Selain pada sektor pariwisata dampak virus corona juga mengakibatkan turunnya devisa ekspor komoditas Indonesia ke negeri China. Hal itu dikarenakan banyaknya fasilitas produksi di China yang berhenti beroperasi karena merebaknya virus Corona.Penurunan devisa ekspor bahan makanan atau ritel juga akan berkurang dengan mewabahnya virus tersebut karena penurunan konsumsi di China.

Luhut mengungkap turis asal China memang memberikan kontribusi positif terutama di bidang investasi, perdagangan hingga lapangan pekerjaan. Kondisi tersebut pun terjadi di negara lain yang didatangi turis China.Pasalnya, negara tersebut memiliki pengaruh hingga 18 persen terhadap ekonomi dunia.

Mungkin karena kekuatiran pemerintah akan dampak anjloknya dunia pariwisata Indonesia akibat virus corona sehingga pemerintah tidak segan segan merogoh kocek APBN untuk mendayagunakan para influencer /buzzer guna menangkal dampak virus corona terhadap ekonomi Indonesia.

Pertimbangan praktisnya barangkali yang penting masuk devisa negara, soal tersebarnya virus corona dipikirkan nanti saja. Image bahwa Indonesia aman aman saja dari serangan virus corona harus diciptakan melalui jasa influencer/ buzzer supaya ada alasan untuk pengambilan kebijakan bebasnya turis asing khususnya asal China masuk ke Indonesia. Jadi yang dipikirkan di otaknya mungkin hanya duwit saja dengan mengabaikan keselamatan warga negara Indonesia.

Terbukti meskipun disebut sebut virus corona “kebal” masuk Indonesia tetapi negara lain meragukan validitasnya sehingga negara seperti Saudi Arabia menghentikan sementara kedatangan jamaah umroh  karena kuatir penyebaran virus corona yang dibawa oleh jamaah dari Indonesia.

Panen Kritikan

Besarnya anggaran tersebut mendapat kritikan sejumlah pihak. Adapun salah satunya Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean yang memandang Pemerintah Jokowi tidak tepat mengarahkan influencer untuk membangun opini demi mengantisipasi dampak wabah corona di dunia ke pariwisata Indonesia.

"Anggaran seperti ini cenderung hanya sebuah cara yang ditempuh untuk memberi makan para buzzer media sosial yang digunakan pemerintah sebagai pasukan perang opini secara tidak resmi," kata Ferdinand kepada Tagar, Rabu, 26 Februari 2020.

Ferdinand mempertanyakan upaya tersebut apakah akan mendapatkan dampak yang signifikan mengingat besarnya anggaran yang dikucurkan ke influencer dari APBN 2020. "Tidak jelas tolak ukur yang digunakan untuk memilih influencer ini, dan tidak jelas output keberhasilan dari program ini," tutur dia.

Kader demokrat lainnya Jansen Sitindaon mendesak Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) membeberkan nama-nama influencer yang mendapat guyuran Rp 72 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.

Dia mempertanyakan urgensi dari dikucurkan anggaran pemerintah itu untuk sektor pariwisata guna menangkal dampak virus corona terhadap ekonomi Indonesia."Jadi pemerintah harus jelaskan siapa influencer ini. Artis kah? Apa sudah mendesak sampai keluar Rp 72 M?" kata Jansen kepada Tagar, Rabu, 26 Februari 2020.

Sementara itu Anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade menilai anggaran untuk influencer tersebut belum terlalu mendesak.“Saya tidak tahu alasan pemerintah untuk influencer itu untuk apa. Yang pasti sekarang itu sebenarnya kita belum butuh influencer,” ujarnya di depan ruang rapat paripurna DPR RI, Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Kamis (27/2).

Menurut Andre Rosiade, jika pemerintah melakukan kerja baik dalam penanganan masalah virus corona ini, maka tidak perlu bantuan pegiat sosial media untuk mempromosikan pariwisata.

Kader Gerindra lainnya, Iwan Sumule juga merasa heran dengan gelontoran dana 72 miliar untuk influencer dan sejenisnya. Yang dia merasa heran bukan hanya nominal Rp 10 triliun yang total dikucurkan untuk insentif pariwisata, tapi juga soal adanya dana sebesar Rp 72 miliar untuk influencer.

Dia pun teringat kasus rencana pembelian Aibon di DKI Jakarta yang sempat marak ditentang oleh politisi PSI. Walaupun di kasus ini, partai besutan Grace Natalie itu seperti bungkam.“Ini hampir sebesar anggaran “Aibon” di DKI, Rp 82 miliar,” ujarnya kepada redaksi, Kamis (27/2).

Di sisi lain, Iwan Sumule melihat insentif tersebut seperti upaya pemerintah membiayai penyebaran corona masuk Indonesia.Maksudnya, peningkatan pariwisata dengan mendatangkan orang asing ke Indonesia berpotensi membawa virus corona masuk ke dalam negeri. Terlebih jika mereka yang masuk ke Indonesia berasal dari negera yang sedang terkena wabah virus dari Wuhan, China.

Pernyataan Iwan Sumule kiranya cukup masuk akal jika dikaitkan dengan potensi penyebaran virus corona di Indonesia dengan terbukanya peluang datangnya orang orang China kembali masuk ke Indonesia. Lebih lebih dukungan itu diwujudkan dalam bentuk kampanye melalui media sosial dengan memanfaatkan para influencer/ buzzer bayaran yang didanai oleh negara.

Yang lebih menggenaskan lagi nantinya adalah potensi penyalahgunaan dana miliaran itu untuk sarana membagus baguskan kinerja penguasa. Pada hal seperti kita ketahui bersama, kinerja pemerintah saat ini sedang jeblok sehingga bisa mengancam posisi penguasa. Namun dengan adanya buzzer/ influencer itu bisa memutarbalikkan fakta sehingga seolah olah semua baik baik saja.

Inilah yang paling dikhawatirkan oleh rakyat pada umumnya. Ditengah tengah fakta dimana lembaga lembaga yang menjadi pengawas pemerintah pada mandul semua, harus ditambah dengan pengawasan media mainstream dan media sosial yang juga sudah dikendalikannya.

Yang terjadi kemudian adalah adanya upaya untuk menutupi fakta fakta yang sebenarnya melalui kekuatan pegiat media para buzzer / influencer yang di gaji oleh negara. Yang lebih ironis lagi adalah semua itu di biayai oleh uang rakyat melalui APBN alias Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Pada hal masih banyak kebutuhan prioritas lainnya ketimbang mengongkosi para buzzer yang tugasnya hanya melantunkan “puja puji “ pada penguasa.

Siapa bisa menjamin dana 72 miliar itu digunakan ole para influencer untuk semata mata menangkal dampak virus corona terhadap ekonomi Indonesia ?. Rasanya sulit untuk tidak menggunakan dana itu untuk upaya “mengabdi” para pemberi dana dalam hal ini pemerintah yang sedang berkuasa. Kalau memang demikian halnya, maka betapa gurihnya mendayagunakan para buzzer/ influencer untuk mempertahankan kursi kekuasaan lewat sokongan dana APBN pula.

Agar kasus memakan biaya uang negara untuk kepentingan pencitraan rejim dan menjelekkan citra para lawan politiknya, perlu BPK mengaudit investigasi para penikmat dana buzzer dan influencer ini. Hasil audit ini apabila terbukti ada dana uang negara yang dipakai untuk kepentingan tidak sesuai mata anggaran, maka aparat penegak hukum sudah punya dasar hukum yang kuat membawa para pelakunya ke pengadilan

Hal ini penting agar ada efek jera, sehingga para buzzer dan influencer tidak seenaknya saja dalam merusak reputasi individu dan lembaga lain serta membangun reputasi rejim secara berlebihan atau tidak sesuai dengan fakta yang ada.


(Ali Mustofa\Roy T Pakpahan)

copy dari law-justice.co