Sabtu, 26 Agustus 2017

Sebagian Saracen di Liputan 6

Begini Awal Terbentuk Sindikat Saracen


26 Agustus 2017

Polisi masih mengungkap sindikat Saracen yang diduga menyebarkan hate speech atau ujaran kebencian di media sosial.
Ujaran kebencian dijadikan ladang bisnis dengan tarif hingga puluhan juta rupiah. Lantas, bagaimana awal mula terbentuknya sindikat ini?

Jasriadi, yang merupakan ketua sindikat ini, mengklaim kelompok ini terbentuk untuk menghancurkan kelompok grup media sosial lain, yang menurutnya melakukan ujaran kebencian.
"Saracen awalnya terbentuk begitu saja, setelah kita hack grup yang namanya--ada kata binatang," ujar Jasriadi dalam wawancara khusus bersama Liputan6.com, Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 24 Agustus 2017.
"Nah, di situ isi dalam grup itu ujaran kebencian banyak, dan kami sebagai tim yang punya keahlian ingin menghancurkan grup tersebut," dia melanjutkan.
Dari situlah, kata Jasriadi, pihaknya mulai menghimpun jaringan melalui media sosial untuk menghancurkan grup tersebut.
"Ternyata grup itu admin-adminnya banyak yang menyamar. Nah, saya merasa terpanggil untuk menghancurkan (grup) itu. Saya coba mengambil-alih grup itu," ujar dia.
Nama Sarecen sendiri, kata Jasriadi, berarti perjuangan di media sosial. Namun, dia tidak menjelaskan tujuan perjuangan yang dimaksud.
"Waktu itu kita menggunakan Saracen, Saracen ini yang membuat nama si Ropi--Ropi Yatman tak lain mantan pacar tersangka Sri Rahayu Ningsih. Dia ambil dari (internet). Kalau enggak salah artinya perjuangan di media sosial," ujar dia.

Belajar Meretas

Jasriadi mengaku memiliki kemampuan meretas jaringan media sosial. Dia belajar secara autodidak di internet. Bahkan, dia belajar secara khusus tentang Facebook.
"Jadi tidak ada namanya kita diajari orang, prosesnya panjang sekali. Waktu itu saya mempelajari dasar-dasar Facebook, saya membuka kode source. Kebetulan di bawahnya ada pengembang developer-nya, orang India," kata dia.
"Beliau menjual program dasar-dasar FB (Facebook). Saya pelajari dari situ, saya beli waktu itu pembayarannya pakai Paypal," Jasriadi mengklaim.
Dalam kasus Saracen, polisi telah menangkap tiga tersangka. Ketiganya adalah Jasriadi alias JAS yang merupakan Ketua Saracen, MFT yang berperan sebagai koordinator media dan Informasi, serta Sri Rahayu Ningsih alias SRN yang berperan sebagai koordinator wilayah.
Polisi masih mencari tersangka lain yang merupakan admin jaringan Saracen. Polisi juga memburu pihak-pihak yang pernah memesan konten terlarang ini di Saracen.
"Ya kita akan kembangkan. Kita masih membidik admin-admin lain atau grup-grup lain yang memiliki modus yang serupa dengan kelompok (Saracen) ini," tandas Kasubbag Ops Satgas Patroli Siber Polri, AKBP Susatyo Purnomo.

copy dari liputan 6

----

Ini Daftar Harga Paket Ujaran Kebencian di Saracen

 26 Agustus 2017

Polisi hingga kini terus mengusut jaringan penyebar ujaran kebencian dan SARA melalui media sosial bernama Saracen.
Dalam pengembangannya, polisi menemukan proposal saat olah tempat kejadian perkara di kediaman Jasriadi alias JAS.

"Si JAS ini menyediakan proposal bagi siapapun kelompok maupun perorangan yang membutuhkan jasa yang bersangkutan, proposal dana kampanye dalam medsos," ujar Kasubdit 1 Dit Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Irwan Anwar kepada Liputan6.com, Kamis 24 Agustus 2017.
Dalam proposal itu, kata Irwan, disebutkan bahwa jika ingin menggunakan jasa Jasriadi, maka bisa melalui CV Jadi Jaya dengan dikenakan tarif Rp 72 juta perbulan atau perpaket.
Irwan pun kemudian merinci harga paket yang ditawarkan Saracen tersebut:
1. Pembuatan webside atau blog Rp 15 juta perbulan
2. Jasa untuk buzzer dengan jumlah 15 orang masing-masing dihargai Rp 3 juta. Sehingga totalnya Rp 45 juta
3. Jasa untuk koordinator Rp 5 juta
4. Jasa untuk media Rp 7 juta
Namun begitu, Irwan belum dapat memastikan apakah jasa itu digunakan untuk pilkada atau bukan.
"Ini kami hanya menemukan bahwa yang bersangkutan memang dugaannya adalah sindikat yang menyiapkan jasa untuk melakukan hoax atau ujaran kebencian," tandas Irwan.
1 dari 2 halaman


 3 Tersangka

Sejauh ini, polisi telah menangkap tiga tersangka yang merupakan sindikat penebar kebencian Saracen. Ketiganya adalah JAS yang merupakan Ketua Saracen, MFT yang berperan sebagai Koordinator Media dan Informasi, serta SRN yang berperan sebagai koordinator wilayah.
Polisi masih terus mencari tersangka lain yang merupakan admin jaringan Saracen. Polisi juga memburu pihak-pihak yang pernah memesan konten terlarang ini di Saracen.
"Ya kita akan kembangkan. Kita masih membidik admin-admin lain, atau group-group lain yang memiliki modus yang serupa dengan kelompok ini," tandas Kasubbag Ops Satgas Patroli Siber Polri, AKBP Susatyo Purnomo.

copy dari : liputan 6

----

Langkah-Langkah Polri Ungkap Sindikat Saracen

26 Agustus 2017

Analis Kebijakan Madya bidang Penmas Divisi Humas Polri Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono mengatakan, pihak kepolisian sangat berhati-hati dalam mengungkap siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam sindikat penyebar ujaran kebencian, Saracen.
"Kita memulai ini pelan-pelan, tapi karena ini kasus yang sangat besar, termasuk nama baik banyak orang, termasuk ada nama senior-senior kita yang sudah pensiun. Karena ini juga reputasi banyak orang, sehingga nantinya bisa timbul yang namanya pencemaran nama baik," ujar Pudjo di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (26/8/2017).

Dia menjelaskan, Saracen ini memang sudah sejak lama diperhatikan oleh pihak kepolisian. Pengungkapannya bahkan memakan waktu cukup lama.
"Ini sudah kita mencoba melakukan mapping berbagai konten di medsos setahun terakhir. Setelah kita lihat setahun terakhir, kita mengerucut ke enam bulan terakhir, dan satu bulan terakhir," ucap dia.
Dari proses mapping atau pemetaan tersebut, lanjut Pudjo, ada hubungan berbagai kelompok di berbagai kota menjadi satu kelompok besar yang bernamanya Saracen ini.
"Kita melakukan berbagai upaya penangkapan, pertama di Koja, kemudian Riau, dan terakhir Cianjur. Dari berbagai penangkapan, kita mendapatkan bukti digital," kata dia.
Selain bukti digital, menurut Pudjo, ada juga bukti lain yang didapat dari media sosial (medsos), yaitu data-data sebanyak 100 gigabyte.
"Kita terus bongkar. Baru sekitar 25 gigabyte kita bongkar, kita sedang telaah satu per satu," tutur dia.
Dari proses tersebut, sambung Pudjo, polisi juga berusaha tidak gegabah. Asas praduga tak bersalah tetap diterapkan terhadap orang-orang yang namanya tercantum dalam jaringan tersebut.
"Tentu saja akan kita panggil untuk dicocokkan apakah benar posisi orang itu sesuai dalam jaringan tersebut. Tapi untuk kelompok sudah kita dapatkan. Tapi kalau struktur organisasi, masih kita lakukan pendalaman," kata dia.
Mengenai siapa saja yang terlibat, Pudjo menyebut sebagian sudah beredar di medsos. Sebab, mereka yang namanya tertulis dalam struktur Saracen akan dipanggil.
"Kita harus cek ke yang bersangkutan. Akan kita mintai keterangan," jelas Pudjo.

copy dari : liputan 6

----

Siapa Pemesan Sindikat Saracen?

26 Agustus 2017

Polri membongkar sindikat penyebar ujaran kebencian atau hate speech dan SARA melalui media sosial. Jaringan penebar kebencian tersebut bernama Saracen.
Polisi telah menangkap tiga orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Jasriadi (32) yang berperan sebagai ketua, Muhammad Faizal Tanong (43) sebagai koordinator bidang media dan informasi, serta Sri Rahayu Ningsih (32) sebagai koordinator grup wilayah.

Kasubdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar mengatakan, anggota sindikat ini telah memiliki beragam konten hate speech sesuai isu yang tengah berkembang. Mereka kemudian menawarkan produk itu dalam sebuah proposal.
"Mereka menyiapkan proposal. Dalam satu proposal yang kami temukan, itu kurang lebih setiap proposal nilainya puluhan juta rupiah," ujar Irwan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu 23 Agustus 2017.
Sindikat Saracen diketahui memiliki ribuan akun. Mereka juga berbagi tugas untuk mengunggah konten pro dan kontra terhadap suatu isu.
"Misalnya kurang lebih 2.000 akun itu dia membuat meme menjelek-jelekkan Islam, ribuan lagi kurang lebih hampir 2.000 juga menjelek-jelekkan Kristen. Itu yang kemudian tergantung pemesanan," jelas Irwan.

Kepala Bagian Mitra Biro Penmas Divisi Humas Mabes Polri Kombes Awi Setiyono menjelaskan, dalam proposal itu, sindikat Saracen meminta dana sekitar Rp 72 juta.
Dalam proposal dana tersebut, Saracen mematok harga Rp 15 juta untuk jasa pembuat website. Sementara untuk buzzer, Saracen memiliki 15 anggota yang akan mendapat upah selama sebulan sebanyak Rp 45 juta.
Sedangkan tersangka Jasriadi yang berperan sebagai ketua sindikat Saracen, yang tugasnya mengunggah postingan provokatif bernuansa SARA, meminta upah Rp 10 juta.
Lalu sisa dari dana pengajuan proposal tersebut, ujar Awi, digunakan untuk kepentingan lain di luar perkiraan.
"Terkait tadi masalah pemesanan itu, begini untuk proses penyidikan ini, penyidik menemukan ada satu proposal. Yang terakhir ada cost untuk wartawan," ujar Awi di Kantor Divisi Humas Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis 24 Agustus 2017.
Walau demikian, Awi tidak mempercayai begitu saja apa yang dituliskan oleh pelaku, termasuk dana untuk wartawan. Ia mengatakan, pihaknya masih terus mendalami temuan-temuan tersebut.
"Itu kan proposalnya dia yang kita temukan. Tapi belum tentu kan. Itu yang perlu proses pendalaman. Kita tidak percaya begitu saja. Kalau dia tulis begitu, apa kita langsung percaya? Teman-teman wartawan dirugikan juga toh. Itu temuan-temuan," ujar dia.
Kasubag Ops Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri AKBP Susatyo Purnomo menuturkan, angka yang ditawarkan dalam setiap proyek ujaran kebencian dan SARA oleh Saracen ini bahkan mencapai Rp 100 juta.
"Dia menawarkan ya senilai Rp 75 juta sampai Rp 100 juta, itu atas proposal ya," ujar Susatyo.
Kendati pihaknya belum bisa memastikan harga riil per proposal. Apalagi polisi masih terus menggali siapa saja yang pernah membeli jasa Saracen untuk menebar kebencian dan SARA ini.
"Makanya kami masih mendalami, karena kan kami belum cek betul apakah itu hanya ajuan mereka dan sebagainya," kata Susatyo.

Tutup Mulut Siapa Pemesan

Kabag Mitra Biro Penmas Divisi Humas Polri Kombes Pol Awi Setiyono mengatakan, tiga tersangka sindikat Saracen tidak terbuka saat pemeriksaan.
"Termasuk, siapa yang selama ini pesan, memang yang bersangkutan sangat tertutup. Beberapa tersangka ini juga sulit kita mintai keterangan," ucap Awi di Kantor Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis 24 Agustus 2017.
Polisi juga masih mendalami siapa saja pihak-pihak yang memesan sindikat Saracen. "Yang lain-lain terkait dengan kelompok-kelompok mana yang pernah pesan, atau siapa yang pernah pesan kepada mereka, ini masih proses pendalaman," ujar Awi.
Sementara akibat perbuatannya itu, Jasriadi disangkakan melakukan tindak pidana ilegal akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 2 jo Pasal 30 ayat 2 dan atau Pasal 46 ayat 1 jo Pasal 30 ayat 1 UU ITE Nomor 19 Tahun 2016, dengan ancaman tujuh tahun penjara.
Sementara Muhammad Faisal Tanong dan Sri Rahayu Ningsih disangkakan melakukan tindak pidana ujaran kebencian atau hate speech dengan konten SARA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, dengan ancaman enam tahun penjara, dan atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman enam tahun penjara.
Awi mengatakan, kepolisian berencana mengundang pihak-pihak yang namanya tercantum di struktur organisasi Saracen.
"Penyidik juga ke depan perlu mengundang pihak-pihak yang namanya ditulis di situ untuk mengklarifikasi. Syukur-syukur nama-nama yang ada di situ, silakan langsung ke Bareskrim untuk mengklarifikasi. Ya lebih bagus. Tapi itu tadi, masih dalam proses perencanaan," jelas Awi di Kantor Divisi Humas Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis 24 Agustus 2017.
Namun, Awi menegaskan, pihaknya tidak akan sembarangan memanggil orang-orang tersebut untuk dimintai klarifikasi.
"Kita juga tidak sekonyong-konyong memanggil orang-orang yang ada dalam struktur (Saracen) itu. Kalau tidak ada benang merahnya, ya tidak (diundang). Sifatnya bukan memanggil, tapi mengundang untuk klarifikasi," Awi menambahkan.

Eggi Sudjana dan Ampi Tanudjiwa Membantah

Nama Jenderal (Purn) Ampi Tanudjiwa tertera dalam struktur Saracen sebagai dewan penasihat bersama dengan Eggi Sudjana. Dia membantah terlibat dalam sindikat penyebar ujaran kebencian bernada SARA dan hoax itu.
"Hanya Eggi Sudjana yang saya kenal. Saya lagi nanya Pak Eggi. Saya hubungi Eggi, dia di Mekah," kata Ampi saat dikonfirmasi, Jumat (25/8/2017).
Dia mengaku tak mengerti dan tidak mengetahui soal sindikat Saracen yang kini ramai diperbincangkan setelah sejumlah pengurusnya ditangkap polisi karena dianggap bertanggung jawab dalam penyebaran konten ujaran kebencian.
"Saya belum tahu Saracen apa artinya. Banyak yang menelepon saya, saya enggak tahu, singkatan apa, kerjanya pun enggak tahu juga," katanya.
Tak terima namanya dicatut di dalam struktur Saracen, dia berencana akan melakukan gugatan. "Saya akan gugat perdata dan pidana," kata Ampi.
Saat masih menjadi perwira aktif di lingkungan TNI AD, beberapa jabatan penting diemban Ampi. Dia pernah menjabat Komandan Korem pada tahun 1995-1997. Kariernya kian moncer saat menjabat Kepala Staf Kodam Wirabuana. Bintang dua dia capai saat kariernya menjabat Wakil Komandan Diklat TNI di Bandung.
Saat ABRI masih memiliki kursi di DPR, Ampi pernah duduk sebagai anggota DPR untuk Fraksi TNI/Polri selama 36 bulan.
Saat pemilihan presiden lalu, Ampi terlibat menjadi tim sukses salah satu pasangan calon, bersama Rijal Kobar yang sudah divonis ujaran kebencian.
"Oh iya, saya di sana (tim sukses pemenangan salah satu calon). Jadi Ketua Pembinanya, bareng Rizal Kobar, Eggi Sudjana," ujar Ampi.

Nama seorang wartawan media online di Pekanbaru, Zukri Subayang juga dicatut jaringan penyedia jasa konten ujaran kebencian Saracen sebagai anggotanya. Dari susunan redaksi portal berita Saracennews.com‎, tertulis Zukri bertugas sebagai reporter.
Zukri membantah keras hal tersebut. Dia mengaku tidak mengetahui nama Saracen, apalagi bergabung dalam portalnya. Dia menyatakan, namanya telah dicatut pemilik media tersebut, Jasriadi.
"Saya tidak mengenal apa itu portal berita Saracen. Nama saya telah dicatut," kata Zukri di Pekanbaru, Jumat, 25 Agustus 2017.
Sementara itu, Eggi Sudjana juga merasa difitnah dan dikriminalisasi terkait pencantuman namanya di struktur organisasi Saracen. 
"Secara ilmu hukum, saya punya hak hukum sebenarnya. Di-cover dalam Pasal 310 dan 311 KUHP. Yang intinya, menjadikan saya dicemarkan namanya dan difitnah. Maka saya punya hak hukum untuk melapor," kata Eggi.
Namun, Eggi merasa belum saatnya melaporkan hal itu. Karena menurut dia, hasil penyelidikan Polri hingga saat ini belum benar-benar jelas.
"Kalau pitnah basa Sunda, saya suka karena saya orang Sunda. Pitnah, kejepit ngeunah, artinya kejepit enak. Tapi kalau fitnah ini lebih sadis dari pembunuhan, karena yang enggak terlibat sekalipun, keluarga saya, ini jadi kena semua," ujar Eggi sambil berkelakar.
Dia pun mengaku heran dengan rencana Polri yang akan meminta klarifikasi nama-nama yang tercantum dalam struktur saracen.
"Sekarang saya sendirinya aja tidak tahu, tidak mendengar, tidak mengalami, tidak melihat. Bagaimana saya mau dipanggil? Jadi saksi, apa yang mau disaksikan?" respons Eggi Sudjana saat dihubungi Liputan6.com, Kamis malam 24 Agustus 2017.

Cerita Munculnya Nama Ampi dan Eggi

Pimpinan sindikat penyebar ujaran kebencian Saracen, Jasriadi menuturkan bagaimana munculnya nama Eggi Sudjana dan Purnawirawan Ampi Tanudjiwa dalam struktur organisasinya. Nama keduanya muncul saat kopi darat para aktivis siber.
Mereka berencana membuat kelompok. Sebuah struktur organisasi pun disusun. Seorang peserta pertemuan mengusulkan nama Eggi Sudjana dicantumkan.
"(usul) Rizal Kobar. Waktu itu siapa ininya, pembina atau apa waktu itu saya lupa. Pak Eggi saja (katanya). Saya tanya apa enggak jadi masalah. (Dia bilang) nanti kita bicarain," kata Jasriadi pada Liputan6.com, Kamis (25/08/2017).
Rizal Kobar adalah terpidana kasus ujaran kebencian. Ia ditangkap polisi hanya beberapa jam sebelum aksi 212, tahun lalu.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutusnya bersalah. Rizal divonis enam bulan penjara.
Nama Mayjend Purnawirawan Ampi Tanudjiwa, menurut Jasriadi, juga dimasukkan tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. ia mengaku tidak pernah bertemu dan berkomunikasi dengan Ampi.
Nama itu dimasukan Rizal Kobar. "Ya itu Bang Rizal Kobar (yang masukan)," lanjut Jasriadi. Rizal pula yang, menurut Jasriadi, menunjuknya jadi ketua Saracen.
"Saya ditunjuk jadi ketua juga enggak setuju. Tapi ada teman-teman online ya sudah mas Jas saja. karena mas Jas mengetahui di IT," kata Jasriadi.
Jasriadi pun mengaku tidak tahu Ampi Tanudjiwa.
"Siap, tidak tahu. Tidak pernah komunikasi," kata Jasriadi kepada Liputan6.com.

copy dari liputan 6


Video

  • https://www.vidio.com/watch/830851-pengakuan-pemegang-admin-utama-saracen
  • https://www.vidio.com/watch/831875-polisi-kantongi-nama-klien-sindikat-penyebar-kebencian-saracen-liputan6-malam

Kamis, 17 Agustus 2017

"Megawati Ingin Jokowi Seperti Soekarno yang Berkuasa Seumur Hidup?"



Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri menuding fihak-fihak yang menyebut Presiden Joko Widodo sebagai diktator, adalah pengecut. Sikap Megawati ini menunjukkan bahwa putri Bung Karno itu tidak paham arti “diktator”.

Pendapat itu disampaikan pengamat politik Ahmad Yazid kepada intelijen (16/08). “Megawati itu sudah lupa, apa yang disebut diktator itu. Di PDIP saja Megawati menjabat seumur hidup. Makanya Megawati bela Jokowi,” tegas Ahmad Yazid.

Menurut Yazid, seharusnya Megawati belajar tentang sejarah kepemimpinan diktator di berbagai negara. “Atau jangan-jangan Megawati menginginkan Jokowi seperti Soekarno yang menjabat seumur hidup dan suka memenjarakan lawan politiknya,” sindir Yazid.

Selain itu, kata Yazid, masyarakat bisa menilai, saat menjadi presiden, Megawati juga antikritik dan mengarah diktator. “Beberapa media yang mengkritik Megawati juga berurusan dengan hukum,” pungkas Yazid.

Sebelumnya, Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri membela Presiden Joko Widodo yang telah menerbitkan Perppu Ormas. Megawati bahkan menyatakan orang-orang yang menyebut Jokowi diktator adalah pengecut.

“Waktu kemarin saya bela Presiden, mungkin sudah baca di medsos, yang saya bilang Presiden dibilang diktator. Lalu buat apa ya termasuk saya susah-susah bikin Reformasi, sekarang dibilang diktator. Saya bilang orang itu pengecut,” kata Megawati dalam pidatonya di Auditorium LIPI, Jakarta Selatan (15/08).

Red

copy dari : intelijen.co.id

Minggu, 06 Agustus 2017

Peringatan Serangan Bom Atom AS ke Hirosima

Sikap Jepang terhadap nuklir bukan ironi, tetapi soal visi dan problem solving.

Terjadi tanggl 6 Agustus 1945 sekitar pukul 8.15 waktu setempat. Banyak warga AS percaya serangan bom atom itu mempercepat penghentian konflik berdarah dan menyelamatkan lebih banyak orang. Maka, dengan penalaran seperti itu, warga AS banyak yang menyepakati aksi pemboman itu. Barack Obama menjadi Presiden AS pertama yang mengunjungi Hiroshima pada Mei, tahun lalu.

Jepang adalah satu-satunya negara yang mengalami serangan bom atom pada 1945. Ada dua serangan nuklir di pengujung Perang Dunia II. Pihak penyerangnya adalah AS, bom nuklir dijatuhkan di Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan di Nagasaki pada tiga hari kemudian.

Pemerintah Jepang secara rutin mengemukakan bahwa mereka membenci senjata nuklir. Namun pertahanan nasional negara ini telah diatur di bawah payung nuklir Amerika Serikat (AS).

Peringatan tahun 2016, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe juga menyatakan komitmen Jepang untuk mengupayakan perdamaian dunia. Salah satunya, dunia yang bebas penggunaan nuklir untuk senjata. "Kita tidak boleh mengalami pengalaman tragis Hiroshima dan Nagasaki terulang kembali," ucap Abe. 

Pernyataan ini seakan menanggapi pernyataan calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump (saat itu), beberapa waktu lalu.Trump menyatakan untuk memberi kesempatan Jepang dan Korea Selatan untuk mengembangkan senjata nuklir sendiri. Dengan demikian, kedua negara itu tidak perlu mengandalkan AS dalam perlindungan dari ancaman nuklir Korea Utara

Wali Kota Hiroshima Kazumi Matsui pun mengapresiasi kunjungan Obama 27 Mei 2016, "Kata-kata Presiden (Obama) memperlihatkan bahwa dia tersentuh dengan semangat Hiroshima, yang menolak untuk menerima segala bentuk 'kejahatan absolut'," katanya.