Kapolda: Penyebar Chat Seks Rizieq - Firza Hacker dari Amerika
08 Jun 2017
Liputan6.com, Jakarta - Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan mengatakan bahwa penyebar konten chat seks tersangka Rizieq Shihab dan Firza Husein berasal dari kelompok peretas atau hacker yang mengatasnamakan diri sebagai Anonymous. Berdasarkan penelusuran penyidik pula, diketahui domisili penyebar awal konten mesum itu di Amerika Serikat.
"Itu dari luar, dari Amerika, Anonymous. Kami sedang lakukan penyelidikan," tutur Iriawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (8/6/2017).
Sebab itulah, lanjut Kapolda, mengapa penyebar dari konten mesum itu terbilang sulit untuk ditangkap. Dengan lokasi awal yakni Amerika, dugaan pelaku penyebaran berada atau bahkan berasal dari luar Indonesia pun menjadi mungkin.
"Ya itu kan dari luar, kami enggak gampang. Kalau di dalam (negeri) enak. Kami bisa langsung. Kalau luar kan kami mesti koordinasi dengan mereka (pihak Amerika)," jelas Iriawan.
Penyidik juga belum bisa memastikan adanya penyadapan terhadap telepon genggam milik Rizieq dan Firza dari kelompok Anonymous. Yang jelas, koordinasi antar-negara punya mekanisme tertentu dan jangan seenaknya dianggap mudah.
"Ini mesti koordinasi dengan pemerintah setempat. Tak segampang itu. Yang jelas kami lakukan terus," Iriawan memungkas.
copy dari : liputan 6
Tanggapan pengamat IT - Canny Watae
Penyebar Chat Seks Rizieq - Firza Hacker dari Amerika (????).
What????
Katanya dari kelompok Anonymous pula (?)
Kapolda Metro Jaya yang mengeluarkan statement ini baru saja "membebaskan" Habib Rizieq dari status tersangka. D'you know how?
Ada banyak poin yang dapat menggambarkan hal itu, dengan hanya menyimak
pernyataan Kapolda Metro sebagaimana dilansir situs Liputan6 siang
tadi.
Dengan menyatakan bahwa sumber konten yang digunakan
kepolisian untuk menyangka HRS melakukan pelanggaran hukum adalah (dari)
kelompok Anonymous, berarti Kapolda Metro telah menyatakan bahwa sumber
data mereka adalah sumber yang belum dapat dipastikan validitasnya.
Mengapa? Karena the Anonymous itu BUKAN organisasi resmi. Bagaimana bisa
mengecek (validasi) sebuah konten apabila sumbernya bukan organisasi
resmi?
Para Anons yang ada dalam kelompok Anonymous melakukan
aktivitas peretasan mereka bukan atas dasar perintah (directives)
"organisasi", melainkan lebih sebagai upaya mewujudkan ide. Ide-idenya
datang dari siapa pun dalam paguyuban mereka, tanpa melihat apa
"jabatan" si sumber ide (wong nggak ada struktur jabatan di sana, lha
wong bukan organisasi resmi, lha mau dibilang organisasi juga bukan?).
Nah, kalo ada ide "iseng" dari seorang Anon dirasa menarik oleh Anon
lain (alasan mengapa dirasa menarik juga tergantung penilaian
masing-masing) barulah terjadi aksi peretasan. Kalau mereka berhasil
meretas masuk (seringnya adalah iya, berhasil), maka mereka secara
"jantan" memberi "kabar" berupa perubahan tampilan situs yang diretas
(hacked) bahwa situs tersebut "dikuasai" the Anonymous. Sepupu dari
meretas adalah "menyerang". Dalam mode "menyerang", para Anons menyerbu
server sebuah situs sampai situs web itu kewalahan merespons kunjungan,
dan, down!
Pertanyaannya: Apa Polda Metro Jaya tidak salah cari?
Katakanlah PMJ berhasil menemukenali satu, dua, sepuluh, atau seribu
Anon, tidak ada barang bukti materiil yang dapat disita untuk menjadi
alat validasi. Para Anons main ide. Bukan bermain edit-editan screenshot
layar WhatsApp(!).
Mengapa pula saya bilang "edit-editan" di
sini? Karena kalau toh berhasil meretas masuk ke server layanan WA
(untuk mendapat material yang kemudian mereka posting ke internet
melalui situs web), mereka bukan mendapatlan tampilan layar-layar hape
yang sedang saling berkomunikasi WA (!). Kalau toh berhasil, mereka
hanya akan mendapat data-data digital mentah yang harus mereka susun
menjadi "seperti tampilan layar hape". Itulah makanya harus "ngedit
gambar". Apakah para Anons akan sampe main ke level itu? Waduhhhh... Itu
turun kelas, namanya. Setahu saya, senakal-nakalnya para Anons, kalau
mereka "nyolong" material dari satu server, mereka ngambil "apa adanya".
Mereka bukan ngambil data lalu "nyusun gambar". Ha ha ha... Memalukan
bagi mereka. Sangat.
Oh iya. Kalau toh berhasil nyolong data
dari server WA, Anons harus bisa membongkar enkripsi data terlebih
dahulu. Mengenai enkripsi sudah saya tulis beberapa hari lalu. Nah,
untuk membongkar enkripsi sebelum data bisa diketahui isinya itu butuh
ilmu lain lagi. Butuh ilmu kriptografi. Bisa meretas atau menyerang
sampai down sebuah situs, tidak berarti bisa menaklukkan enkripsi data.
Sejauh ini, BELUM ada yang bisa membongkar enkripsi dengan teknik yang
diadopsi WA. BELUM ada. Bahkan para insinyur pembuat teknik tersebut
hanya punya peluang satu per sekian trilyun trilyun trilyun untuk dapat
membongkar sebuah pesan yang telah terenkripsi. Dengan kata lain, hampir
tidak mungkin screenshot chat mesum adalah hasil "produksi" the
Anonymous.
Dari sudut pandang lain, sangat janggal apabila konten
mesum itu dikaitkan dengan the Anonymous dilihat dari "bidang keahlian"
mereka. Mengapa? Para Anons meretas situs web, atau meretas server
tempat situs web berada (hosting), atau server tempat sebuah layanan
berada (misalnya server tempat layanan internet-banking sebuah bank),
untuk menguasai situs web tersebut (dengan mengganti tampilan situs)
atau untuk membuat layanannya terhenti. Lucu rasanya membayangkan Anons
meretas masuk ke server layanan WA lalu "berenang" di tengah "samudera"
data dalam server tersebut untuk menemukan dua ekor ikan bernama
berinisial HRS dan FH sedang bermesum ria. Sebelum berhasil
mengidentifikasi bahwa kedua ikan itu adalah HRS dan FH pun, mereka
harus menghabiskan jutaan tahun membuka jubah dan daster,.... Eh,
salahhhh, ... enkripsi yang "membungkus" kedua ikan itu sebelum
memastikan bahwa keduanya adalah HRS dan FH. Atau lucu juga membayangkan
the Anonymous menyerang server WA sampai nyaris lumpuh lalu sebagai
imbalan untuk penghentian serangan mereka minta data chat mesum HRS dan
FH. Hahahahahahaa... Lucu sekali.
Kalau memang the Anonymous
yang menjadi sumber awal konten mesum, maka kira kira apa ide di balik
aksi mereka mendapat dan membocorkan konten itu? Meskipun masih susah
masuk di akal bahwa Anons pelakunya. Atau minimal apa motivasi salah
satu atau beberapa di antara mereka hingga meneruskan ide untuk
mendapatkan data komunikasi HRS dan FH (jika memang ada komunikasi di
antara keduanya dan berisi data/konten mesum)? Apa kira kira? Atau,
adakah?
Setidaknya, dari apa yang dikemukakan Kapolda sendiri
siang tadi, ada "titik terang" bahwa penyebar awal konten berdomisili di
Amerika Serikat. Kalau si penyebar awal ini seorang anggota the
Anonymous, maka, Kepolisian RI ke depan akan mendapat banyak kehormatan
untuk membantu melacak anggota the Anonymous lain saat mereka melakukan
aktivitas internet yang melanggar hukum di mana pun. Hebat, karena
Kepolisian kita dalam langkah penyidikan mereka telah berhasil melacak
anggota Anons! Mengapa? Karena sudah berhasil melacak sampai pada data
domisili. Polisi-polisi di negara lain pasti ingin belajar dari kita.
Tetapi anehnya, oleh Kapolda terbilang sulit untuk ditangkap. Dengan
lokasi awal yakni Amerika, dugaan pelaku penyebaran berada atau bahkan
berasal dari luar Indonesia pun menjadi mungkin. Mengutip Kapolda,
Liputan6 menulis: "Ya itu kan dari luar, kami enggak gampang. Kalau di
dalam (negeri) enak. Kami bisa langsung. Kalau luar kan kami mesti
koordinasi dengan mereka (pihak Amerika)," jelas Iriawan.
Kalau
data pelaku sudah berhasil di dapat sampai pada tingkat domisili, paling
mungkin situasinya adalah Kepolisian RI dalam hal ini Polda Metro Jaya
telah mendapat bantuan dari aparat hukum di Amerika Serikat, dalam hal
ini logisnya dengan bantuan (perantaraan) Interpol. Lha, kalau begitu,
tinggal keluarkan status "Red Notice" saja, kan, agar Interpol bertindak
menangkap si pelaku itu? Atau, kalau data sampai tingkat domisili itu
ada, dan hasil dari usaha sendiri, tinggal menyerahkan ke Interpol saja,
kan? Atau, via penyampaian kepada Kedutaan Amerika di Jakarta, bahwa,
ada orang yang berdomisili di negara mereka diduga telah melakukan
pelanggaran hukum, karenanya pihak Indonesia butuh bantuan penanganan.
Bahwa kemudian orangnya melarikan diri dan menjadi susah ditangkap, itu
lain soal. Setidaknya identitas dia, sebagai "orang yang melarikan diri"
atau dalam terminologi kita di sini DPO, bisa dibuka. Dan kita semua
menjadi tahu bahwa orang itu memang riil, ada, eksis. Bukan hanya orang
dalam "angan-angan" yang telah membuat nama orang lain di Indonesia
tercemar.
Demikian.