Selasa, 23 Mei 2017

Romli Atmasasmita Soroti Upaya Banding Jaksa di Kasus Ahok








Senin 15 Mei 2017

Jakarta - Pakar hukum Romli Atmasasmita menyoroti upaya banding jaksa penuntut umum atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Dia memandang janggal sikap jaksa yang mengajukan banding atas putusan hakim yang lebih tinggi daripada tuntutan jaksa.

"Tidak harus hakim sesuai dengan jaksa. Yang biasa lumrah terjadi dalam praktik, jaksa selalu menuntut tinggi, hakim menuntut atau memutus lebih rendah. Dan biasanya dalam praktik, jika tuntutan jaksa itu 6 tahun, misalnya, jika kemudian putusan hakim itu 1 tahun atau 2 tahun, maka jaksa harus banding, itu fakta pakemnya di kejaksaan. Kalau kemudian hakim memutus di atas yang dimintakan jaksa atau sama dengan jaksa, jaksa nggak boleh banding," ujar Romli dalam perbincangan dengan detikcom, Minggu (14/5/2017) malam.

Romli menilai adanya keganjilan dari sikap jaksa yang mengajukan banding atas putusan hakim yang lebih tinggi daripada tuntutan jaksa. Sikap jaksa itu dinilai tidak sesuai dengan posisi jaksa yang seharusnya berpihak kepada korban.

"Korbannya siapa, ya mereka yang melapor, yang merasa agamanya dinodai," katanya.

"Tidak ada sejarahnya jaksa itu mewakili pelaku, selalu mewakili korban. Peristiwa kasus Ahok ini janggal dari sudut filosofi, falsafah hukum pidana, lalu kemudian tujuan hukum pidana. Mencari kebenaran materiil itu ada di dalam hukum pidana. Jadi proses acara mulai dari awal penyidikan sampai penuntutan, sampai di pengadilan mencari kebenaran materiil, kebenaran yang sesungguhnya. Karena sistem hukum kita, maka semua kebenaran itu ditaruh di pundak hakim, bukan di pundak jaksa," tuturnya.

Romli juga melihat keganjilan pada tuntutan pidana bersyarat yang diberikan jaksa kepada Ahok. Seharusnya jaksa menuntut Ahok bebas jika meyakini Ahok tidak bersalah. Namun sebaliknya, jika jaksa meyakini Ahok bersalah, tuntutannya diberi hukuman.

"Jadi bukan soal pasal ini pasal ini, bukan. Karena jaksa menuntut pidana bersyarat, padahal pidana bersyarat itu sebetulnya lazimnya putusan pengadilan. Dalam pengadilan kan ada dihukum penjara, atau pidana bersyarat, atau dilepas dari tuntutan, atau bebas. Itulah ganjilnya ketika jaksa menuntut pidana bersyarat. Jaksa ragu sebetulnya, antara bebas dan tetap dituntut, dihukum. Harusnya bebas saja kalau memang yakin, tapi kan masalahnya di sini yang lapor orang yang merasa dirinya jadi korban, korban dari mana, dari orang yang melakukan penodaan agama. Makanya, ketika jaksa menuntut pidana bersyarat, maka orang yang melaporkan Ahok itu merasa tidak adil, kok aneh mewakili siapa jaksa," ucap Romli.

Terkait dengan upaya banding jaksa ini, Jaksa Agung M Prasetyo menegaskan upaya banding yang diajukan tim jaksa penuntut umum perkara Ahok untuk menguji pembuktian kualifikasi pasal. Tim jaksa masih berkeyakinan Ahok melakukan pidana menyatakan perasaan permusuhan dan kebencian terhadap golongan rakyat, sebagaimana surat tuntutan.

"Alasan banding, pertama, karena standar operasional prosedur. Kedua, ada alasan lain yang mungkin berbeda dengan pihak terdakwa. Kalau terdakwa banding minta keringanan atau pembebasan, kalau kita karena kualifikasi pasal yang dibuktikan itu berbeda antara jaksa penuntut umum dengan hakim," ujar Prasetyo saat dimintai konfirmasi detikcom, Sabtu (13/5) lalu.

Tim jaksa mendakwa Ahok dengan 2 dakwaan alternatif, yaitu Pasal 156a huruf a KUHP dan Pasal 156 KUHP. Jaksa menyebut Ahok terbukti melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya diatur dalam Pasal 156 KUHP pada dakwaan subsider.

Sedangkan majelis hakim menyatakan Ahok terbukti melakukan penodaan agama sebagaimana dakwaan primer dengan Pasal 156a huruf a KUHP.

"Berdasarkan keyakinan jaksa penuntut umum berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di persidangan, itu masalah prinsip," kata Prasetyo menegaskan keyakinan tim jaksa Ahok terbukti dalam dakwaan subsider.
(nvl/fjp)

copy dari : detik.com