Selasa, 21 Maret 2017

Mencari Pengikut Melalui Film


Waspada menikmati tayangan film. Jangan terpengaruh oleh propaganda dan ajakan gaya hidup durhaka. Dalam film banyak peran yang dimainkan membangun kisah-kisah. Ibarat cermin kehidupan, kisah film bisa apa saja. Baik, buruk, salah, benar dll.

Devie Rahmawati, S.Sos., M.Hum Pengamat Sosial memberitahukan bahwa :
  • Tayangan media (termasuk film) memiliki potensi besar mempengaruhi tindakan, prilaku dan gaya hidup penontonnya;
  • Film mempu membuat penonton percaya yang dilihatnya sebagai kebenaran;
  • Adegan dalam film dianggap biasa dan tidak salah bila dilakukan;
Pengaruh tersebut disebutnya sebagai Bandwagon effect.

Karya film belakangan ini sering menyisipkan kontent gay dalam adegannya. Mengapa ? Menurut Devie, konten gay sengaja disisipkan agar jumlah pengikut gaya hidup itu semakin bertambah. Karena didorong oleh motiv adanya sifat alamiah manusia yang berusaha menambah jumlah golongannya.

Berikut copy pemberitaan selengkapnya :

Konten Gay dalam Film Lebih Berdampak pada Anak

Sabtu, 18 Maret 2017

Keberadaan konten LGBT dalam media publik seperti film diakui pengamat sosial akan memberikan dampak kepada masyarakat. Dampak tersebut akan lebih bertahan lama bila menyasar kalangan muda.

"Tayangan di media, khususnya film, memiliki potensi besar untuk memengaruhi tindakan, perilaku dan gaya hidup penontonnya," kata pengamat sosial budaya Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

Devie menjelaskan film mampu membuat orang menganggap apa yang ditayangkan itu adalah sebuah kebenaran.

Dengan tampil di media, orang akan berfikir bahwa tindakan itu merupakan hal biasa yang tidak salah apabila dilakukan.

"Efek itu dikenal dengan istilah Bandwagon effect," ujar Devie.

Bagi mereka yang kontra LGBT, kata Devie, tayangan di media bebas itu tentu akan ditolak karena dianggap memberikan wacana bagi anak-anak bahwa gay adalah hal yang biasa.

Menurut Devie, di Hollywood konten gay sengaja disisipkan agar jumlah pengikut gaya hidup itu semakin bertambah.

Devie menjelaskan, hal ini terjadi karena sifat alamiah manusia yang berusaha menambah jumlah golongannya.

Dia menjelaskan, budaya LGBT itu membutuhkan medium untuk sosialisasi ke berbagai belahan dunia. Devie menilai film merupakan salah satu sarana paling efektif karena memiliki banyak penggemar di seluruh dunia.

"Ideologi apa pun itu, LGBT atau lainnya pasti mengharapkan pendukung lebih banyak untuk meyakini budaya itu, film jadi salah satu medium," kata Devie.

Lebih lama

Adanya konten gay dalam film anak-anak juga bukan tanpa alasan. Devie menyebut gay di film anak-anak akan memberikan banyak keuntungan bagi penyebar konten, dibanding menyisipkannya dalam film dewasa.

"Kalau orang dewasa kan masa hidup mereka tinggal sebentar, kalau anak-anak ini keuntungan yang sangat banyak karena mereka hidup lebih lama," tutur Devie.

Kontroversi terkait konten LGBT dalam film menyeruak setelah sutradara Beauty and the Beast, Bill Condon, mengatakan bahwa akan ada karakter gay dalam film tersebut yang diwakilkan oleh LeFou.

LeFou dikisahkan menyimpan hasrat kepada sahabatnya, Gaston. Dan karakter gay ini disebut Condon adalah yang pertama bagi Disney.

Ucapan tersebut menyebabkan kontroversi dan penolakan di berbagai belahan dunia. Di Amerika Serikat, tokoh agama Kristen mengajak untuk memboikot film ini.

Di Rusia, legislator meminta negara tersebut menolak penayangan Beauty and the Beast meski pada kemudian rencana pembatalan itu.

asib Beauty and the Beast tidak terlalu bagus di Malaysia dan Singapura. Di Negeri Jiran, film ini kena sensor pemotongan adegan LeFou yang kemudian berujung Disney menarik film tersebut.

Sedangkan di Indonesia, Beauty and the Beast lolos sensor namun dengan status untuk 13 tahun ke atas. (end/rsa)

copy dari : CNN Indonesia