Sabtu, 15 Februari 2014

Pejuang Miras - Wiryanti Sukamdani

Wiryanti Sukamdani selaku Ketua PHRI Wiryanti Sukamdani  keberatan perda miras dengan alasan "Saya minta untuk Perda Miras, agar hotel, restoran sama bar dikecualikan. Kan tamu dia rata-rata adalah tamu luar negeri. Sama dengan kita, orang Indonesia kalau enggak ada nasi, enggak bisa. Mereka juga gitu. Minuman beralkohol itu salah satu kebutuhan mereka, mereka tidak mau datang jika tidak ada yang mereka mau". 
Selengkapnya :

Minta Perda Miras tak Berlaku untuk Hotel dan Restoran

jpnn.com - Rabu, 10 Juli 2013
JAKARTA - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta Peraturan Daerah (Perda) tentang minuman beralkohol yang dikeluarkan oleh setiap pemerintah daerah ada pengecualian untuk hotel, restoran dan bar. Sebab, banyak tamu hotel ataupun restoran dan bar yang berasal dari luar negeri dan sudah terbiasa dengan minuman beralkohol.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua PHRI Wiryanti Sukamdani di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu, (10/7). "Saya minta untuk Perda Miras, agar hotel, restoran sama bar dikecualikan. Kan tamu dia rata-rata adalah tamu luar negeri. Sama dengan kita, orang Indonesia kalau enggak ada nasi, enggak bisa. Mereka juga gitu. Minuman beralkohol itu salah satu kebutuhan mereka, mereka tidak mau datang jika tidak ada yang mereka mau," tutur wanita yang akrab disapa Yanti itu.

Jika perda itu didasarkan pada ketakutan bahwa minuman beralkohol bakal merusak generasi muda, maka Yanti menjamin hal itu tidak akan terjadi. Menurutnya, yang perlu ditertibkan adalah miras oplosan dan dijual di pinggir jalan secara ilegal.

Menurutnya, minuman beralkohol yang disediakan di hotel, restoran dan bar yang terjamin keamanannya. Bahkan, minuman beralkohol itu pula yang menjadi salah satu daya tarik turis mancanegara untuk datang ke hotel dan restoran.

"Saya yakin, sebenarnya generasi muda itu minum alkohol oplosan, yang buatan sendiri. Kalau di hotel, bar atau restoran, mana mau tamunya minum oplosan. Tamunya juga marah. Dia pasti mau dari merk yang punya nama dan punya guarantee. Yang datang minum juga bukan orang yang buat kekacauan di jalan," sambungnya.

Yanti pun menjamin generasi muda justru tidak minum minuman beralkohol di hotel, restoran atau bar karena harganya yang  mahal. Yanti mencontohkan satu gelas wine paling murah Rp 150 ribu. Biasanya, pembelinya adalah kalangan eksekutif yang sudah memasuki usia dewasa. Oleh karena itu, Yanti sangsi akan ada kalangan muda di bawah umur yang mampu membeli minuman bermerk mahal di hotel.

"Kami jamin di hotel, restoran dan bar di bawah PHRI aman. Itu pasti hanya untuk tamunya sendiri. Anak muda pasti enggak mampu beli, karena harganya memang mahal. 1 gelas wine itu paling murah harganya 150 ribu. Satu gelas lho, belum sebotol. Apa anak muda mau beli segelas Rp 150 ribu?  Mikir-mikir juga. Enggak usah anak muda. Saya aja juga mikir, ini minuman mahal amat. Saya bukan peminum tapi menurut saya itu sangat mahal," paparnya.

Untuk menjaga wisatawan mancanegara tetap berkunjung ke Indonesia, Yanti meminta pemerintah membuat peraturan yang proporsional. Dituturkannya, wisatawan mancanegara yang datang dalam setahun bisa menyumbang devisa untuk negara sebesar Rp 90 triliun. Kebanyakan dari wisatawan itu pun mencari minuman beralkohol yang sudah menjadi minuman sehari-hari mereka di hotel, bar atau restoran.

"Katanya kita mau meningkatkan wisman. Tau enggak kalau wisman itu datang, mereka spend (keluar uang, red) 10 kali daripada wisatawan domestik kita. "Di Malaysia aturannya proposional. Mau minum ada tempatnya, judi pun ada tempatnya. Yang penting aturannya dijalankan.Kalau cuma ada satu tikus di lumbung, masa lumbungnya mau dibakar," tegasnya. (flo/jpnn)

Sumber : jpnn.com