Sabtu, 15 Februari 2014

Pejuang Miras - Uddy Syaifudin

Selaku Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batu, diberitakan koranpendidikan.com meski sempat menampilkan diri sebagai pihak yang menghormati ulama Batu  atas berlakunya perda miras - namun sesudahnya secara basa-basi menggertak kalau hal itu bisa diadukan ke WTO. Nantinya kalau ada tamu asing ke Indonesia dan Indonesia tidak menyediakan (perdagangan) minuman keras yang haram itu akan dianggap sebagai melanggar WTO.

koranpendidikan.com-Rabu, 24 April 2013

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batu sepakat tidak menjual minuman keras (miras). Hal itu sebagai bentuk penghormatan kepada ulama dan tokoh masyarakat yang menuntut Kota Batu sebagai wisata bebas miras. Ketua PHRI Kota Batu, Uddy Syaifudin menyatakan, sebenarnya pengusaha yang tergabung dalam PHRI sangat memahami keberatan dari ulama.

Namun perlu disadari pula, bawah aturan yang ada saat ini membolehkan hotel berbintang menyediakan miras, maka aturan di bawahnya (seperti perda) juga harus mengikuti. Kendati demikian, Uddy menyampaikan kepada para pengusaha perhotelan dan restoran supaya tidak menjual miras. Pihaknya berkomitmen untuk itu, dan beberapa hotel sudah tidak menjual miras. Pengelola hotel itu mengganti dengan softdrink.
“Ini kesepakatan dengan WTO (world tourism organization), misalkan turis asing bisa menikmati miras) di Singapura, maka di Indonesia juga harus tersedia. Kalau tidak, nanti kami dikomplain saat pertemuan dunia,” kata Uddy, Sabtu (20/4).
Namun, Uddy menambahkan, secara intern di anggota PHRI, pihaknya berusaha tidak menjual miras. “Terus terang, menjual miras tidak ada untungnya. Pajak cukainya 200 persen. Kami mau jual berapa. Menjual miras itu sebenarnya hanya fasilitas saja untuk para tamu,” tambahnya..jun-KP

sumber : koranpendidikan.com