Senin, 25 Mei 2020

Gaya Intimidasi Terhadap Kritik

Mereka yang Dilaporkan Muannas Alaidid ke Polisi


25 Mei 2020

TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Solidaritas Indonesia Muannas Alaidid mengancam akan melaporkan jurnalis, Farid Gaban ke polisi karena cuitannya yang mengkritik Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki. Ia menuding Farid menyebarkan hoaks dan hasutan karena menuding kerja sama yang dilakukan Teten hanya menguntungkan perusahaan jual beli online, Blibli. “Soal dugaan menyebarkan berita bohong,” kata Muannas lewat pesan singkat, Senin, 25 Mei 2020.

Untuk Farid, Muannas memang baru memberikan somasi. Namun sebelumnya, sudah banyak orang yang dilaporkan Muannas ke polisi sepanjang kariernya sebagai advokat.

Karier hukum Muannas awalnya banyak berkecimpung di Tim Pengacara Muslim. Ia pernah menjadi kuasa hukum terpidana aksi terorisme Abu Bakar Baasyir, Panglima Laskar Jihad Jafar Umar Thalib dan pentolan Front Pembela Islam, Rizieq Shihab.

Belakangan, Muannas pindah menjadi kelompok pendukung Basuki Tjahaja Purna alias Ahok. Ia tergabung dalam Komunitas Advokat Kotak Badja alias Kotak Badja. Pada 2018, ia menjajal keberuntungannya di dunia politik dengan bergabung ke PSI. Dia maju sebagai caleg dalam pemilu 2109, namun gagal.

Di saat yang bersamaan, Muannas juga aktif dalam kelompok Cyber Indonesia. Menduduki jabatan sebagai ketua umum, ia banyak melaporkan orang atas tuduhan penyebaran hoaks, ujaran kebencian dan pelanggaran UU ITE. Berikut beberapa orang di antaranya:

Ratna Sarumpaet

Muannas Alaidid melaporkan Ratna Sarumpaet, hingga pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno ke Kepolisian Daerah Metro Jaya terkait dugaan informasi bohong atau hoaks pada 3 Oktober 2018. Sebelum pelaporan itu, Ratna sempat mengaku telah dikeroyok sejumlah orang hingga wajahnya lebam. Foto wajah Ratna viral. Prabowo, Sandi dan tim pemenangannya dalam pemilu 2019 turut bersuara soal kasus ini.

Namun belakangan peristiwa pengeroyokan itu tidak pernah terjadi. Wajah Ratna lebam karena perawatan wajah. Ratna dihukum 2 tahun penjara karena menyebarkan berita bohong.

Jonru Ginting

Muannas melaporkan akun media sosial Jonru Ginting ke polisi pada Selasa, 19 September 2017. Laporan tersebut dilakukan karena Jonru menyebut Muannas sebagai anak tokoh PKI DN Aidit. "Fitnah mengatakan klien kami ini anak pimpinan PKI, ini fitnah besar, ujaran kebencian,” kata kuasa hukum Muannas, Ridwan Syaidi Tarigan.

Saat itu, Muannas bukan satu-satunya orang yang melaporkan Jonru ke polisi. Ada Muhamad Zakir Rasyidin, yang juga melaporkan Jonru karena dianggap menyebarkan kebencian dan mencemarkan nama baik. Salah satunya adalah mencakup unggahan Jonru soal Presiden Joko Widodo. Jonru dihukum 1,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

copy dari tempo.co



Postingan Farid Gaban di akun facebooknya tanggal 25 Mei 2020

SAYA, PAK TETEN DAN SOMASI

Lebaran ini saya mendapat kado istimewa: surat ancaman (somasi) dari Muannas Alaidid, pengacara/politisi PSI (Partai Solidaritas Indonesia) dan Ketua Umum Perhimpunan Cyber Indonesia.
Muannas mengancam melaporkan saya ke polisi jika tidak mencabut kritik saya di Twitter tentang kerjasama Menteri Koperasi-UKM Teten Masduki dengan Blibli (Djarum Group).
Saya menolak mencabut kritik itu. Pertama, kritik terhadap kebijakan publik adalah hak setiap warga negara terhadap pemerintahnya (dalam hal ini menteri). Kedua, saya punya dasar untuk menyebut kerjasama tadi akan merugikan publik dan kepentingan negara kita.
Kritik saya berkenaan dengan peristiwa pada 20 Mei lalu, ketika Menteri Teten Masduki dan CEO Blibli Kusumo Martanto meluncurkan kerjasama membentuk "KUKM HUB" di toko online yang dimiliki oleh raksasa bisnis Grup Djarum itu.
Pertanyaan yang segera muncul: mengapa Blibli? Mengapa bukan Tokopedia, Bukalapak atau Shopee? Mengapa bukan Gudang Garam atau Sampoerna Retail? Apakah karena Blibli menang tender?
Tapi, saya mau melewatkan pertanyaan itu, karena bagi saya tidak penting. Kerjasama itu tidak layak dilakukan dengan toko online atau jaringan ritel (eceran) swasta yang manapun.
Menteri Teten mengatakan, kerjasama itu akan mendorong pengembangan UKM di Indonesia, yakni ketika yang besar membantu yang kecil. Apalagi di masa pandemi sekarang, ketika banyak usaha hanya bisa mengandalkan perdagangan online.
Saya tak memungkiri manfaat toko online. Aplikasi digital via mobile phone memudahkan kita bertransaksi jual-beli, tak dibatasi ruang maupun waktu.
Tapi, mengapa Kementerian tidak mengembangkan toko online sendiri? Apakah tidak punya biaya? Bukankah membuat aplikasi toko online itu sangat mudah dan murah, bahkan bisa gratis menggunakan platform open source?
Sejak 2007, Kementerian sudah punya Gedung Smesco (Small and Medium Enterprises and Cooperatives) yang megah dan mewah di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Gedung itu dilengkapi dengan ruang pamer dan pasar produk UKM.
Kenapa tidak meningkatkan marketplace yang sudah ada itu (lengkap dengan database yang dimiliki) ke level digital?
Ketimbang dengan swasta, Kementerian juga semestinya bisa menjalin sinergi dengan dua badan usaha milik negara, sekaligus menghemat dana publik: dengan PT Sarinah yang menyediakan pasar produk UKM lokal, serta PT Telkom yang menyediakan platfom toko online Blanja.com (dengan syarat Telkom mendepak partner multi-nasional Ebay dulu).
Membangun digital-marketplace besar tentu saja tidak cukup hanya dengan menyediakan aplikasi. Ini juga memerlukan manajemen dan sistem pengelolaan. Jika Kementerian lagi-lagi mengeluh tak punya sumberdaya, kita perlu mempertanyakan kemana dan untuk apa anggaran serta pegawai yang banyak selama ini dikerahkan.
Menurut saya, Kementerian perlu memiliki marketplace UKM sendiri. Mengapa? Agar bisa mengendalikan tujuan untuk benar-benar mengembangkan dan memberdayakan UKM lokal. Tujuan seperti itu tidak bisa diharapkan pada toko online swasta.
Toko online memang berjasa memperbesar omset dan transaksi jual-beli. Masalahnya: barang dari manakah yang dijual?
Miftahul Choiri, pejabat Bank Indonesia, belum lama lalu menyebut bahwa mayoritas barang yang dijual di toko online adalah barang impor. Dengan kata lain, toko online menguntungkan produsen asing ketimbang lokal; serta memperparah defisit perdagangan nasional kita.
Bhima Yudhistira, pengamat ekonom Indef (Institute for Development of Economics and Finance), memperkuat pernyataan Choiri. "Sekitar 93 persen barang yang dijual di marketplace adalah barang impor. Produk lokal hanya 7 persen," kata Yudhistira.
Toko-toko online berkontribusi meningkatkan impor barang konsumsi, yang pada 2018, misalnya, naik 22 persen.
Kita tahu, toko-toko online Indonesia belakangan ini disuntik dana investasi asing besar-besaran untuk menjadi menjadi unicorn/decacorn. Investor asing bisa masuk ke perdagangan ritel online berkat kebijakan liberal Pemerintahan Jokowi.
Pada 2016 dan 2018, pemerintah membuka kepemilikan 100% investasi asing di 95 bidang usaha, salah satunya di bidang ritel online.
Baik Choiri maupun Yudhistira menyebut bahwa banjir investasi asing pada unicorn/decacorn toko online bertanggungjawab atas defisit perdagangan, yang pada gilirannya memicu defisit neraca berjalan (CAD), dan secara laten memperlemah nilai rupiah.
Jadi, toko-toko online swasta unicorn itu hampir tidak ada manfaatnya dalam pengembangan UKM lokal. Sebaliknya, dalam praktek justru membahayakan kondisi ekonomi negeri kita, serta menciptakan ketergantunan negeri kita atas barang impor.
Kondisi itu relevan dengan apa yang dikeluhkan oleh Presiden Jokowi sendiri beberapa waktu lalu: "kenapa bahkan cangkul pun harus kita impor dari luar negeri."
Menurut saya, sangat ironis, jika Menteri Teten (tanpa menimbang hal-hal di atas) justru menjalin kerjasama dengan toko online seperti Blibli. Kerjasama itu juga akan lebih menguntungkan Blibli ketimbang UKM yang ingin dibela oleh Pak Menteri Teten.
Dalam beberapa tahun terakhir, raksasa rokok Djarum, Sampoerna dan Gudang Garam bersaing satu sama lain untuk menguasai jaringan ritel hingga pedesaan.
Mereka punya program yang mirip satu sama lain untuk "memodernisasi" kios kelontong pedesaan: Djarum Retail Partnership (DRP yang belakangan disatukan dengan Blibli); Sampoerna Retail Community (SRC); dan Gudang Garam Strategic Partnership (GGSP).
Kios-kios kelontong pedesaan itu tak hanya menjual rokok, tapi juga produk konsumsi lain. Ini penetrasi yang lebih agresif dari jaringan Indomart dan Alfamart yang sudah berlangsung beberapa tahun terakhir.
Kehadiran minimarket (swalayan modern) tak hanya meminggirkan pedagang/pasar tradisional, tapi juga memperbesar ketergantungan desa terhadap produk-produk dari kota. Ini memperlemah sentra-sentra produksi dan ekonomi lokal, yang pada gilirannya memicu ketimpangan dan kemiskinan.
Pengakuan tentang dampak buruk minimarket bahkan datang dari pemerintah sendiri. Pada 2018 lalu, pemerintah berjanji akan mengeluarkan "peraturan presiden tentang pengendalian minimarket". Tapi, alih-alih membatasi, pemerintah justru membiarkan ekspansi jaringan ritel hingga jauh ke pelosok desa oleh raksasa rokok tadi.
Lagi-lagi, makin ironis, jika Menteri Teten Masduki (tanpa menimbang dampak buruk tadi) justru memberi panggung lebih luas bagi Blibli (Djarum) untuk berkiprah.
Pasar (marketplace) hanya satu aspek saja dari ekonomi lebih luas. Tugas Kementerian Koperasi-UKM tak hanya memperluas pasar; tidak hanya mengurus pedagang.
Pelaku UKM itu tak cuma pedagang tapi juga produsen barang-barang dan jasa, bahkan termasuk petani (pelaku usaha tani) di dalamnya. Tak ada gunanya marketplace yang menyingkirkan produsen atau petani lokal. Tak ada gunanya pula marketplace yang memperlemah ekonomi lokal, yang pada gilirannya memperlemah ekonomi nasional kita.
Lebih dari segalanya, ada kata "koperasi" dalam nama Kementerian Pak Teten Masduki itu, yang bukan cuma embel-embel atau hiasan belaka. Koperasi menawarkan sistem produksi-konsumsi serta perniagaan yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan karena bertumpu pada kekuatan lokal.
Dari Bung Hatta kita juga belajar bahwa koperasi bukanlah cuma badan usaha (atau tentang pasar belaka). Koperasi juga tentang sistem sosial dan politik demokrasi dari bawah; fondasi penting tak hanya bagi ekonomi nasional, tapi juga bagi demokrasi politik dan cita-cita keadilan sosial Indonesia sesuai Pancasila.
Begitulah, ada banyak kritik lain yang bisa ditambahkan tentang Kementerian ini. Tapi, pada prinsipnya, kita warga negara berhak untuk selalu mempertanyakan kebijakan publik pemerintah. Jangankan menteri, kebijakan presiden pun bisa dipertanyakan.
Akan halnya somasi Muannas Alaidid, saya berharap dia mengurungkan niat mempolisikan saya. Bagaimanapun, itu terserah dia. Jika berlanjut, saya siap menyambut Pak Polisi yang datang mengetuk rumah saya.***

RUJUKAN BERITA

Toko Online Turut Memicu Pelemahan Kurs Rupiah
http://www.koran-jakarta.com/toko--online--turut-memicu-pelemahan-kurs-rupiah/
Indef: Startup E-Commerce Perparah Defisit Perdagangan
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4029514/indef-startup-e-commerce-perparah-defisit-perdagangan
Banyak Startup Perparah Defisit Neraca Perdagangan
https://rmco.id/baca-berita/ekonomi-bisnis/15230/mayoritas-jual-produk-impor-banyak-startup-perparah-defisit-neraca-perdagangan
Cangkul Impor dari Cina dan Neraca Perdagangan yang Defisit
https://www.republika.co.id/berita/q0ldew409/cangkul-impor-dari-cina-dan-neraca-perdagangan-yang-defisit
Ini Daftar 54 Bidang Usaha yang Bisa Dimiliki Asing 100%
https://www.cnbcindonesia.com/news/20181116193025-4-42581/ini-daftar-54-bidang-usaha-yang-bisa-dimiliki-asing-100
Maraknya Minimarket Matikan Usaha Kecil
https://akurat.co/ekonomi/id-165100-read-maraknya-minimarket-matikan-usaha-kecil-

Twitter Farid Gaban



😀