Pinjam meminjam dalam bisnis biasa sekali, untuk berkembang perlu optimalkan leverage. Tapi jika negara meminjam dari lembaga multilateral (IMF, Bank Dunia) banyak prasyarat (conditionlaties) yg merupakan jebakan2 neoliberalisme. Belakangan ada juga pinjaman “loan-to-owned”.— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) January 2, 2019
Model permbangunan berlandaskan utang, neoliberalisme ala Bank Dunia, tidak akan pernah membuat Indonesia tumbuh tinggi seperti Jepang & China (>10%). Jika tumbuh >6,5%, pasti kepanasan, utang harus dikurangi. Utang menjadi rem otomatis (automatic— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) January 2, 2019
brake) untuk merem pertumbuhan.
Belakangan ada pinjaman antar negara yg dirancang sebagai “loan-to-owned”, sengaja di-markup agar macet sehingga bisa dikuasai. Yg paling baik, tentu tingkatkan pembiayaan dalam negeri, termasuk naikkan tax ratio. Dalam hal ini team ekonomi gagal, tax ratio mandeg di 10,5% GDP.— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) January 2, 2019
Rizal Ramli 'Kepret' Bank Dunia Soal Utang Neolib
Rabu, 02 Jan 2019
Jakarta - Pembangunan di Indonesia saat ini masih menggunakan skema utang. Hal ini dilakukan karena masih ada defisit pada anggaran negara.
Mantan menteri koordinator bidang kemaritiman Rizal Ramli mengungkapkan pembangunan sebuah negara yang berlandaskan utang tidak akan pernah berhasil.
"Model pembangunan neoliberalisme ala Bank Dunia, tidak akan pernah membuat Indonesia tumbuh tinggi seperti Jepang dan China," cuit Rizal Ramli dalam akun twitternya, Rabu (2/1/2019).
Dia mengungkapkan jika ada pertumbuhan lebih dari 6,5% maka akan terjadi overheating atau kepanasan, utang harus dikurangi. Menurutnya, utang menjadi rem otomatis untuk mengerem pertumbuhan.
Menurut dia jika Indonesia ingin tumbuh double digit dan menjadi negara kuat serta hebat, maka model pembangunan ekonomi neoliberal ala Bank Dunia harus ditinggalkan.
"Tidak ada negara di dunia yang berhasil ketika mengikuti model Bank Dunia, tidak di Latin Amerika, tidak di Asia apalagi Afrika," jelasnya.
Rizal menyampaikan, memang pinjam meminjam adalah hal yang biasa karena untuk berkembang dibutuhkan pendanaan. Namun jika negara meminjam dari lembaga multilateral seperti International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia akan banyak prasyarat yang merupakan jebakan-jebakan neoliberalisme.
Selain itu juga ada pinjaman antar negara yang dirancang sebagai "loan-to-owned", sengaja di-markup agar macet sehingga bisa dikuasai.
"Yang paling baik, tentu tingkatkan pembiayaan dalam negeri, termasuk naikkan tax ratio. Dalam hal ini team ekonomi gagal, tax ratio mandeg di 10,5% GDP," imbuh dia.
(kil/ang)
copy dari detik