Minggu, 06 Mei 2018

Agresi Cina di Thailand

Dengan harapan menjadi hikmah bagi bangsa Indonesia, dikisahkan ..
.... (del)
Negara Kerajaan Thailand pernah dipimpin oleh Perdana Menteri Thaksin Shinawatra yang merakyat.

Dia sangat disayangi dan dipuja-puja oleh rakyatnya karena baik, murah senyum, suka blusukan menyapa rakyatnya,  yang namanya dibuat mendunia.

Tetapi Dunia dikejutkan dengan adanya Demo besar rakyat Thailand yang didukung penuh Angkatan Darat Kerajaan Thailand dan direstui oleh Raja Bhumibol (sudah meninggal) untuk menurunkan PM Thaksin.

Bahkan seluruh negara Asean dan Dunia mengecam Kudeta tersebut, bahkan PBB turun tangan.

Tetapi Dunia dikejutkan juga dengan militansi dan nasionalis rakyat dan Tentara AD Thailand, yang berhasil membongkar konglomerat yg jadi PM Thailand.

Mengapa rakyat yg semula memuja berubah menjadi marah ?

Karena Thaksin yang baik hati serta murah senyum tersebut ternyata :
  • Thaksin Keturunan China yg semula mengaku asli Thai.
  • Semula rakyat bangga memiliki PM konglomerat, ternyata mengeruk uang negara/korupsi untuk dirinya dan partainya.
  • Menghimpun uang rakyat dan uang negara dibawa ke luar negeri (china).
  • Terbongkar bahwa Thaksin boneka China, untuk membuka pintu China menguasai Thailand baik ideologi maupun ekonomi.
Ini yg membuat Tentara dan Raja marah.

Dunia mengira Junta Militer akan menguasai pemerintahan.

Ternyata militer hanya menyelamatkan negara yg akan dimasuki Gerombolan CHINA.

Setelah tertib dan rapi, militer memberikan lagi kepada sipil sesuai konstitusi.

Yang mengacaukan situasi adalah MEDIA, karena media dibawah kendali penyandang dana CHINA juga.

Cerita di atas didapatkan bukan dari media, tapi cerita warga Thailand langsung bulan April lalu.


(Zen Muhammad  Mulachela)

didapat dari group WA

Kudeta di Thailand, Damai dan Tenang

21 Sept 2016


Dua puluh empat jam setelah kudeta yang dipimpin oleh pemimpin militer Thailand, Jenderal Sonthi Boonyaratglin, suasana di Bangkok dan kota-kota lain di Thailand tampak sepi dan tegang.

Penduduk seakan-akan menanti peristiwa apa yang bakal terjadi menyusul kudeta yang singkat dan damai pada Selasa (19/09) malam lalu. Jalanan lengang, toko-toko banyak yang tutup lebih awal, bahkan banyak yang tutup sama sekali. Perkantoran lokal dan asing baik yang berada di Bangkok dan sekitarnya memulangkan pegawainya ke rumah-masing-masing.

Rabu (20/09) pagi hari, siaran televisi tampak terganggu, khususnya Channel 9 yang merupakan statsiun televisi terbesar Thailand, juga saluran-saluran televisi asing seperti CNN dan BBC. Orang baru sadar, telah terjadi pergantian pemerintahan setelah diperintahkan pulang ke rumah oleh pimpinan kantor. Murid murid sekolahan pun diliburkan satu hari.

Beberapa jam kemudian, Jenderal Sonthi mengadakan konferensi pers di hadapan para diplomat dan wartawan, menetapkan diri sebagai penjabat perdana menteri menggantikan Thaksin Sinawatra. Ia menjanjikan akan membentuk pemerintahan sipil dalam tempo dua minggu ini dan menjadwalkan pemilu pada bulan Oktober tahun 2007 mendatang.

Sonthi memutuskan melancarkan kudeta yang rencananya dibahas dua hari bersama sama ARC (Adminitrative Reform Council) pada saat penjabat Perdana Menteri Thaksin Shinavatra sedang berada di New York. Keputusan ini diambil setelah dilancarkannya kritik tajam terhadap perilaku Taksin yang dituding sebagai koruptor. Itu sebabnya, ARC membentuk tim khusus penyelidik korupsi, khususnya penyelidikan atas aset aset yang dimiliki Thaksin. Kudeta berjalan mulus tanpa setetespun darah tumpah.

Raja Thailand Bhumibol Abdulyadej telah memberi pernyataan di televisi bahwa ia mendukung kudeta militer ini. Pernyataan ini diumumkan setelah ia bertemu dengan Jendral Sonthi Boonyaratglin yang baru saja menetapkan dirinya sebagai penjabat perdana menteri.

Ribuan rakyat turun ke jalan dengan suka rela mendukung pergantian pemimpin itu. Kudeta ini merupakan gabungan antara militer dengan kepolisian Thailand yang mayoritas mendukung kepemimpinan Jenderal Sonthi.

Jenderal Sonthi dianggap sebagai generasi muda militer Thailand yang meroket namanya dengan cepat. Lulusan Akademi Militer Kerajaan Chulaochomklao tahun 1969 ini, diangkat sebagai pimpinan militer Oktober tahun lalu. Ia mendapat banyak sorotan media, terutama dalam upaya menangani kerusuhan di Thailand Selatan.

Dilaporkan, masih terjadi dialog antara kelompok militer yang pro Thaksin dengan kelompok militer yang mendukung Jenderal Sonthi.

copy dari : DW.COM
http://p.dw.com/p/CJal