Kamis, 01 September 2016

Indonesia di Sci-Fi Hardware Hackathon 2016


Sangat jarang kita dengar Indonesia menghasilkan inovasi teknologi berwujud perangkat keras (hardware). Sci-Fi Hardware Hackathon 2016 yang diselenggarakan Mediatrac, dan diklaim sebagai hardware hackathon pertama dan terbesar Indonesia, berusaha menjadi solusi terhadap keringnya kreasi hardware anak negeri.

Sebanyak 375 inovator muda Indonesia, dalam 24 jam, berusaha menciptakan berbagai inovasi teknologi perangkat keras, yang didasarkan pada cerita fiksi ilmiah yang mereka karang. BBC Indonesia merangkum sejumlah produk inovasi, yang masih dalam bentuk purwarupa (prototype), dari ajang tersebut.
Alat pendeteksi Zombie

Alkisah 300 tahun yang akan datang, populasi manusia menurun drastis karena wabah zombie. Pemerintah pun menciptakan alat yang dapat membedakan manusia dan zombie, serta memetakannya.

Itulah premis fiksi ilmiah kreasi tim IG-2-T, yang terdiri dari tujuh orang mahasiswa dan lulusan Institut Teknologi Bandung. Memposisikan diri sebagai pemerintah, IG-2-T menciptakan alat pendeteksi zombie bernama Human Protection Project 7.0.

"Untuk membedakan manusia dan zombie, kami asumsikan kalau manusia hidup itu memiliki detak jantung dan bergerak. Sementara orang mati, tidak punya detak jantung dan tidak bergerak. Sehingga zombie kami asumsikan tidak punya detak jantung, tetapi bergerak. Kami menggunakan sensor detak jantung dan pergerakan untuk mendapat informasi itu," ungkap Alinda Nur Fitriana, salah satu anggota IG-2-T.

Alat pendeteksi tersebut dipasang di pergelangan tangan manusia yang tersisa. "Nanti di masa depan ukurannya puluhan ribu kali lebih kecil sehingga bisa dimasukkan ke dalam badan."

Alinda menceritakan "device ini real time mengirimkan info ke server, apakah status si manusia, hidup atau sudah jadi zombie. Kalau sudah jadi zombie, pemerintah bisa mengeluarkan peringatan melalui handphone kepada manusia lain dan memberi informasi di mana pos penanganan terdekat."

Meskipun rasanya kisah zombie masih jauh dari kenyataan saat ini, Alinda mengungkapkan teknologi Human Protection Project 7.0, sekarang dapat digunakan di dunia kesehatan. "Misalnya jadi semacam wearable device (peranti yang bisa dikenakan) seperti smart-watch (arloji pintar), untuk mendeteksi detak jantung manusia."

Pada Sci-Fi Hardware Hackathon 2016 ini, Human Protection Project 7.0 merebut juara kedua konsep terbaik, dan menjadi pemenang pertama desain terbaik.
Qendi, teknologi yang membuat tanaman ‘berbicara’

Salah satu inovasi piranti keras paling praktis pada Hackathon kali ini adalah Qendi, produksi Arda Surya Editya dan kawan-kawan, yang berasal dari Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur.

Qendi menggunakan teknologi augmented reality yang belakangan populer karena permainan Pokemon Go. Namun, hardware ini tidak digunakan untuk bermain game, tetapi untuk super-monitoring terhadap tanaman, misalnya sawah dan perkebunan.

"Dengan teknologi ini, kita nanti tinggal mengarahkan kamera, monitor, atau kacamata ke arah tanaman. Nanti tanamannya sendiri yang ngomong ke kita, apakah mereka sedang butuh air, pupuk, atau lainnya," ungkap Arda, yang merupakan mahasiswa S2 Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Arda mengungkapkan Qendi menggunakan "internet of things biasa". Alat-alatnya terdiri dari sensor moisture dan kelembaban tanah, serta sensor air. "Karena merujuk pada balai pengembangan penelitian tanaman Kementerian Pertanian, tiga hal itulah yang diperlukan untuk mengetahui kondisi tanaman."

Arda memaparkan, "moisture untuk mengukur nutrisi, air untuk mengetahui kualitas tumbuh, dan kelembaban, karena tidak semua tanaman bisa tumbuh di semua kelembaban."

Munculnya ide pembuatan Qendi berawal dari fakta bahwa dari generasi ke generasi, petani melihat kondisi tanamannya "hanya berdasarkan feeling, tanpa menggunakan alat ukur yang jelas".

"Kalau orang-orang tua kita, feelingnya sudah kuat. Kalau anaknya bagaimana? Kalau mau jadi petani, perlu dilatih untuk dapat feeling itu. Ini salah satu alat untuk belajar itu. Apalagi dengan augmented reality, sangat mudah digunakan, bahkan bagi orang yang agak gaptek, karena langsung terlihat."
Si tangan Tuhan

Sesuai dengan namanya, robot Manus Dei atau Tangan Tuhan, diciptakan Andika Pradana Arif untuk memenuhi impian bahwa "seperti Tuhan, eksistensi manusia juga bisa ada di manapun dan kapanpun."

Pengguna tinggal mengarahkan telapak tangannya ke kamera image processing, yang akan merekam posisi tangan. Setelah terekam, robot yang juga berbentuk tangan ini pun dapat dikendalikan pergerakannya sesuai pergerakan tangan pengguna di depan kamera, dari jarak jauh.

"Kegunaannya nanti bisa di dunia kedokteran, untuk operasi. Dokter gak perlu lagi datang dan masuk ke ruang operasi sering-sering. Dia tinggal ada di satu ruang untuk mengendalikan berbagai operasi dari jarak jauh," ungkap Andika.

Di dalam bayangan Andika, Manus Dei nantinya juga dapat membantu manusia di kesehariannya, misalnya mengendalikan berbagai perlengkapan rumah tangga di rumah dari jauh, misalnya dari kantor atau tempat pelesir ketika si pemilik sedang berwisata.

Menurutnya Manus Dei penting di masa depan karena "untuk berpindah tempat, butuh waktu, dan time is money".

Meskipun masih merupakan purwarupa, Andika menceritakan kebutuhan akan robot Tangan Tuhan ini sudah dirasakannya saat ini, salah satunya ketika meminta tanda tangan dosen untuk skripsinya.

"Dosen saya lagi keluar kota saat saya butuh tanda tangannya. Cukup mengganggu karena harus menunggu selama seminggu. Saya bertanya-tanya kenapa nggak bisa tanda tangan dari jauh? Dari itulah muncul ide ini," ungkap lulusan Teknik Elektro, Telkom University, Bandung itu.
Pulau pintar

Floating Smart Dome adalah jawaban atas kekhawatiran Irwan Rudy Pamungkas dan kawan-kawannya dari Institut Pertanian Bogor, atas pemanasan global dan terus naiknya permukaan air laut.

Jika daratan terus tenggelam, "Kita bisa pindah ke pulau, dome, yang bisa bergerak untuk menggantikan daratan," tutur Rudy.

Di dalam pulau tersebut, ada sensor api, gas, air, kelembaban, cahaya, dan lain sebagainya. Seluruh sensor tersebut mengirim data ke server, yang hasil olahan datanya bisa disaksikan seluruh penduduk pulau lewat komputer atau handphone.

"Dari situ mereka bisa dapat informasi ketinggian air untuk keseimbangan dome agar tidak tenggelam, ada pula informasi depth, untuk mendeteksi kedalaman, untuk jaga-jaga jika dome terbawa arus dan dibawa ke perairan dangkal."

Menurut Irwan, pembuatan Floating Smart Dome, benar-benar perlu dipertimbangkan serius. "Ini (kenaikan muka air laut) masalah yang urgent. Kita harus mengambil langkah preventif. Jangan sampai seperti kebiasaan orang Indonesia, kita telat melakukan pencegahan."

Inovasi hardware ini menjadi pemenang utama Sci-Fi Hardware Hackathon 2016, dan memperoleh hadiah uang tunai Rp62 juta, serta mendapat kesempatan memperkenalkan ide dan karyanya ke masyarakat luas.

Dicopy dari berita bbc. Foto-foto dan info selengkapnya silahkan ikuti link berikut.
'Tangan Tuhan' buatan dua lulusan Telkom University bisa menggerakkan robot dari jarak jauh