Oleh : Henni T. Soelaeman
Boleh jadi, hampir semua orang di Republik ini mengenal produk berlabel ABC. Pasalnya, sebagian besar produk yang menggunakan merek ini merupakan kebutuhan hidup manusia. Sebut saja, sirup ABC, kecap ABC, saus sambal ABC, saus tiram ABC, sari buah ABC, teh ABC, sarden ABC, mi instan ABC, pasta gigi ABC, dan batu baterai ABC -- ini hanya sebagian kecil produk yang diluncurkan kelompok usaha ABC. Puluhan produk lainnya juga dihasilkan Grup ABC. Sebagian masih tetap menggunakan merek ABC dan sebagian lainnya tidak, misalnya biskuit untuk bayi Farley, sikat gigi dan pasta gigi Formula, Kiranti, wafer Tango, Happy Mi, dan mi Selera Rakyat.
Kiprah Grup ABC di bisnis consumer goods
tak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan, Grup ABC boleh dibilang
sebagai salah satu ikon penting, selain Indofood, di industri tersebut.
Kecap, saus sambal, sirup, sari buah dalam kotak ABC, wafer Tango, dan
batu baterai ABC tercatat sebagai pemegang pangsa pasar tertinggi di
kategori produk masing-masing.
Namun, tak banyak yang tahu siapa saja aktor di balik sukses dan mengguritanya Grup ABC. Perusahaan keluarga ini sangat low profile,
bahkan cenderung tertutup. Padahal, dari tahun ke tahun, bisnis mereka
makin berkibar dan membubung. Di tangan generasi kedua, kepak sayap
bisnisnya menggurita ke berbagai lini bisnis. Grup ABC sukses
menancapkan taringnya sebagai perusahaan keluarga yang eksis dan solid.
Bahkan, beberapa produknya telah meramaikan pasar internasional.
Cikal bakal Grup ABC bermula dari usaha keluarga yang didirikan oleh
dua bersaudara: Chandra Djojonegoro alias Chu Sam Yak dan Chu Sok Sam di
Medan pada 1948. Awalnya, mereka berdagang aneka barang, antara lain
anggur tradisional yang dikemas dalam botol. Selang dua tahun, tepatnya
14 Februari 1950, mereka menggandeng Lim Kok Liang, Lim Tong Chai, dan
Lim Mia Chuan mengibarkan NV Handel Maatschappij May Lian & Co.
Perusahaan ini memproduksi minuman anggur tradisional Cap Orang Tua di
Semarang, Jawa Tengah.
Seiring menyebarnya produk anggurnya ke seantero Nusantara,
perusahaan ini lantas berubah menjadi PT Perindustrian Bapak Djenggot
(PBD). Boleh dibilang, inilah cikal bakal Grup Orang Tua dan Grup ABC
yang kemudian menggurita ke berbagai ranah bisnis. Di PBD, kepemilikan
saham dua bersaudara Chu -- Chandra dan Chu Sok Sam -- sebesar 42,4%.
Menurut data AC Nielsen, PBD tercatat sebagai produsen terbesar herbal wine
tradisional yang menguasai sekitar 70% pangsa pasar. Produknya, antara
lain Anggur Wine, Fruit Wine, Beras Kencur Wine, dan Anggur Malaga.
Produk anggur kolesom ini juga mampu menembus pasar mancanegara.
Kelompok usaha ini mulai mengepakkan sayapnya pada 1959 lewat PT
Everbright Battery Factory, memproduksi baterai ABC. Keluarga Chu
menguasai 31% sahamnya. Hampir sedasawarsa kemudian, 1968, mereka
mengembangkan International Chemical Ind. CL yang juga memproduksi
baterai ABC. Di perusahaan ini dua bersaudara itu memiliki 46,4% saham.
Tahun 1973, mereka makin agresif membiakkan perusahaan dengan
mengakuisisi PT Uni Djaja sebesar 31,9%, produsen kamput di Medan.
Bisnis consumer goods mulai dirambah dua Chu pada 1975
dengan mengibarkan PT ABC Central Food Industry. Di perusahaan ini
mereka menguasai 53% saham. Tahun berikutnya, mereka masuk ke industri toiletries
dengan produk perdana sikat gigi Formula lewat PT Ultra Prima Abadi. Di
perusahaan ini keluarga Chu tercatat sebagai pemegang saham mayoritas
dengan penguasaan 68,5% saham. PT Ancol Terang Printing yang membidangi
kemasan kaleng mereka bangun pada 1978 dengan kepemilikan 40%.
Dekade 1980-an, bisnis mereka tambah menggurita di tangan generasi
ke-2. Sepeninggal Chandra yang kembali ke Sang Khalik 1988 -- Chu Sok
Sam meninggal lebih dulu pada 1986, kelompok usaha ini lantas
dikendalikan oleh dua putra Chandra: Husain dan Hamid Djojonegoro.
Sementara itu, dari generasi ke-2 Chu Sok Sam ada Sumito, Vincent Kus
Chu dan Kogan Mandala Choo.
Upaya melanggengkan bisnis keluarga ini memicu mereka membangun
perusahaan investasi yang berfungsi mewakili kepemilikan saham di
perusahaan. Toh, dalam perjalanan waktu, masing-masing juga membangun
kerajaan bisnis sendiri, meski terlihat ada saling silang kepemilikan.
Semisal, di PT Artha Boga Cemerlang --perusahaan distribusi, Hamid
memiliki 25% saham pribadi dan sisanya dimiliki grup: keluarga Chu.
Di antara ketiga generasi kedua keluarga Chu, Hamid terlihat yang
paling agresif mengembangkan bisnis pribadi meski kemudian dikembangkan
dalam skema kerja sama antarkeluarga. Selain Artha Boga Cemerlang, Hamid
juga tercatat sukses mengibarkan, antara lain, PT Puri Ngajogjakarta
(hotel bintang empat di Kota Gudeg yang berkapasiats 200 kamar), PT
Crownprince Jasaboga (jasa boga) dan pabrik minyak goreng di Bekasi PT
Darmex Oil & Fat. Hamid memang dipercaya membesarkan Grup Orang Tua.
Hamid juga tercatat membidani kelahiran PT Panjang Jiwo Pangan Makmur
(1982). Berlokasi di Surabaya, perusahaan ini memproduksi aneka minuman
kesehatan: Kiranti, Larutan Penyejuk Panjang Jiwo, dan Larutan Penyejuk
Orang Tua dan permen Tango. Kiranti tercatat satu-satunya produk
minuman kesehatan bagi wanita yang sedang menstruasi. Kiranti juga
mengeluarkan produk untuk pegal linu: Kiranti Pegal Linu. Sementara itu,
permen Tango menempati posisi ke-6 dari 10 pemain di industri permen di
dalam negeri.
Di tangan Hamid, Husain, dan Kogan, kelompok usaha ABC dan Orang Tua
makin menggurita dan merambah berbagai lini bisnis. Ekspansi pun terus
dilakukan dengan cara membangun sendiri maupun mengakuisisi perusahaan
lain. Tahun 1983, dari pihak Chu Sam Yak atau Chandra membangun PT
Haniwell Murni Company. Di perusahaan yang menghasilkan pembalut wanita
merek Innosense, Honeysoft, dan Modess untuk PT Johnson & Johnson
Indonesia itu, keluarga Chu Sam Yak memiliki saham 50%.
Geliat pasar batu baterai yang menggairahkan membuat mereka kembali
mengakuisisi perusahaan lain pada 1982. Separuh saham PT Hari Terang
Industrial Co. Ltd. dicaploknya. Untuk menguasai pasar batu baterai
nasional, pada 1989 PT FDK Indonesia dikibarkan dengan kepemilikan saham
22,5%. Dengan memiliki empat pabrik batu baterai -- Everbright,
International Chemical, Hari Terang, dan FDK -- mereka adalah raja untuk
pasar batu baterai dengan menguasai 60%-70% pangsa pasar baterai
nasional.
Sukses sikat gigi Formula membuat mereka lebih agresif lagi menggarap ladang toiletries.
Lewat PT Brushindo Cemerlang --kemudian dikenal dengan PT Ultra Prima
Abadi 2 dan 3 -- yang didirikan tahun 1984, mereka tampak serius
menggarap pasar sikat gigi dan pasta gigi. Selain Formula, mereka juga
meluncurkan merek Durodont, Abc Dent, dan Formula Junior. Di perusahaan
ini keluarga Chu tercatat mempunyai saham 78,9%. Sikat gigi Formula
mencatat rekor sebagai pemimpin pasar (30%), mengalahkan Pepsodent dan
Oral B. Menurut pengamat pemasaran Roy Goni, dominasi Formula memaksa
Pepsodent memosisikan diri pada kelas urban karena tak mampu menembus rural market yang dikuasai Formula. Merek Formula juga mencatat prestasi dengan produk inovasi teranyarnya: pembersih lidah.
Sementara itu, di industri consumer goods, mereka mulai
melirik pasar biskuit dengan membangun PT Danone Biskuit Indonesia pada
1994. Di sini keluarga Chu menguasai saham 26%. Setahun berikutnya,
mereka juga membangun PT Danone Biskuits Sales & Distribusi. Saham
mereka di sini sangat kecil, hanya 5%. Namun, tahun 1998 dan 1999,
kepemilikan saham di kedua perusahaan itu dilepas. Menilik tahunnya,
sepertinya karena hajaran krisis ekonomi. Divestasi saham juga dilakukan
tahun 2000 terhadap kepemilikannya di PT FDK Indonesia sebesar 22,5%.
Mereka lantas mendirikan FDK Intercallin, perusahaan patungan dengan
Alpha Industries Co. Ltd. dan Fuji Electrochemical Co. Ltd. yang
memproduksi baterai Alkaline. Perusahaan ini dipercayakan pengelolaannya
di tangan Husain.
Melepas saham di Danone bukan berarti ambisi mereka mencengkeram ladang bisnis consumer goods
surut. Justru mereka makin agresif dengan menggandeng H.J. Heinz,
berkantor pusat di Amerika Serikat. Nama perusahaan pun yang semula PT
ABC Central Food berubah menjadi PT Heinz ABC Indonesia. Langkah aliansi
ini dilakukan untuk memperkuat posisi produk ABC di kawasan Asia.
Maklum, sejak 1980, produk seperti sirup, sambal, dan saus tomat sudah
diekspor ke berbagai negara, seperti AS, Kanada, Australia, Singapura,
Malaysia, Brunei, Taiwan, Hong Kong, Jepang, Denmark, Arab Saudi,
Belanda, dan Inggris. Sampai saat ini perusahaan ini memiliki tiga
pabrik: di Karawang, Daan Mogot (Jakarta), dan Pasuruan. PT Heinz
Indonesia dikendalikan oleh Kogan.
Menggandeng pihak asing juga mereka lakukan dalam memproduksi
Kratingdaeng, melalui PT Asiasejahtera Perdana Pharma (1991). Minuman
energi ini berasal dari Thailand, dengan merek Red Bull. Di perusahaan
ini mereka memiliki saham sampai 65%. Perusahaan ini di bawah komando
Husain. Ia juga tercatat mempunyai bisnis pribadi, antara lain PT
Indofica Housing yang dikenal sebagai salah satu pengembang di Sunter,
Jakarta; restoran Crystal Jade Palace di Jakarta; dan pemilik saham PT
Bank Alfa (20%) -- dilikuidasi Pemerintah pada 1997.
Tahun 1990-an, lewat grup, mereka juga agresif mengakuisisi beberapa
perusahaan. Tercatat perusahaan yang dibeli, PT Gunarajuli Setia
(61,5%), PT Melatitunggal Intiraya (61,5%), Asti Dama Adhimukti (97,5%),
PT Duta Nusa Idaman (100%), Rajuli Reksa (68,5%), Asiatic Union Perdana
(75%), dan terakhir tahun 1999 mengakuisi PT Ultra Prima Pangan Makmur
(68,5%). PT Rajuli Reksa kemudian berubah menjadi PT Ultra Prima Abadi 4
yang merupakan pabrik talk dan sampo di Jakarta dengan merek Atalia.
Sementara itu, Ultra Prima Pangan Makmur adalah produsen biskuit wafer
Tango dan Milcow. Wafer Tango tercatat sebagai pemicu kebangkitan pasar
wafer yang terkesan tidur. Tango membuat terobosan dengan mengemas
wafernya lebih sederhana dengan kemasan kecil. Didukung komunikasi dan
aktiviats pemasaran yang gencar, wafer Tango sukses memimpin pasar
biskuit wafer.
Seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, Grup ABC pun tak
selalu menuai sukses. Mie ABC dan Mie President yang dihasilkan oleh PT
ABC President Enterprises Indonesia -- didirikan tahun 1992 dengan
kepemilikan saham 32,9% -- masih tampak merayap mengejar ketertinggalan
dari dominasi Indomie (Indofood). Begitu pula minuman Galin Bugar,
kurang mendapat respons pasar. Sementara itu, mi instan Selera Rakyat
dan Happy Mie yang diproduksi oleh PT Artha Milenia Pangan Makmur kini
tengah digenjot pemasarannya.
Riset: A. Windarto dan Siti Sumariyatisumber : Majalah SWA