Selasa, 08 April 2014

Raid 2 Bergaya Sangar

Sangar kok dijadikan gaya, itulah kesan film karya anak Indonesia. Raid dengan mengumbar darah bergaya ala film barat seperti sartacus Steven S. DeKnight. Jangan ada film seperti itu. Hiburan yang buruk. 
Meski dibangun dengan keahlian tinggi namun para penggagasnya tidak peka nilai-nilai tampilan norma masyarakatnya tentu ditolak. Dan untuk itu tidak perlu merasa "tidak habis pikir" karena ego karya seni yang gagal merangkul nilai-nilai masyarakat yang membenci sadisme dan membenci kekerasan. Karena memang kekerasan dan kekejaman itu bukan hiburan. Seniman pedulilah dengan nilai-nilai masyarakat agamis.

Koreografi Perkelahian Terbaik

"Adegan perkelahian jarak dekat dengan koreografi terbaik, yang mendapat sedikitnya empat kali tepuk tangan penonton," tulis Huffington Post.
(kutip dari republika)

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan, Susanto

"Film "The Raid 2: Berandal" jelas sekali bernuansa kekerasan, pelanggaran HAM dan pelanggaran hak anak. Meskipun film ini khusus untuk dewasa, tetapi pengawasan di bioskop masih belum ketat," tutur Susanto kepada RoL saat dihubungi pada Ahad petang (6/4).

Susanto juga mengaku pernah melihat sekilas film ini untuk kepentingan penelitian. Menurutnya, Indonesia sangat permisif terhadap peredaran film, termasuk "The Raid 2: Berandal". Seharusnya ini tidak boleh terjadi.

Dia menilai, negara tidak boleh lalai dan lengah terhadap masuknya film-film bermasalah. Oleh karena itu, ujarnya,  jangan sampai Indonesia menjadi obyek bisnis film yang tidak sesuai dengan karakter bangsa.

"Untuk memaksimalkan perlindungan anak dari film bernuansa kekerasan, negara harus memaksimalkan peran serta Lembaga Sensor Film," jelas Susanto.  Pasalnya,  Susanto menjelaskan, LSF diberikan kewenangan oleh negara untuk melakukan koreksi terhadap content film sebelum ditayangkan kepada publik.
(kutip dari republika)

Bagi Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham), Imdadun Rahmat, ara tokoh agama, tokoh masyarakat, Menteri Agama (Menag) dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dapat memboikot film-film yang penuh aksi kekerasan, kekejaman dan sadisme, termasuk film The Raid 2. 
"Pemboikotan film-film yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia, apalagi yang mengandung konten kekerasan, sadisme, dan kekejaman, bisa dilakukan oleh tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama," tegasnya.
(kutip dari republika)

Miing

"Film The Raid 2 adalah film tersadis yang saya tonton. Adegannya begitu mengerikan dan penuh darah di mana-mana," kata Miing di Jakarta, Rabu, (2/4).

Saat melihat film Van Damme maupun Jacky Chan, ujar Miing, ia tak pernah melihat darah sebanyak di The Raid 2. Bahkan kalau di film Jacky Chan penonton merasa terhibur dengan kepandaiannya melumpuhkan lawan dengan cara jenaka.
(kutip dari republika)

Dilarang di Malaysia

Film garapan Gareth Evans ini secara resmi telah dicekal dan dilarang beredar di seluruh bioskop di negeri jiran tersebut. Hal tersebut telah dibenarkan oleh pihak Nusantara Edaran Filem yang merupakan distributor lokal pemegang lisensi penayangan “The Raid 2” di Malaysia.
Alasannya? Belum diketahui secara jelas. Hanya saja ini diduga terkait dengan adegan-adegan dalam film “The Raid: Berandal” yang banyak sekali menampilkan adegan yang sangat sadis sehingga tidak diloloskan oleh Pihak Lembaga Sensor Malaysia.
(kutip dari sidominews-29 maret 2014)

Catatan Tambahan

Pemeran :
  • Iko Uwais, kelahiran 12 February 1983 dengan nama asli Uwais Qorny, asli betawi, atlit pencak silat terkenal.
  • Arifin Putra, kelahiran Jerman, 1 Mei 1987 mantan finalis MTV VJ Hunt 2003.
  • Oka Antara, Jakarta, 8 Juli 1980
  • Tio Pakusadewo
  • Alex Abbad
  • Julie Estelle
  • Ryuhei Matsuda
  • Kenichi Endo
  • Kazuki Kitamura
Produser :
  • Demetrius Ario Sagantoro
Sutradara :
Born Gareth Huw Evans
1980 (age 33–34)
Hirwaun, Wales
Residence Jakarta, Indonesia
Nationality British
Education MA, Scriptwriting
Alma mater University of Glamorgan

Senin, 07 April 2014

Perjalanan Gurita Bisnis Grup ABC

Kamis, 24 Juli 2003
Oleh : Henni T. Soelaeman
Boleh jadi, hampir semua orang di Republik ini mengenal produk berlabel ABC. Pasalnya, sebagian besar produk yang menggunakan merek ini merupakan kebutuhan hidup manusia. Sebut saja, sirup ABC, kecap ABC, saus sambal ABC, saus tiram ABC, sari buah ABC, teh ABC, sarden ABC, mi instan ABC, pasta gigi ABC, dan batu baterai ABC -- ini hanya sebagian kecil produk yang diluncurkan kelompok usaha ABC. Puluhan produk lainnya juga dihasilkan Grup ABC. Sebagian masih tetap menggunakan merek ABC dan sebagian lainnya tidak, misalnya biskuit untuk bayi Farley, sikat gigi dan pasta gigi Formula, Kiranti, wafer Tango, Happy Mi, dan mi Selera Rakyat.

Kiprah Grup ABC di bisnis consumer goods tak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan, Grup ABC boleh dibilang sebagai salah satu ikon penting, selain Indofood, di industri tersebut. Kecap, saus sambal, sirup, sari buah dalam kotak ABC, wafer Tango, dan batu baterai ABC tercatat sebagai pemegang pangsa pasar tertinggi di kategori produk masing-masing.
Namun, tak banyak yang tahu siapa saja aktor di balik sukses dan mengguritanya Grup ABC. Perusahaan keluarga ini sangat low profile, bahkan cenderung tertutup. Padahal, dari tahun ke tahun, bisnis mereka makin berkibar dan membubung. Di tangan generasi kedua, kepak sayap bisnisnya menggurita ke berbagai lini bisnis. Grup ABC sukses menancapkan taringnya sebagai perusahaan keluarga yang eksis dan solid. Bahkan, beberapa produknya telah meramaikan pasar internasional.
Cikal bakal Grup ABC bermula dari usaha keluarga yang didirikan oleh dua bersaudara: Chandra Djojonegoro alias Chu Sam Yak dan Chu Sok Sam di Medan pada 1948. Awalnya, mereka berdagang aneka barang, antara lain anggur tradisional yang dikemas dalam botol. Selang dua tahun, tepatnya 14 Februari 1950, mereka menggandeng Lim Kok Liang, Lim Tong Chai, dan Lim Mia Chuan mengibarkan NV Handel Maatschappij May Lian & Co. Perusahaan ini memproduksi minuman anggur tradisional Cap Orang Tua di Semarang, Jawa Tengah.
Seiring menyebarnya produk anggurnya ke seantero Nusantara, perusahaan ini lantas berubah menjadi PT Perindustrian Bapak Djenggot (PBD). Boleh dibilang, inilah cikal bakal Grup Orang Tua dan Grup ABC yang kemudian menggurita ke berbagai ranah bisnis. Di PBD, kepemilikan saham dua bersaudara Chu -- Chandra dan Chu Sok Sam -- sebesar 42,4%. Menurut data AC Nielsen, PBD tercatat sebagai produsen terbesar herbal wine tradisional yang menguasai sekitar 70% pangsa pasar. Produknya, antara lain Anggur Wine, Fruit Wine, Beras Kencur Wine, dan Anggur Malaga. Produk anggur kolesom ini juga mampu menembus pasar mancanegara.
Kelompok usaha ini mulai mengepakkan sayapnya pada 1959 lewat PT Everbright Battery Factory, memproduksi baterai ABC. Keluarga Chu menguasai 31% sahamnya. Hampir sedasawarsa kemudian, 1968, mereka mengembangkan International Chemical Ind. CL yang juga memproduksi baterai ABC. Di perusahaan ini dua bersaudara itu memiliki 46,4% saham. Tahun 1973, mereka makin agresif membiakkan perusahaan dengan mengakuisisi PT Uni Djaja sebesar 31,9%, produsen kamput di Medan.
Bisnis consumer goods mulai dirambah dua Chu pada 1975 dengan mengibarkan PT ABC Central Food Industry. Di perusahaan ini mereka menguasai 53% saham. Tahun berikutnya, mereka masuk ke industri toiletries dengan produk perdana sikat gigi Formula lewat PT Ultra Prima Abadi. Di perusahaan ini keluarga Chu tercatat sebagai pemegang saham mayoritas dengan penguasaan 68,5% saham. PT Ancol Terang Printing yang membidangi kemasan kaleng mereka bangun pada 1978 dengan kepemilikan 40%.
Dekade 1980-an, bisnis mereka tambah menggurita di tangan generasi ke-2. Sepeninggal Chandra yang kembali ke Sang Khalik 1988 -- Chu Sok Sam meninggal lebih dulu pada 1986, kelompok usaha ini lantas dikendalikan oleh dua putra Chandra: Husain dan Hamid Djojonegoro. Sementara itu, dari generasi ke-2 Chu Sok Sam ada Sumito, Vincent Kus Chu dan Kogan Mandala Choo.
Upaya melanggengkan bisnis keluarga ini memicu mereka membangun perusahaan investasi yang berfungsi mewakili kepemilikan saham di perusahaan. Toh, dalam perjalanan waktu, masing-masing juga membangun kerajaan bisnis sendiri, meski terlihat ada saling silang kepemilikan. Semisal, di PT Artha Boga Cemerlang --perusahaan distribusi, Hamid memiliki 25% saham pribadi dan sisanya dimiliki grup: keluarga Chu.
Di antara ketiga generasi kedua keluarga Chu, Hamid terlihat yang paling agresif mengembangkan bisnis pribadi meski kemudian dikembangkan dalam skema kerja sama antarkeluarga. Selain Artha Boga Cemerlang, Hamid juga tercatat sukses mengibarkan, antara lain, PT Puri Ngajogjakarta (hotel bintang empat di Kota Gudeg yang berkapasiats 200 kamar), PT Crownprince Jasaboga (jasa boga) dan pabrik minyak goreng di Bekasi PT Darmex Oil & Fat. Hamid memang dipercaya membesarkan Grup Orang Tua.
Hamid juga tercatat membidani kelahiran PT Panjang Jiwo Pangan Makmur (1982). Berlokasi di Surabaya, perusahaan ini memproduksi aneka minuman kesehatan: Kiranti, Larutan Penyejuk Panjang Jiwo, dan Larutan Penyejuk Orang Tua dan permen Tango. Kiranti tercatat satu-satunya produk minuman kesehatan bagi wanita yang sedang menstruasi. Kiranti juga mengeluarkan produk untuk pegal linu: Kiranti Pegal Linu. Sementara itu, permen Tango menempati posisi ke-6 dari 10 pemain di industri permen di dalam negeri.
Di tangan Hamid, Husain, dan Kogan, kelompok usaha ABC dan Orang Tua makin menggurita dan merambah berbagai lini bisnis. Ekspansi pun terus dilakukan dengan cara membangun sendiri maupun mengakuisisi perusahaan lain. Tahun 1983, dari pihak Chu Sam Yak atau Chandra membangun PT Haniwell Murni Company. Di perusahaan yang menghasilkan pembalut wanita merek Innosense, Honeysoft, dan Modess untuk PT Johnson & Johnson Indonesia itu, keluarga Chu Sam Yak memiliki saham 50%.
Geliat pasar batu baterai yang menggairahkan membuat mereka kembali mengakuisisi perusahaan lain pada 1982. Separuh saham PT Hari Terang Industrial Co. Ltd. dicaploknya. Untuk menguasai pasar batu baterai nasional, pada 1989 PT FDK Indonesia dikibarkan dengan kepemilikan saham 22,5%. Dengan memiliki empat pabrik batu baterai -- Everbright, International Chemical, Hari Terang, dan FDK -- mereka adalah raja untuk pasar batu baterai dengan menguasai 60%-70% pangsa pasar baterai nasional.
Sukses sikat gigi Formula membuat mereka lebih agresif lagi menggarap ladang toiletries. Lewat PT Brushindo Cemerlang --kemudian dikenal dengan PT Ultra Prima Abadi 2 dan 3 -- yang didirikan tahun 1984, mereka tampak serius menggarap pasar sikat gigi dan pasta gigi. Selain Formula, mereka juga meluncurkan merek Durodont, Abc Dent, dan Formula Junior. Di perusahaan ini keluarga Chu tercatat mempunyai saham 78,9%. Sikat gigi Formula mencatat rekor sebagai pemimpin pasar (30%), mengalahkan Pepsodent dan Oral B. Menurut pengamat pemasaran Roy Goni, dominasi Formula memaksa Pepsodent memosisikan diri pada kelas urban karena tak mampu menembus rural market yang dikuasai Formula. Merek Formula juga mencatat prestasi dengan produk inovasi teranyarnya: pembersih lidah.
Sementara itu, di industri consumer goods, mereka mulai melirik pasar biskuit dengan membangun PT Danone Biskuit Indonesia pada 1994. Di sini keluarga Chu menguasai saham 26%. Setahun berikutnya, mereka juga membangun PT Danone Biskuits Sales & Distribusi. Saham mereka di sini sangat kecil, hanya 5%. Namun, tahun 1998 dan 1999, kepemilikan saham di kedua perusahaan itu dilepas. Menilik tahunnya, sepertinya karena hajaran krisis ekonomi. Divestasi saham juga dilakukan tahun 2000 terhadap kepemilikannya di PT FDK Indonesia sebesar 22,5%. Mereka lantas mendirikan FDK Intercallin, perusahaan patungan dengan Alpha Industries Co. Ltd. dan Fuji Electrochemical Co. Ltd. yang memproduksi baterai Alkaline. Perusahaan ini dipercayakan pengelolaannya di tangan Husain.
Melepas saham di Danone bukan berarti ambisi mereka mencengkeram ladang bisnis consumer goods surut. Justru mereka makin agresif dengan menggandeng H.J. Heinz, berkantor pusat di Amerika Serikat. Nama perusahaan pun yang semula PT ABC Central Food berubah menjadi PT Heinz ABC Indonesia. Langkah aliansi ini dilakukan untuk memperkuat posisi produk ABC di kawasan Asia. Maklum, sejak 1980, produk seperti sirup, sambal, dan saus tomat sudah diekspor ke berbagai negara, seperti AS, Kanada, Australia, Singapura, Malaysia, Brunei, Taiwan, Hong Kong, Jepang, Denmark, Arab Saudi, Belanda, dan Inggris. Sampai saat ini perusahaan ini memiliki tiga pabrik: di Karawang, Daan Mogot (Jakarta), dan Pasuruan. PT Heinz Indonesia dikendalikan oleh Kogan.
Menggandeng pihak asing juga mereka lakukan dalam memproduksi Kratingdaeng, melalui PT Asiasejahtera Perdana Pharma (1991). Minuman energi ini berasal dari Thailand, dengan merek Red Bull. Di perusahaan ini mereka memiliki saham sampai 65%. Perusahaan ini di bawah komando Husain. Ia juga tercatat mempunyai bisnis pribadi, antara lain PT Indofica Housing yang dikenal sebagai salah satu pengembang di Sunter, Jakarta; restoran Crystal Jade Palace di Jakarta; dan pemilik saham PT Bank Alfa (20%) -- dilikuidasi Pemerintah pada 1997.
Tahun 1990-an, lewat grup, mereka juga agresif mengakuisisi beberapa perusahaan. Tercatat perusahaan yang dibeli, PT Gunarajuli Setia (61,5%), PT Melatitunggal Intiraya (61,5%), Asti Dama Adhimukti (97,5%), PT Duta Nusa Idaman (100%), Rajuli Reksa (68,5%), Asiatic Union Perdana (75%), dan terakhir tahun 1999 mengakuisi PT Ultra Prima Pangan Makmur (68,5%). PT Rajuli Reksa kemudian berubah menjadi PT Ultra Prima Abadi 4 yang merupakan pabrik talk dan sampo di Jakarta dengan merek Atalia. Sementara itu, Ultra Prima Pangan Makmur adalah produsen biskuit wafer Tango dan Milcow. Wafer Tango tercatat sebagai pemicu kebangkitan pasar wafer yang terkesan tidur. Tango membuat terobosan dengan mengemas wafernya lebih sederhana dengan kemasan kecil. Didukung komunikasi dan aktiviats pemasaran yang gencar, wafer Tango sukses memimpin pasar biskuit wafer.
Seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, Grup ABC pun tak selalu menuai sukses. Mie ABC dan Mie President yang dihasilkan oleh PT ABC President Enterprises Indonesia -- didirikan tahun 1992 dengan kepemilikan saham 32,9% -- masih tampak merayap mengejar ketertinggalan dari dominasi Indomie (Indofood). Begitu pula minuman Galin Bugar, kurang mendapat respons pasar. Sementara itu, mi instan Selera Rakyat dan Happy Mie yang diproduksi oleh PT Artha Milenia Pangan Makmur kini tengah digenjot pemasarannya.
Riset: A. Windarto dan Siti Sumariyati

sumber : Majalah SWA