Selasa, 26 Desember 2023

Hentikan Penyebaran Nyamuk dan Jangan Gunakan Rakyat untuk Percobaan



Bill Gates Lepas Nyamuk di Jogja, Peneliti UGM Ungkap Teknologi Wolbachia

23 Agustus 2022
 
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi masyarakat yang tinggal di negara tropis seperti Indonesia. Penyakit ini bisa ditularkan dengan virus yang berasal dari nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Berbagai cara telah dilakukan untuk mencegah penularan virus ini. Salah satunya adalah sebuah teknologi yang dikembangkan oleh peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama kolaborasi dalam World Mosquito Program (WMP).

Kolaborasi ini melibatkan berbagai pihak termasuk, yayasan Bill & Melinda Gates Foundation yang mendukung riset global seperti WMP.

Penelitian dalam World Mosquito Program (WMP)
Penelitian ini telah dimulai dari tahun 2011 dengan mengembangkan bakteri alami bernama Wolbachia.

"Metode baru yang inovatif untuk pengendalian demam berdarah dengan bakteri alami yang bernama Wolbachia. Setelah diteliti, diketahui bahwa bakteri ini mampu memblok replikasi virus di dalam tubuh nyamuk," ucap dr. Riris Andono Ahmad, MD, MPH, Ph.D., salah satu tim peneliti dari UGM kepada detikEdu, Selasa (23/8).

Andono mengatakan bahwa bakteri Wolbachia ini ditemukan oleh peneliti asal Australia pada 2011. Kemudian setelah itu mereka membuat proyek kolaborasi riset yang bernama World Mosquito Program.

"Mereka menggandeng kita dan kemudian mendapatkan dukungan penuh dari yayasan filantropi Indonesia. Kita mencoba untuk memperkenalkan teknologi ini di Indonesia dan juga untuk melakukan uji klinis," jelasnya.

Cara Kerja Bakteri Wolbachia
Andono juga menjelaskan cara kerja bakteri Wolbachia dalam proses menurunkan penyebaran virus yang disebabkan oleh Aedes Aegypti.

"Jadi cara kerjanya seperti vaksin, tetapi vaksin ini untuk nyamuknya. Karena jika si nyamuk sudah ada bakteri Wolbachia, kemampuan untuk menularkan virus jauh berkurang," terangnya.

Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran UGM ini juga mengatakan bahwa fungsi bakteri ini akan membuat virus replikasi di dalam tubuh nyamuk diblokir.

Sehingga apabila ada nyamuk aedes aegypti yang ada bakteri Wolbachia nya kemudian menggigit orang atau menyerap darah orang yang demam berdarah, sudah tidak menularkan virus lagi.
77 % Menurunkan Angka Penularan Virus

Andono menerangkan bahwa penelitian ini terdiri dari beberapa fase. Pada tahun 2014, ketika Bill Gates datang ke Yogyakarta, penelitian sedang ada di fase kedua dengan melepaskan nyamuk dalam skala yang kecil.

"Tujuannya untuk melihat apakah nyamuk dengan Wolbachia bisa berkembang biak secara alami dalam populasi dengan baik atau tidak," ungkapnya.

Dua tahun kemudian pada 2016, dilakukan pelepasan secara luas di Kota Yogyakarta. Uji klinis dilanjutkan dengan pengumpulan datanya pada tahun 2018 dan berakhir pada Maret 2020.

Hasil ini menunjukkan angka yang memuaskan di mana nyamuk dengan bakteri Wolbachia sukses menurunkan penularan virus.

"Itu dari hasil uji klinisnya kemudian bisa disimpulkan bahwa penurunan kasus demam berdarah di wilayah yang disebar nyamuk Wolbachia itu 77% lebih rendah dibanding dengan wilayah yang tidak disebar nyamuk Wolbachia," paparnya.
 
Bakal Diaplikasikan di Masyarakat Luas
Adapun setelah uji klinis rampung, Andono menjelaskan bahwa teknologi ini perlu dibuktikan apakah efektif dan manjur untuk penurunan DB dengan dibentuknya program tertentu.

"Sekarang yang sedang kami lakukan, kelanjutan dari penelitian di Yogya, mencoba mengembangkan model implementasi. Kalau kemarin kita melakukan pelepasan nyamuk dalam konteks penelitian dan uji coba. Nah itu banyak hal yang harus dikendalikan dan dikontrol untuk memastikan data penelitiannya itu benar-benar valid," tuturnya.

Peneliti yang memperoleh gelar master of public health di Umea University Swedia ini mengatakan, saat ini tim sedang berada dalam mode program bukan lagi penelitian.

"Maka sekarang kita dalam mode programatik bukan lagi penelitian. kita saat ini dengan di kota Sleman dan Bantul mencoba mengembangkan model implementasinya," ujarnya.

"Ini nantinya kalau dinas kesehatan itu mau menggunakan teknologi ini di dalam pengendalian program mereka, kira-kira modelnya seperti apa kemudian biayanya seberapa besar. Itu yang sedang kita lakukan," pungkas Andono.

Simak Video "Eks Menkes Siti Fadilah Pertanyakan Program Pengendalian DBD dengan Wolbachia"
 
(faz/faz)
 
copy dari detik
 

Siti Fadilah Minta Penyebaran Nyamuk Wolbachia Dihentikan dan Tidak Gunakan Rakyat untuk Percobaan

12 November 2023

SHNet, Jakarta – Mantan Menteri Kesehatan menyerukan penolakan penyebaran Nyamuk Wolbachia di wilayah Indonesia.

Menurutnya, penyebaran nyamuk ini membawa resiko bagi kesehatan masyarakat dan bisa menimbulkan penyakit baru yang berbahaya bagi kesehatan rakyat Indonesia.

Ia pun mengatakan, penyebaran ini bersifat percobaan yang menggunakan masyarakat Indonesia sebagai percobaan ini.

“Ini namanya rakyat kita jadi kelinci percobaan dan ini tidak boleh. Siapa yang bertanggung jawab terhadap resiko yang akan datang,” ujarnya saat konferensi pers, di Jakarta, Minggu (12/11/2023).

Ikut hadir sebagai pembicara dalam konferensi pers adalah Komjen. Pol. Dharma Pongrekun, Mirah Sumirat, SE (Presiden ASPEK Indonesia) dan Dr. Ir. Kun Wardana Abyoto.

Dalam kesempatan itu, Siti menyoroti keterlibatan Kementerian Kesehatan dalam penyebaran nyamuk Wolbachia.

“Apakah sudah ada izin keamanan dan pertahanan? Karena ini menyangkut kedaulatan Republik Indonesia. Jangan sembarangan menyetujui percobaan yang langsung dilakukan pada rakyat Indonesia,” ujarnya.

Sementara itu, gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia menyampaikan keprihatinan yang mendalam terkait adanya program pemerintah berupa penyebaran telur nyamuk Aedes Aegypti yang terpapar bakteri Wolbachia dalam jumlah jutaan.

Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia mengingatkan Pemerintah untuk segera menghentikan rencana pelepasan 200 juta nyamuk Wolbachia di Pulau Bali pada 13 November 2023, dan juga di 5 kota lainnya yaitu di Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang dan Bontang.

Program penyebaran nyamuk yang bekerjasama dengan World Mosquito Program (WMP) ini mengklaim akan menurunkan penyakit Demam Berdarah, padahal Pemerintah telah berhasil melakukan pengendalian Demam Berdarah dalam 10 tahun terakhir.

Keprihatinan dan tuntutan disuarakan secara bersama oleh “Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia”, sebuah gerakan yang diinisiasi oleh SFS Foundation, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), dan Gladiator Bangsa, serta didukung Puskor Hindunesia.

Dr. Ir. Kun Wardana Abyoto, MT. menjelaskan Program pelepasan ratusan juta nyamuk Wolbachia di Indonesia ini membawa risiko parah, antara lain, resiko terhadap Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan.

Pasalnya, belum ada studi menyeluruh di Bali, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang dan Bontang secara jangka panjang sehingga berisiko terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, termasuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Ia menambahkan, pelepasan jutaan nyamuk berpotensi merusak industri pariwisata, serta ekonomi masyarakat setempat.

“Siapa yang bertanggung jawab jika terjadi kesalahan dan dampak yang tak terhitung?” ujarnya.

Gerakan ini menuntut Due Diligence mendalam dan evaluasi menyeluruh sebelum pelepasan nyamuk.

“Investigasi risiko IP Technology melalui Wolbachia. Publik harus tahu dan menyatakan persetujuan. Kami meminta tindakan segera untuk melindungi Bali, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang, dan Bontang. (Ina)

copy dari sinarharapan


Siti Fadhilah Serukan Penolakan Nyamuk Bionik Wolbachia di Indonesia: Apa Itu dan Mengapa Ditolak?

14 November 2023

SUARAMERDEKA.COM - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menolak penyebaran nyamuk Bionik Wolbachia di Indonesia.

Ia dengan alasan bahwa bisa membawa risiko kesehatan masyarakat dan berpotensi menimbulkan penyakit baru yang berbahaya bagi penduduk Indonesia.

Siti Fadilah menekankan pentingnya segera menghentikan penyebarannya nyamuk Bionik Wolbachia.

“Penyebaran nyamuk Wolbachia ini membawa resiko bagi kesehatan masyarakat dan bisa menimbulkan penyakit baru yang berbahaya bagi kesehatan rakyat Indonesia. Segera hentikan!” ujar Siti Fadilah.

Sebenarnya apa itu nyamuk Bionik Wolbachia yangs sedang menjadi perbincangan hangat?

Dilansir dari situs resmi Kementerian Kesehatan, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin telah memulai program pencegahan demam berdarah (DBD) dengan menggunakan teknologi Wolbachia di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.


Metode ini bertujuan untuk menonaktifkan virus dengue pada nyamuk Aedes Aegypti, sehingga dapat mencegah penularan kasus DBD.

Wolbachia merupakan bakteri yang dapat tumbuh secara alami di serangga, terutama nyamuk, dan dapat menonaktifkan virus dengue pada nyamuk Aedes Aegypti, sehingga tidak menular kepada manusia.

Dalam program ini, bakteri Wolbachia dimasukkan ke dalam telur nyamuk aedes aegypti untuk mencegah penularan virus dengue.

Namun, kekhawatiran muncul karena rencana penyebaran 240 juta nyamuk Wolbachia di Bali, yang dianggap dapat membahayakan kesehatan individu, keamanan, dan pertahanan bangsa.

Sementara itu, keprihatinan dan tuntutan untuk menanggapi masalah ini juga disuarakan oleh "Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia," yang didukung oleh SFS Foundation, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), dan Gladiator Bangsa, serta didukung oleh Puskor Hindunesia.

Mereka menggelar konferensi pers pada pada 12 November 2023 di Hotel Grandhika, Jakarta Selatan. Hadir dalam konferensi pers para pembicara, termasuk DR dr Siti Fadilah Supari, Komjen Dharma Pongrekun, Mirah Sumirat (Presiden ASPEK Indonesia), dan Dr Kun Wardana Abyoto.

copy dari : suaramerdeka.com

Siti F Supari Tuding Nyamuk Wolbachia Usik Kedaulatan RI, Kemenkes Angkat Bicara

14 November 2023

Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari belakangan mempertanyakan langkah pengendalian demam berdarah dengue (DBD) Kementerian Kesehatan RI yakni menyebarkan nyamuk aedes aegypti dengan bakteri Wolbachia.

Dirinya mengaku keberatan saat masyarakat dijadikan subjek penelitian. Efektivitas penerapan wolbachia dikhawatirkan belum terbukti.

"Ini yang membuat ketidaknyamanan menurut saya sebagai bangsa yang berdaulat. Dari segi kesehatan DBD menurut saya telah terkendali dengan program-program dari Kemenkes," tutur dia dalam konferensı pers Senin (13/11/2023).

Sejauh ini, Kemenkes disebutnya cukup berhasil dalam pengendalian DBD. Siti menyayangkan jika kemudian ada riset baru yang dilakukan secara tidak transparan.

Kemenkes RI Buka Suara

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI dr Maxi Rein Rondonuwu memastikan teknik wolbachia melibatkan pertimbangan para ahli hingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Kemenkes sangat percaya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh teman2 UGM dan sdh ada rekomendasi WHO," tegas Maxi saat dihubungi detikcom Selasa (14/11/2023).

Data dari riset awal disebut sudah cukup menunjukkan seberapa efektif intervensi wolbachia, menekan penyebaran DBD.

Efektivitas wolbachia sebetulnya diteliti sejak 2011. WMP di Yogyakarta dengan filantropi yayasan Tahija melakukan riset persiapan dan pelepasan aedes aegypti berwolbachia dalam skala terbatas selama empat tahun hingga 2015.

Hasilnya menunjukkan wolbachia bisa melumpuhkan virus dengue di dalam tubuhnnyamuk aedes aegypti. Walhasil, virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia.

"Jika aedes aegypti jantan berwolbachia kawin dengan aedes aegypti betina, virus dengue pada nyamuk betina akan terblok. Selain itu, jika yang berwolbachia itu nyamuk betina kawin dengan nyamuk jantan yang tidak berwolbachia maka seluruh telurnya akan mengandung wolbachia," demikian pernyataan resmi Kemenkes, dikutip Selasa (14/11)

Uji coba. nyamuk ber-wolbachia dilakukan di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul pada 2022. Kasus demam berdarah di lokasi tersebut khususnya pasien yang dirawat di RS, menurun sebanyak 86 persen. Sementara kasus DBD secara keseluruhan berhasil ditekan hingga 77 persen.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, juga penurunan penyebaran DBD ini sejalan dengan penerapan wolbachia. Penurunan bahkan terbilang sangat signifikan.

"Jumlah kasus di Kota Yogyakarta pada bulan Januari hingga Mei 2023 dibanding pola maksimum dan minimum di 7 tahun sebelumnya (2015 - 2022) berada di bawah garis minimum," terang Emma.

Di sisi lain, Sigit Hartobudiono, Lurah Patangpuluhan Yogyakarta mengaku sempat ada kekhawatiran terkait penyebaran nyambuk ber-wolbachia di masyarakat.

"Masyarakat pada awalnya memang ada kekhawatiran karena pemahaman dari masyarakat itu nyamuk ini dilepas kok bisa mengurangi (DBD). Tapi seiring berjalan dan kita sudah ada edukasi, ada sosialisasi, sekarang masyarakat justru semakin paham, bahwa sebenarnya teknologi ini untuk mengurangi DBD," kata Sigit.


(naf/up)

copy dari health-detik