Rabu, 15 Februari 2017

Skandal Tambang Emas

Sebuah film yang diinspirasi kejadian yang sesungguhnya. IMDB menuliskannya sebagai Gold (2016) - Kenny Wells, a prospector desperate for a lucky break, teams up with a similarly eager geologist and sets off on a journey to find gold in the uncharted jungle of Indonesia.

http://www.imdb.com/title/tt1800302/


Berikut tulisan Oryza A. Wirawan di Memo Timur tanggal 17 Mei 2016 yang berjudul Sebungkah Skandal Emas di Busang - bagian 1

Hari-hari ini, publik lebih mengenal Bondan Winarno sebagai pendekar kuliner yang kerap nongol di layar beling dengan mantra ‘mak nyus’. Ia bisa membuat orang menerbitkan air liur ingin mencoba penganan yang didefinisikannya ‘nendang banget’.

Namun, bagi sebagian publik dan jurnalis Indonesia, nama Bondan justru menjulang saat menerbitkan buku tentang skandal emas Busang berjudul Bre X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi. Terbit pada 1997, buku ini disebut-sebut sebagai babon reportase investigatif khas Indonesia.

Ini buku yang bercerita tentang skandal tambang emas Busang di Kalimantan yang sempat membuat malu pemerintah Indonesia di tahun-tahun terakhir menjelang runtuhnya rezim Soeharto. Sebuah buku yang ditulis berdasarkan reportase panjang yang melelahkan, yang menyingkap topeng para aktor skandal tersebut. Halaman pertama. Bab pertama.

Sebuah petikan dari karya Mark Twain. A mine is a hole in the ground owned by a liar. Sebuah tambang tak ubahnya sebuah lubang dalam tanah yang dipunyai seorang penipu. Kisah sang penipu.

Itulah inti kisah Bondan. Aktor pertama yang mengawali ‘kisah Busang’ ini adalah John Felderhof, seorang geolog kelahiran Belanda. Ia meyakinkan David Walsh, seorang promotor saham Kanada, untuk bisa ke Kalimantan melihat potensi emas di sana. Setelah 12 hari keluar masuk hutan, Felderhof menyarankan Walsh mengakuisisi sebuah properti di Busang, Kalimantan Timur, yang sudah dieksplorasi pada 1987 – 1989 oleh Montague Gold NL. Walsh segera melayangkan surat kepada investor dari Bre-X untuk menjelaskan potensi Busang.

Disebutkan dalam surat itu, tim geolog Australia yang sebelumnya melakukan eskplorasi sudah menemukan cadangan sebesar satu juta ons emas. Walsh lantas membuat kesepakatan dengan Montague pada Juli 1993. Ia diberi waktu enam pekan untuk menghimpun dana.

Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah meniup terompet Bre-X. Ia mendapat persetujuan menaikkan nilai saham Bre-X di Alberta Stock Exchange menjadi 40 sen. Lalu dengan bermodal kliping koran, ia menjajakan saham Bre-X. Dalam waktu singkat, ia berhasil mengumpulkan C$ 200 ribu.

Sementara Walsh beraksi di bursa saham, Felderhof mulai mengebor di Busang sejak September 1993. Dengan berani, ia melapor kepada Walsh, bahwa sudah menemukan cebakan yang memiliki cadangan emas 1,5 – 2 juta ton.

Laporan ini membuat Walsh semakin bersemangat dan berhasil meraup C$ 1 juta dengan melakukan free trading saham Bre-X dari posisi Bresea – perusahaan induk Bre-X. Sekondan Felderhof dalam urusan menggali Busang adalah Michael de Guzman, seorang geolog Filipina. Penemuan awal de Guzman di Busang digunakan Felderhof untuk meyakinkan Walsh. Bersama de Guzman yang punya beberapa anak buah, sen- sasi Busang diletupkan oleh Felderhof.

Satu per satu temuan dipublikasikan yang semuanya menunjuk ke satu kabar: cebakan Busang yang memenuhi syarat untuk menjadi tambang emas kelas dunia telah ditemukan. Temuan tersebut membuat saham Bre-X laku keras. Walsh dengan piawai memainkan peran sebagai stock promotor.

April 1996, saham Bre-X menembus C$ 192,50. Sebuah lonjakan fantastis, mengingat pada 1989 – 1992, harga saham Bre-X berkisar pada angka rata-rata 27 sen saja. Kisah Bre-X di Busang membuat Barrick Gold Corporation tergiur dan ingin menguasai mayoritas saham Bre-X.

Namun, Walsh yang tersinggung dengan arogansi Barrick Chairman Peter Munk, mengabaikan tawaran dari raksasa tambang Kanada itu. Gagal menguasai Bre-X melalui ‘jalur baik-baik’, Peter Munk memilih ‘main atas’: merangkul birokrat Indonesia. Menteri Koordinator Produksi dan Distribusi Hartarto dirangkul, akses ke Menteri Pertambangan dan Energi Ida Bagus Sudjana ditembus.

Sebuah surat dari Brian Mulroney, mantan perdana menteri Kanada yang memiliki 500 ribu saham di Berrick, disampaikan kepada Sudjana. Tak cukup itu, Barrick juga menggandeng Siti Hardijanti Rukmana untuk bekerjasama. Semua lobi itu membuat posisi Bre-X kena tonjok.

Surat Izin Penelitian Pendahuluan (SIPP) Bre-X dicabut oleh Kuntoro Mangkusubroto, Direktur Jenderal Pertambangan Umum. Pencabutan ini atas permintaan Sudjana melalui staf ahlinya, Adnan Ganto. Semula Kuntoro diminta menangguhkan kontrak karya Bre-X di Busang II dan III. Namun, ia menolak karena berlawanan dengan hukum. Belakangan, Kuntoro didepak dari posisi Dirjen Pertambangan Umum oleh Sudjana.

Dr. Zuhal, Direktur Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi yang kerap bersuara keras terhadap sang bos, juga ikut dilengserkan. [penulis buku Tobacco man]

copy dari :Memo Timur

Bisa juga disimak tulisan Siska Amalie di Liputan6 (2 April 2014)

Selasa, 14 Februari 2017

Kalahkan Kongsi Pemecah Belah Bangsa Mulai Dari Pilgub DKI

Politik  RABU, 01 FEBRUARI 2017
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO


Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Presiden Joko Widodo, dan Gubernur (nonaktif) DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merupakan kongsi pemecah belah bangsa saat ini. Trio politik tersebut sangat berbahaya untuk rakyat Indonesia.

Begitu kata Koordinator Perjuangan Kekuatan Rakyat Yudi Syamhudi Suyuti dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi sesaat lalu, Rabu (1/2).

"Ketiganya terang-terangan memusuhi Islam. Ketiganya berkongsi memberikan aset-aset negara yang milik rakyat kepada China," serunya.

Ketua Panitia Pembentukan Dewan Nasional (PPDN) menjabarkan bahwa Ahok sebagai terdakwa penista agama memiliki sejumlah masalah selama menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta. Mulai dari kasus dugaan korupsi Rumah Sakit Sumber Waras, Reklamasi Teluk Jakarta yang tidak berpihak kepada rakyat hingga kebijakan-kebijakan Ahok yang menindas rakyat kecil.

"Sementara Megawati dengan pidatonya mengarahkan rakyat untuk tidak beriman pada kehidupan setelah dunia. Juga sekaligus untuk tidak beriman pada Tuhan YME. Sementara kita juga masih ingat ketika Megawati menjual Indosat, kasus BLBI, dan membuat 115 UU pro kapitalis," ujar Yudi.

Sedangkan Presiden Jokowi nampak jelas mengarahkan kekuasaannya untuk membela penista agama. Jokowi, sambung Yudi, juga membebaskan pelaku skandal BLBI yang merugikan negara Rp 650 triliun.

"Jokowi dan Megawati anti kritik dan ingin menutup pintu demokrasi. Menjadikan negara ini sebagai miliknya dan hukum yang digunakan adalah hukum-hukum kekuasaan untuk penguasa dan konglomerat, bukan hukum-hukum untuk keadilan untuk rakyat," lanjutnya.

Ketiga kongsi ini, masih lanjutnya, menjual rakyat kecil dan kemiskinan tapi ketika berkuasa mereka menjadi bagian konglomerat. Mereka mengaku merakyat tapi mengkhianati rakyat.

"Sudah terbukti pengkhianatan mereka. Sudah saatnya kita tinggalkan ketiga manusia tersebut dengan dimulai mengalahkan Ahok-Djarot di Pilkada DKI 2017. Pilih figur yang mampu membangun rakyat melalui program-progamnya," sambung Yudi.

"Agus-Sylvi harapan kita untuk menjadikan Jakarta milik rakyat di 2017," pungkasnya. [ian]

copy dari : rmol

Rabu, 08 Februari 2017

Pemanggilan Bareskrim Mengada-ada ?


Bareskrim Melanggar UU Jika Panggil Ketua GNPF MUI, Ini Alasannya

Rabu, 8 Februari 2017

Pemanggilan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNF-MUI,Ustaz Bachtiar Nasir oleh Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri sebagai saksi untuk kasus dugaan pencucian uang (TPPU) dinilai banyak kekeliruan.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Advokasi GNPF-MUI Kapitera Ampera yang menilai banyak kekeliruan dalam panggilan tersebut, dan Bareskrim dinilai tidak taat undang-undang dalam melakukan pemanggilan.

“Mungkin bukan kejanggalan. Tapi kekhilafan atau kekeliruan yang terlalu bersemangat sehingga amanah undang-undang terlupakan,” kata Kapitera di Bareskrim Polri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2017), sebagaimana dilansir jpnn.com.

Kapitera membeberkan beberapa kesalahan yang dilakukan Bareskrim terkait pemanggilan tersebut.

Kesalahan pertama, Bareskrim melayangkan panggilan terhadap Bachtiar pada Senin (6/2/2017) pukul 23.34 WIB dan diminta hadir pada Rabu (8/2/2017) 10.00 WIB. padahal dalam Pasal 227 KUHAP, Bareskrim harus melayangkan surat tiga hari sebelum waktu pemanggilan.

“Maka mau konfirmasi dulu ke penyidik apakah ini memenuhi, tidak menyalahi kalau kami datang,” kata dia.

Kesalahan Kedua, dalam surat panggilan tertuang bahwa laporan masyarakat terhadap Bachtiar terjadi pada Senin (6/2/2017). Namun, di saat yang sama, Bareskrim mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) sekaligus surat panggilan.

Menurutnya, ketiga peristiwa hukum ini sangat janggal jika merujuk pada hukum beracara.

“Surat ini juga ada laporan polisi tanggal 6 Februari, sprindik 6 Februari, dipanggilnya juga 6 Februari. Semua tanggal 6. Laporan polisi orang lapor, langsung penyidikan. Kan harusnya penyelidikan dulu,” tandas dia.

Sebagaimana dilansir okezone.com, Melalui surat panggilan bernomor S. PGK/368/ISI/2017/Dit Tipideksus, penyidik meminta Ketua GNPF-MUI tersebut datang ke kantor sementara Bareskrim pada Rabu (8/2/2017), di Kompleks Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gambir, Jakarta Pusat.

Dalam surat tersebut dijelaskan kasus pengalihan kekayaan yayasan kepada pembina, pengurus dan pengawas baik dalam bentuk gaji, upah maupun honorarium atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang. Surat tersebut ditandatangani oleh Kasubdit III TPPU, Kombes Roma Hutajulu.

Ketika ditanya lebih lanjut mengenai yayasan yang dimaksud dalam surat tersebut, Roma belum mau banyak berkomentar.

“Yayasan-yayasan yang pernah diposting di media sosial. Kita lihat saja perkembangannya besok ya. Kita juga belum tahu hanya dari postingan sementara,” tukasnya.


Red : Maulana Mustofa


copy dari : antiliberalnews

Gaya Polisi Mengawal TPS Pilkada DKI



Apa salahnya mengawal pelaksanaan Pilkada di TPS. Mengingat pihak polisi kurang bisa meyakinkan dalam menempatkan diri di posisi yang adil, maka muncul kegiatan-kegiatan yang memback-up pengawalan tersebut sebagai sukarelawan-sukarelawan. Dan tentunya masing-masing kubu juga punya sukarelawannya sendiri.

Mau Kawal Suara Ahok-Djarot? Ini Caranya

08 February 2017


Tim pemenangan Ahok-Djarot mengajak publik untuk berpartisipasi mengawal suara saat hari pencoblosan Pilkada DKI Jakarta, 15 Februari 2017.

Tim Ahok-Djarot menargetkan mengumpulkan 10.000 relawan terdaftar. Mereka akan disebar di TPS di Jakarta yang berkisar 13.000 tempat.

Hingga saat ini, kurang lebih satu minggu sebelum hari pemilihan, sudah ada kurang lebih 7.500 relawan yang mendaftar lewat AhokDjarot.id.

Menjadi relawan Ahok-Djarot sebagai pengawal suara sangat mudah. Yakni, relawan mendaftar di website AhokDjarot.id/kawal.

Selain itu, relawan mengunduh aplikasi Kawal Pilkada lewat Google Play atau Apple App Store.

Pada hari pemilihan, relawan memasukkan foto formulir C1 Plano yang memuat hasil penghitungan suara di masing-masing TPS.

"Oh ya, khusus untuk 13.000 relawan pertama, telah disediakan baju kotak-kotak untuk dipakai di hari pemilihan tanggal 15 Februari mendatang!," bunyi keterangan dikutip dari laman AhokDjarot.id.

copy dari : news.rakyatku


Polda Metro Minta Massa Aksi 112 tak Ikut Kawal TPS

Rabu, 08 Pebruari 2017

Forum Umat Islam (FUI) akan menggelar aksi damai berjuluk "Jalan Pagi Sehat Al-Maidah 51" pada 11 Februari 2017 mendatang. Acara ini dikenal dengan seruan aksi 112 yang disokong oleh GNPF MUI dan beberapa ormas Islam.

Berdasarkan informasi yang didapat Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawa pada 15 Februari, massa juga bakal shalat Subuh bersama, yang kemudian akan langsung terjun ke tempat pemungutan suara (TPS).

"Tanggal 15 ada Subuh bersama di Istiqlal, setelah Subuh akan jalan ke TPS. Akan coblos dan awasi. Padahal TPS udah ada yang awasi," ujar Iriawan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mempersilakan masyarakat yang ingin menunaikan shalat Subuh berjamaah di Masjid Istiqlal pada tanggal 15 Februari yang bertepatan dengan hari pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta tersebut.

Namun, ia meminta agar massa aksi tidak dikerahkan ke TPS lantaran di lokasi sudah ada petugas yang melakukan penjagaan.

"Kalau shalat Subuh bersama enggak masalah, tapi kan TPS sudah ada yang mengawasi, ada saksi," kata Argo saat dikonfirmasi, Rabu (8/2).

Argo mengimbau masyarakat untuk percaya kepada petugas penyelenggara dan pengawas pilkada dengan cara tidak turut turun ke TPS melakukan pengawasan, apalagi sampai mengganggu masyarakat yang ingin memberikan suaranya.

"Kita imbau tidak melakukan itu, ada pengawas dan saksi. Linmas dan polisi. Setiap kegiatan TPS ada kita mengamankan, ada linmas, polisi, dan saksi serta masyarakat. Kita juga ada beberapa TPS ada patroli untuk meng-cover TPS itu, kita juga menggunakan sarana prasarana komunikasi, nanti ada kejadian keributan cepat antisipasi," kata Argo.

copy dari : republika




Kamis, 02 Februari 2017

Pemberdayaan Ormas dan Peran Pemerintah

Penegak Hukum Jangan Terlibat Konflik Internal Ormas

Jumat, 03 Februari 2017

Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini berharap kepada para penegak hukum agar tidak terlibat dalam konflik internal ormas.

“Kami berharap aparat penegak hukum tidak terlibat dalam konflik internal ormas. Karena itu akan mengganggu penyelesaian konflik sehingga mengganggu stabilitas keamanan NKRI. Pemerintah dan aparat harus berada di tengah dan menjadi wasit di tengah konflik,” ujar Jazuli Juwaini saat Fraksi PKS DPR RI menyelenggarakan Focus Group Discussion dengan tema "Ormas, Antara Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat” di Ruang Pleno Fraksi, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (2/2).

Menurut Doktor Bidang Manajemen ini, dalam realita, ormas memiliki peran vital untuk memberikan evaluasi untuk perbaikan kinerja pemerintah, dibandingkan oleh parlemen dan partai politik.

“Karena realitasnya tidak mungkin parlemen dan partai politik mengambil peran-peran sepenuhnya untuk evaluasi pemerintah, maka ormas juga punya peran atas hal tersebut. Kami ingin dan berharap terus ormas memiliki peran besar dalam membangun bangsa, dalam mengeksistensikan peran negara, dan mengokohkan NKRI, ” jelas Jazuli.

Peran evaluasi tersebut, ditambahkan Jazuli, adalah dalam rangka membantu kinerja pemerintah. Meskipun demikian, pemerintah juga memiliki kewenangan pembinaan terhadap ormas-ormas yang dinilai tidak sesuai dengan arah kebijakan negara.

“Pemerintah punya peran pembinaan, jika ada ormas yang tidak sesuai dengan arah kebijakan negara. Ormas hadir sejatinya juga untuk membantu pemerintah. Tapi,kita juga tidak ingin jika ada ormas yang mengkritik, dianggap menyerang pemerintah. Demokrasi harus tetap kita tegakkan, tapi juga perlu ada pembinaan,” tegas Anggota Komisi I DPR RI ini.

Acara FGD ini turut dihadiri oleh Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid selaku Keynote Speech, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi, Koordinator Staf Ahli Kapolri Irza Fadli, Perwakilan PBNU Mohammad Shohibul Faroji, dan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat Persatuan Umat Islam (PUI) Nurhasan Zaidi.

Hadir pula dalam acara ini beberapa ormas sebagai peserta aktif yaitu Persatuan Islam (Persis), Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), MUI, PUI, PBNU, dan IKADI.(fri/jpnn)

http://www.jpnn.com/news/penegak-hukum-jangan-terlibat-konflik-internal-ormas

Nasihat buat Presiden



Kutipan berita JPNN tanggal Jumat 3 Pebruari 2017.
Terkait Luhut ke Kyai Ma'ruf Amin :
  • ... jika kedatangannya dalam posisi sebagai anak buah Presiden Jokowi, maka sangat jelas pemerintah tidak netral terkait kasus Ahok. Sementara jika datang dalam posisinya terkait kasus Ahok, sudah semestinya presiden memberi teguran.

Terkait dugaan penyadapan :
  • ...  sangat menyalahi aturan. Bahkan bisa merusak demokrasi dan merusak tatanan negara....
  • mengingatkan Nixon, Presiden AS ke 37 Karena terlibat skandal penyadapan, akhirnya mundur dari jabatannnya.
  • "Kepada Pak Jokowi, presiden saya dan presiden seluruh rakyat Indonesia. Kalau ini dibiarkan bisa berbahaya. Presiden Nixon jatuh gara-gara skandal penyadapan. Jangan sampai karena 'Ahokgate' presiden diimpeachment,"

dari Andre Rosiade  - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Gerindra

selengkapnya lihat : berita jpnn

Rabu, 01 Februari 2017

Selamat Tinggal Ahok

 

Berulah Dengan NU, Pendukung Jokowi Ucapkan Selamat Tinggal Ahok, Kau Sudah Tamat, You are Nothing!


Perkembangan politik terkini telah membuat hati prihatin. Untuk itu, kecerdasan kedewasaan dalam politik harus dikedepankan dalam berbangsa dan bernegara.

Begitu kicau akun Twitter @RumahJokowi yang dalam biografinya menyebut diri sebagai kumpulan para pendukung Presiden Jokowi atau Projo, Rabu (1/2).

"Terutama untuk Pilkada DKI Jakarta, diharapkan semua paslon dapat menahan diri," kicaunya.

Rumah Jokowi menilai calon gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terlalu jumawa dalam menghadapi pilgub ini. Hal itu dibuktikan dengan pernyataan-pernyataan yang dilontarkan Ahok selalu menyalahkan orang lain.

Terakhir, Ahok bahkan mengancam akan melaporkan Ketua Majelis Ulama Indonesia Maruf Amin yang ditudingnya memberikan keterangan palsu.
"Ini bukan (tentang) anda Pak Ahok, ini bukan tentang kami, ini bukan tentang mereka. Tapi ini tentang kita semua, stabilitas politik ekonomi harus kita jaga bersama untuk bangsa," sambung akun jejaring sosial para pendukung Jokowi itu.

Ditegaskan bahwa kepentingan bangsa dan negara tidak dapat dikalahkan hanya untuk ego dan obsesi Ahok yang ingin jabat gubernur lagi.

"Ahok jadi atau tidak, negeri akan tetap kokoh. Untuk itu dalam setiap pemimpin harus disertai kesadaran bahwa dirinya adalah bagian dari bangsa Indonesia yang besar ini. Nggak bisa mengedepankan ego dan obsesi saja," lanjut akun tersebut.

Dengan mengikuti alur sidang Ahok yang terakhir, Rumah Jokowi menyimpulkan bahwa Ahok sudah tamat.

"(Ahok) sudah tidak masuk dalam kancah politik Indonesia, akibat ulahnya sendiri. Selamat tinggal ahok, you are nothing but a loser," pungkasnya.


copy dari : nasional.in 
diambil dari : rmol.co